Jurnal Standardisasi
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

291
(FIVE YEARS 58)

H-INDEX

2
(FIVE YEARS 1)

Published By Center For Research And Development Of Standardization

2337-5833, 1411-0822

2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 65
Author(s):  
Hutomo Wahyu Nugroho ◽  
Sri Hardiati

<p>Di Indonesia, SNI perangkat telekomunikasi mulai dibuat dan diberlakukan pada tahun 1990. Selama kurun waktu tersebut banyak perangkat telekomunikasi yang sudah ditinggalkan karena perkembangan teknologi sehingga SNI perangkat telekomunikasi sudah tidak bisa diaplikasikan. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi saat ini maupun kesesuaiannya dengan Pedoman PSN 03 : 2018, Pedoman PSN 02 : 2018 dan Perka BSN 04 : 2016 maka beberapa SNI perangkat telekomunikasi yang telah tersusun dari tahun 1990 perlu dikaji ulang. Metode identifikasi dilakukan pada 32 SNI terkait perangkat telekomunikasi terhadap judul SNI, SNI masih digunakan/diperlukan, kesesuaian dengan Pedoman penulisan SNI, acuan normatif/referensi, kesesuaian dengan pedoman adopsi standar internasional, metode uji dan topik/isi substansi SNI. Dari hasil kajian 32 SNI, ada 8 SNI (25%) yang bukan lingkup komtek 33-02 Telekomunikasi dan ada 3 SNI (9,375%) yang tidak ada dokumennya sehingga tidak bisa diidentifikasi. Sehingga total ada 21 SNI yang bisa dikaji dengan 14 SNI merupakan SNI produk, 3 SNI merupakan SNI istilah/definisi dan 4 SNI adalah SNI lain-lain. Dapat disimpukan bahwa sebagian besar SNI perangkat telekomunikasi diabolisi, hal ini disebabkan standar tersebut tidak digunakan lagi karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagian kecil SNI direvisi antara lain pada judul dan metode uji.</p>


2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 77
Author(s):  
Bondan Dwisetyo ◽  
Maharani Ratna Palupi ◽  
Fajar Budi Utomo ◽  
Chery Chaen Putri ◽  
Dodi Rusjadi ◽  
...  

<p>The implementation of laboratory measurement of airborne sound insulation based on ISO and ASTM standards was carried out at SNSU BSN. The aim of this work to realize the measurement of airborne sound insulation for several sample tests, where the procedure of the test is performed according to the updated standard ISO 10140 and ASTM E90. Besides, the single number rating also is determined based on ISO 717-1 and ASTM E413. This measurement has been conducted in the two reverberation rooms using pressure method consist of measuring the sound pressure level, measuring the reverberation time, obtaining the sound reduction index (R) or sound transmission loss (STL), and determination of a single-number ratings of the samples test. From the results, some parameter requirements such as the frequency range and the rounding procedure of R or STL influence the measurement result slightly. Subsequently, the significant difference is obtained for the determination of single number rating in the shifting procedure of the reference curve.</p>


2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Joni Setiawan ◽  
Euis Laela ◽  
Istihanah Nurul Eskani ◽  
Nikmah Widiharini ◽  
Farida Farida ◽  
...  

<p>Emas merupakan logam mulia yang dapat dijadikan investasi karena nilainya terus naik dari waktu ke waktu. Barang – barang emas dapat berbentuk batangan, granula, lembaran, perhiasan dan benda seni. Penjaminan mutu kadar emas diatur dalam SNI 13-3487-2005 Barang – barang emas dan SNI 13-3771-1995 Barang – barang emas muda. Pada saat ini emas yang beredar memiliki kadar mulai 3,33% hingga 99,99% (<em>fine gold</em>). Terdapat nilai kadar emas yang belum diatur dalam ke-dua SNI tersebut yaitu barang-barang emas dengan kadar 13,14,15,dan 16 karat. Sehingga perlu dilakukan pengujian untuk melihat kesesuaian kadar emas yang terkandung dalam barang – barang emas yang beredar di pasaran serta peninjauan kembali terhadap metode uji yang ada. Penelitian ini membahas hasil kaji ulang SNI 13-3487-2005 Barang – barang emas dan SNI 13-3771-1995 Barang – barang emas muda sebagai dasar penyusunan SNI barang – barang emas yang baru. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi literatur, pengujian sampel barang – barang emas yang beredar yang diambil secara <em>purposive sampling</em>, kemudian dilakukan pengujian <em>fire assay</em> sesuai dengan SNI 13-3487-2005 Barang – barang emas dan ICP-OES sesuai dengan ISO  15093, <em>Jewellery — Determination of precious metals in 999 0 / 00 gold, platinum and palladium jewellery alloys</em> — <em>Difference method using ICP-OES</em>, kajian metode uji, dan penggalian informasi melalui rapat internal, rapat teknis dan rapat konsensus. Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa perlunya penggabungan dua SNI tersebut mencakup kadar 33,3% hingga 99,99%, menetapkan metode uji yang dipergunakan yaitu <em>fire assay</em> dan ICP-OES, dengan acuan normatif yang dipergunakan adalah standar ISO 11596 dan ISO 15039.</p>


