Aktualita (Jurnal Hukum)
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

119
(FIVE YEARS 80)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Islam Bandung (Unisba)

2620-9098, 2620-9101

2020 ◽  
pp. 599-615
Author(s):  
Dovi Hakiki
Keyword(s):  

Dalam rangka peningkatan akses dan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan spesialistik, perlu dilakukan upaya pemerataan dokter spesialis di seluruh Indonesia, khususnya di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan, Upaya pemerataan dokter spesialis dilakukan melalui program Pendayagunaan Dokter Spesialis sebagai bentuk pengabdian kepada negara guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Negara turut berperan dalam proses pendidikan dokter spesialis dengan memberikan subsidi dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran program spesialis. Pendayagunaan Dokter Spesialis adalah penempatan dokter spesialis di rumah sakit milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan Peserta Pendayagunaan dokter spesialis adalah setiap dokter spesialis yang baru lulus pendidikan kedokteran program dokter spesialis, yang terdiri dari Peserta mandiri serta Peserta penerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan. Pendayagunaan dokter spesialis dilaksanakan di Rumah Sakit milik pemerintah dan pemerintah daerah utamanya di RS DTPK, RS Rujukan Regional, RS Rujukan Provinsi dan RS milik Pemerintah dan Pemda lainnya dalam menjalankan program pendayagunaan Dokter spesialis pemerintah tentan dengan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia yang telah diatur dengan undang-undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan Ilo Convention No. 105 Concerning The Abolition Of Forced Labour (Konvensi Ilo Mengenai Penghapusan Kerja Paksa) namun demikian perlu dilakukan analisis terhadap implementasi pendayagunaan dokter spesialis agar para tenaga kesehatan ini terlindungi dari unsur pemaksaan ataupun pelanggaran terhadap hak asasi manusia.Kata kunci: Pendayagunaan Dokter Spesialis; Undang-Undang; Dokter Spesialis.


2020 ◽  
pp. 382-397
Author(s):  
Rizki Kurnia Hamdan

Pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut telah mencapai berbagai kemajuan termasuk di bidang ekonomi dan moneter sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang terkendali. Salah satu sarana dalam mewujudkan pembangunan tersebut adalah dengan ditunjangnya peran serta dari lembaga keuangan yang mengatur tatanan sistem ekonomi yang menunjang pelaksanaan tujuan pembangunan nasional.Berdasarkan sistem operasionalnya bank terbagi menjadi dua yaitu bank konvensional dan bank Syariah. Bank Syariah merupakan bank yang menganut sistem Syariah dalam pelaksanaan kegiatan usahanya. Bank Syariah merupakan jawaban dari keinginan-keinginan masyarakat Indonesia akan kehadiran bank yang bisa lebih menguatkan keyakinannya tersebut dalam menjalankan usahanya dengan perbankan. Dalam proses penyaluran dana kepada masyarakat bank memiliki beberapa fasilitas diantaranya adalah kredit bagi bank konvensional dan pembiayaan bagi bank Syariah. Penyaluran kredit kepada masyarakat, bank dituntut mengedepankan asas kesetaraan sehingga dapat tercipta Kerjasama yang sehat dan baik antara bank dan nasabah. Asas keseimbangan ini harus diterapkan bagi setiap bank baik bank yang menganut sistem operasi konvensional maupun Syariah