2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 85
Author(s):  
Ibnu Hasan Sunandar ◽  
Nur Wulandari ◽  
Faleh Setia Budi

<p>Bir pletok adalah minuman tradisional yang memiliki tingkat keasaman rendah. Setiap industri kecil menengah pangan (IKMP) bir pletok perlu mengendalikan faktor-faktor yang memengaruhi keamanan serta umur simpan produk yang dihasilkannya, khususnya untuk menghindari proses termal yang tidak tepat yang dapat meningkatkan risiko keamanan produk. Selain itu, data validasi proses untuk memeriksa kecukupan panas di IKMP bir pletok juga belum tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil proses produksi bir pletok di IKMP yang menggunakan teknologi proses termal, serta mendapatkan data parameter proses termal dalam rangka pemenuhan persyaratan kecukupan panas. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: (1) pengumpulan data IKMP bir pletok di Kota Jakarta Selatan; 2) pengembangan dan validasi kuesioner; (3) pelaksanaan survei di IKMP bir pletok; (4) pengujian masa simpan sampel bir pletok terpilih; (5) pengolahan data; serta (6) penyusunan rekomendasi. Aplikasi proses termal yang dilakukan oleh IKMP bir pletok menggunakan 2 metode yaitu pasteurisasi dan proses pengisian panas (<em>hot filling</em>). Proses produksi di IKMP bir pletok dengan kode BP2 merupakan proses yang paling baik di antara IKMP bir pletok lainnya.  Produk BP2 memiliki pH akhir 5,2, dengan suhu pengisian 73,3 °C, <em>headspac</em>e 5,3 cm, dengan total mikroba (<em>total plate count</em>/TPC) tidak terdeteksi, serta nilai angka kapang dan kamir yang juga tidak terdeteksi.  Kemasan yang digunakan adalah botol kaca 525 mL, dengan masa simpan mencapai 2 bulan. </p>


2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 13
Author(s):  
Dewi Sartika ◽  
Wildan Lutfi Arieyasmieta

<p>Birokrasi bebas dan bersih melayani merupakan tujuan pelaksanaan reformasi birokrasi yang dicanangkan sejak tahun 2009. Percepatan reformasi birokrasi dalam roda pemerintahan dengan  membangun Zona Integritas (ZI)<strong> </strong>sebagai kunci penting dalam pencegahan korupsi di pemerintahan, salah satunya adalah kewajiban memiliki standar pelayanan yang terstandardisasi internasional yang dapat ditandai dari prosedur pelayanan yang ditetapkan tidak membuka celah dan potensi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). ISO 37001 merupakan bentuk implementasi pengendalian gratifikasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis sejauh mana penerapan ISO 37001 dalam tubuh organisasi. Studi kasus dilakukan pada Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah dengan metode survei dan <em>review literature</em>, wawancara kepada 7 (tujuh) responden<em> </em>dan analisis dokumen yang menunjukkan bahwa organisasi sudah cukup optimal dalam penerapan ISO 37001. Dampak penelitian ini adalah sebagai <em>pilot project</em> penerapan sistem manajemen anti penyuapan sehingga membantu organisasi mencegah dan meminimalisir terjadinya kasus gratifikasi, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang melibatkan oknum perorangan atau yang terorganisir dilakukan oleh korporasi.</p><div><div><p> </p></div></div>


2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 33
Author(s):  
Meilinda Ayundyahrini ◽  
Suprapto Suprapto ◽  
Fahrina Fahma ◽  
Wahyudi Sutopo ◽  
Eko Pujiyanto ◽  
...  