2020 ◽  
pp. 547-564
Author(s):  
Budi Sylvana

Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit memprediksi kapan terjadinya. Tidak banyak yang menyadari bahwa kasus-kasus kegawatdaruratan banyak yang tidak tertangani sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu adanya penguatan kualitas pelayanan kegawatdaruratan melalui sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yang bertujuan memberikan pertolongan pertama pada kasus kegawatdaruratan di bidang kesehatan.  SPGDT berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat, tenaga kesehatan, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi. SPGDT mulai dikenal sejak Deklarasi Makassar tahun 2000 yang bersamaan dengan puncak acara Hari Kesehatan Nasional ke-36, dimana salah satu poin yang terdapat di dalam Deklarasi Makasar tersebut adalah memasyarakatkan SPGDT sehari-hari dan bencana  secara efektif dan efisien. Tujuan utama dari pencanangan Deklarasi Makasar tersebut adalah terciptanya Safe Community yang berarti masyarakat yang sehat, aman dan sejahtera, melalui terselenggaranya pelayanan kesehatan Pra Rumah Sakit, Intern Rumah Sakit dan Antar Rumah Sakit (Rujukan). Di Indonesia SPGDT (Sistim Pelayanan Gawat Darurat Terpadu) atau yang di negara lain disebut EMS (Emergency Medical Services) belum menunjukkan hasil maksimal, sehingga banyak dikeluhkan oleh masyarakat ketika mereka membutuhkan pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui implementasi penyelenggaraan kedaruratan pra-hospital melalui Public Safety Center (PSC) 119 dalam peningkatan layanan kesehatan di indonesia. Penelitian ini mempergunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Penyusunan tesis ini diawali dengan suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mendapatkan masukan yang dipergunakan sebagai bahan pembahasan dan analisis sehingga dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan UU No.23 Tahun 2014 pelayanan kesehatan menjadi urusan wajib pemerintah daerah  kabupaten/kota, termasuk pelayanan kesehatan gawat darurat. Untuk itu, pelayanan pra-hosptal melalui PSC 119 wajib dibentuk di semua kabupaten/kota untuk menjamin hak masyarakat akan layanan kesehatan


2020 ◽  
pp. 524-546
Author(s):  
Bagus Anom

Rumah sakit sebagai lembaga pelayanan kesehatan menurut ketentuan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mempunyai tanggung jawab atas kerugian yang dilakukan oleh pegawai atau bawahannya. Jika tenaga kesehatan baik medis maupun nonmedis bekerja untuk rumah sakit, maka mereka berada di bawah mekanisme pengawasan rumah sakit. Ini berarti rumah sakit bertanggung jawab secara hukum atas tindakan dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang menyebabkan kerugian kepada pasien. Oleh karena itu secara condition sino quanon tidak salah jika tuntutan ganti kerugian ditujukan kepada rumah sakit. Selain itu, dalam Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran ditegaskan bahwa sarana pelayanan kesehatan atau rumah sakit bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran atau tindakan medis. Penyebab terjadinya resistensi antibiotik secara global adalah multifaktorial dan kompleks, meliputi permasalahannya pada prescriber (ketidakpastian diagnosis, kurangnya pengetahuan, insentif dan lain-lain), dispenser (penggunaan obat-obat standar, kurangnya aturan dispensing), pasien (tekanan terhadap dokter, pengobatan sendiri, akses antibiotik secara bebas) dan fasilitas pelayanan kesehatan (kurangnya pengendalian infeksi yang dapat memicu penyebaran organisme yang resisten terhadap antibiotik). Salah satu contoh kegagalan program pengendalian resistensi antimikroba yang cukup terkenal adalah kasus bakteremia Gram negatif yang terjadi di Jerman pada tahun 1983.Bakteri Gram negatif yang paling sering diisolasidi ICU anak adalah Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Enterobacter cloacae, dan Klebsiella pneumoniae. Sumber bakteremia tersering adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Melihat keadaan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah 1). Untuk menemukan implementasi program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dihubungkan dengan pelayanan kesehatan. 2). Untuk menemukan tanggung jawab rumah sakit terhadap pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba dihubungkan dengan pelayanan kesehatan. Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Yuridis normatif karena penelitian ini mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan dengan cara penguatan kapasitas tenaga kesehatan dan masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan tentang resistensi antimikroba. Adapun upaya kuratif-rehabilitatif dijalankan dengan cara perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik, perbaikan kualitas penggunaan antibiotik, peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi, dan penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba resisten.


2020 ◽  
pp. 463-485
Author(s):  
Yusuf Luqita Danawiharja
Keyword(s):  

Penanganan anak yang berkonflik dengan hukum seringkali disamakan dengan penanganan orang dewasa yang melakukan tindak pidana. secara yuridis di Indonesia, perlindungan hukum terhadap anak dapat dijumpai di berbagai peraturan perundang-undangan. Semua peraturan perundang-undangan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan, melindungi hak-hak anak untuk mewujudkan keadilan bagi anak. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi Penelitian, penelitian ini bersifat deksriptif analitis. Jenis data, yaitu data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research) terhadap data sekunder. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif.  Hasil dari penelitian ini ialah. Pertama, Penerapan diversi terhadap anak baik pada tingkat Penyidikan, Penuntutan dan Peradilan dapat dilaksanakan selama memenuhi persyaratan, sebagaimana diatus dalam Pasal 7 angka 2 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan sesuai dengan Perma Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa diversi dapat dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan dengan diancam pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Kedua, Kendala Implementasi Diversi dalam penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh anak, dimana korban merasa haknya tidak dilindungi karena tersangka diberikan keistimewaan dalam proses hukum. Adapun pihak korban dan keluarganya dalam hal ini beranggapan bahwa pelaksanaan hukum cenderung berat sebelah dan memihak kepada tersangka. 