<p>Berdasarkan ketentuan <em>A</em><em><ins cite="mailto:Author">SEAN</ins></em><em><del cite="mailto:Author">sean</del> Medical Device Directive</em> (AMDD) kursi roda yang termasuk dalam klasifikasi penggunaan risiko rendah. Sehingga Kementerian Kesehatan tidak menjadikan SNI (Standar Nasional Indonesia) sebagai persyaratan dalam pengajuan izin edar. Sebab, produk kursi roda yang paling banyak ditemui di Indonesia memang tidak berkualitas, apalagi produk impor. Kondisi ini tentunya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 42. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter utama dan kesiapan CAB jika standar diterapkan. Parameter utama terdiri dari 7 parameter dan 30 sub parameter. Parameter tersebut adalah: stabilitas, kemampuan manuver, mobilitas dan penyimpanan produk, dimensi, kekuatan, daya tahan, dan informasi produk. Sedangkan sub parameter yang dapat diusulkan menjadi <em><ins cite="mailto:Author">National Differences</ins></em><del cite="mailto:Author">Beda Nasional</del> adalah: dimensi dengan antropometri harus mampu menampung segmen persentil Indonesia, uji fatik dilakukan lebih dari 200.000 putaran, uji jatuh dilakukan lebih dari 6.666 siklus, uji ujung tajam<del cite="mailto:Author"> </del>, uji sisi halus, dan koefisien gesekan. Dalam persiapan penerapan SNI kursi roda manual, diperlukan Badan Penilai Kesesuaian (CAB). Mengidentifikasi 6 laboratorium penguji, 4 badan sertifikasi produk. Waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan infrastruktur pengujian diperkirakan 6-12 bulan.</p>


2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 53
Author(s):  
Danar Agus Susanto ◽  
Ellia Kristiningrum

<p>Definisi pangan fungsional diartikan berbeda-beda di setiap komunitas bahkan pada setiap negara, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan para ahli dan non-ahli. Indonesia juga tidak memiliki definisi yang formal tentang pangan fungsional, yang menyebabkan terhalangnya pengembangan teknologi, inovasi, komersialisasi dan hilirisasi serta perdagangan produk pangan fungsional. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan definisi pangan fungsional sebagai rekomendasi penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI) istilah dan definisi pangan fungsional. Penelitian ini menggunakan metode <em>Framework for Analysis, Comparison, and Testing of Standards</em>/FACTS. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2018 dengan melibatkan 109 responden yang terdiri dari pemerintah, lembaga penelitian, asosiasi, konsumen, pelaku usaha, akademisi dan praktisi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 97% responden menyetujui usulan definisi pangan fungsional yang diusulkan dari hasil FGD dalam penelitian ini . Definisi pangan fungsional yang disetujui yaitu pangan segar dan/atau olahan yang mengandung komponen yang bermanfaat untuk meningkatkan fungsi fisiologis tertentu, dan/atau mengurangi risiko sakit yang dibuktikan berdasarkan kajian ilmiah, harus menunjukkan manfaatnya dengan jumlah yang biasa dikonsumsi sebagai bagian dari pola makan sehari-hari, yang harus tetap dalam bentuk pangan, bukan dalam bentuk pil atau kapsul. Hal-hal yang perlu ditinjau lebih jauh dalam definisi pangan fungsional meliputi jenis pangan, kajian dan bukti ilmiah dan jumlah konsumsi.</p><div> </div>


2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 23
Author(s):  
Febrian Isharyadi ◽  
Utari Ayuningtyas ◽  
Biatna Dulbert Tampubolon ◽  
Daryono Restu Wahono ◽  
Novin Aliyah
Keyword(s):  

<p>Minyak sawit merupakan komoditi perdagangan yang sangat penting di dunia pada saat ini, dan Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia. Namun beberapa masalah timbul khususnya terkait keberlanjutan dari produk sawit Indonesia,<em> </em>diantaranya mengenai deforestasi, emisi gas rumah kaca (GRK), dan sosial ekonomi. Negara Indonesia saat ini telah memiliki sistem sertifikasi <em>Indonesia Sustainbility Palm Oil </em>(ISPO) sebagai respon mengenai pembangunan berkelanjutan produk sawit Indonesia. Namun demikian, keberterimaan ISPO di perdagangan global saat ini masih relatif rendah. Pengembangan standar nasional minyak sawit berkelanjutan merupakan strategi yang dapat dilakukan dalam menjawab permasalahan hambatan perdagangan produk minyak sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan parameter teknis utama dalam pengembangan standar nasional minyak sawit berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan metode FACTS (<em>Framework for Analysis, </em><em>C</em><em>omparison, and Testing of Standards</em>) untuk memperoleh parameter utama dalam pengembangan standar nasional minyak sawit berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 13 (tiga belas) parameter utama berupa prinsip-prinsip dalam pengelolaan produk sawit berkelanjutan yang akan digunakan dalam pengembangan standar nasional minyak sawit berkelanjutan. Standar nasional minyak sawit berkelanjutan akan dapat digunakan sebagai pedoman, acuan, dan persyaratan teknis oleh industri dalam memproduksi minyak sawit yang memenuhi kriteria keberlajutan dan mampu diterima oleh pasar internasional. Dengan demikian akan meningkatkan daya saing produk minyak sawit Indonesia dan memberi peningkatan pula terhadap devisa negara.</p>


2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 43
Author(s):  
M Iqbal Prawira-Atmaja ◽  
Hilman Maulana ◽  
Shabri Shabri ◽  
Galih Pancar Riski ◽  
Alfina Fauziah ◽  
...  

Indonesia merupakan produsen teh terbesar ke tujuh dunia dengan total produk mencapai 125 ribu ton pada 2016 yang berkontribusi sebesar 3% dari total produksi teh dunia. Kualitas produk teh merupakan faktor utama untuk meningkatkan daya saing produk teh Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian mutu produk teh dengan persyaratan SNI. Parameter mutu yang dievaluasi meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu larut dalam air, kadar abu larut asam, dan kadar alkalinitas abu. Sebanyak 18 produk teh yang terdiri atas teh hitam, teh putih, teh hijau, teh hijau melati, dan bubuk teh hijau digunakan dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kadar air dari 18 sampel produk teh berkisar antara 1,6% hingga 14%. Sebanyak 9 (sembilan) sampel produk teh memiliki kadar air yang melebihi standar yang disyaratkan oleh SNI. Produk teh hijau dan teh hijau melati memiliki kadar abu larut dalam air sebesar 33,25% dan 41,15% lebih rendah jika dibandingkan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh SNI sebesar minimal 45%. Secara keseluruhan, produk teh telah memenuhi persyaratan SNI teh pada parameter kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, dan alkalinitas abu. Beberapa parameter seperti kadar abu larut dalam air, abu tidak larut dalam asam, dan alkalinitas abu belum ditetapkan standarnya pada SNI 7707-2011 tentang teh instan dan SNI 01-1898-2002 tentang teh wangi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi mutu produk teh dari aspek kimia, cemaran logam mineral, dan mikrobiologi yang ditetapkan di SNI.


2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 99
Author(s):  
Deni Cahyadi ◽  
Eny Susilowati ◽  
M. Arsyansyah ◽  
Indra Hadiwijaya ◽  
Azio Oka Darmana ◽  
...  

<p class="Abstrack">Pengujian kandungan unsur logam kalsium, magnesium, dan seng di dalam minyak pelumas menggunakan spektrometri serapan atom dengan teknik pelarutan langsung oleh xilena telah dilakukan. Kandungan unsur logam tertentu (seperti: kalsium, magnesium, dan seng) merupakan salah satu parameter syarat mutu SNI wajib pelumas yang harus dipenuhi. Menurut SNI, terdapat dua pilihan metode uji yang dapat dijadikan acuan untuk melaksanakan pengujian kandungan unsur logam dalam minyak pelumas, yaitu dengan menggunakan ICP-AES atau AAS. Pada penelitian ini contoh minyak pelumas dilarutkan secara langsung dengan xilena, kemudian dilakukan pengukuran dengan AAS. Penggunaan teknik persiapan contoh dengan pelarutan secara langsung menggunakan xilena, diharapkan dapat menyederhanakan proses pengujian dibandingkan dengan menggunakan cara pelarutan asam. Hasil pengukuran pada percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa, linearitas kurva kalibrasi (R<sup>2</sup>) untuk Ca = 0,99640; Mg = 0,99968; dan Zn = 0,99938; dengan nilai presisi untuk Ca = 2,168 (%RSD) &lt; 3,914 (0.67*CV-Horwitz); Mg = 1,265 &lt; 5,670; dan Zn =  0,665 &lt; 4,736; %rekoveri Ca = 101%, Mg = 98%, Zn = 98%; batas deteksi (LoD): Ca = 0,013 mg/L; Mg = 0,002 mg/L; dan Zn = 0,014 mg/L; dan nilai LoQ: Ca = 0,043 mg/L; Mg = 0,007 mg/L; dan Zn = 0,048 mg/L. Parameter validasi (linearitas, presisi, akurasi, batas deteksi, dan batas kuantifikasi) yang diperoleh dari hasil pengujian ini relative dapat diterima. Proses persiapan larutan untuk pengujian dengan AAS dengan menggunakan xilena jauh lebih cepat dan sederhanan dibandingkan dengan pelarutan menggunakan asam.</p><div><div><p> </p><p> </p></div></div>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document