2020 ◽  
pp. 365-381
Author(s):  
Dera Reswara Santiaji

Majelis Pengawas Notaris merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris sehingga tetap patuh terhadap Kode Etik dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pembaharuan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Dalam menjalankan tugas jabatannya, tidak jarang ditemukan sebagian Notaris melakukan segala cara untuk mendapatkan klien bahkan tidak patuh terhadap Kode Etik dan UUJN, sebagaimana salah satu contoh kasus pelanggaran Notaris berdasarkan Putusan Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Jawa Barat Nomor: 131/MPW-JABAR/2008. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui peran Majelis Pengawas terhadap pengawasan ketaatan Notaris sebagai upaya penegakkan Kode Etik dan UUJN serta mengetahui peran Majelis Pengawas Daerah (MPD) dalam menindaklanjuti laporan pelanggaran Kode Etik dan UUJN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif meliputi pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan kasus. Analisis data dilakukan dengan metode berpikir deduktif dengan menarik kesimpulan berdasarkan hal yang khusus dalam penelitian ini. Hasil penelitian bahwa peran Majelis Pengawas dalam upaya penegakkan Kode Etik dan UUJN terhadap ketaatan Notaris sangat dibutuhkan khususnya peran MPD yang berada pada tingkat Kabupaten/Kota dalam pengawasan secara langsung terhadap ketaatan Notaris. Dalam tindaklanjut laporan masyarakat, MPD menyikapi laporan tersebut berdasarkan UUJN dan Permenkumham No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004, dengan tiga tahap yaitu menindaklanjuti dugaan pelanggaran, memanggil Notaris yang bersangkutan, dan memeriksa Notaris. MPD harus objektif dalam melakukan pemeriksaan salah satunya dengan menempatkan akta sebagai objek pemeriksaan yang dapat dibuktikan secara pembuktian lahiriah, pembuktian formal, dan pembuktian materiil. Dengan demikian, peran MPD sebagai lembaga yang mengawasi Notaris secara langsung mampu menegakkan Kode etik dan UUJN dengan cara dan metode yang terencana dengan baik.


2020 ◽  
pp. 444-462
Author(s):  
Hasbih Hasbih
Keyword(s):  

Narkotika adalah salah satu zat kimia sejenis obat bius atau obat yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan medis dan ilmu pengetahuan. Penyalahgunaan narkotika di Indonesia saat ini telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai persoalan yang sangat membahayakan bagi bangsa Indonesia. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi Penelitian, penelitian ini bersifat deksriptif analitis. Jenis data, yaitu data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research) terhadap data sekunder. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, Pelaksanaan Tim  asesmen terpadu dalam menyelamatkan pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika, apabila seseorang sebagai pecandu atau korban yang tertangkap dapat menentukan apakah dimasukkan dalam penjara atau direhabilitasi karena aparat penegak hukum memberi sanksi pidana penjara kepada pengguna narkoba sedangkan penyalahguna narkotika harus direhabilitasi. Kedua, Hambatan dalam pelaksanan rehabilitasi terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yaitu Masalah Overkapasitas Dan Penyalahguna Narkotika. Salah satu masalah utama dalam overkapasitas adalah karena tingginya suply tahanan dan narapidana ke dalam lapas, selain itu hambatan dalam pelaksanan rehabilitasi terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yaitu dari sunbstansi hukum, struktur hukum, kultur hukum dan sarana prasarana.


2020 ◽  
pp. 505-523
Author(s):  
Veronica Komalawati ◽  
Yohana Evlyn Lasria Siahaan

Kehadiran seorang anak merupakan tujuan dan harapan yang ingin dicapai dalam mewujudkan hak berkeluarga dan mendapatkan keturunan. Anak sebagai keturunan orang tuanya diharapkan tumbuh dan berkembang dalam kondisi kesehatan baik fisik maupun mental yang sebaik-baiknya. Faktanya, tidak semua anak terlahir dalam kondisi sehat baik secara fisik maupun mentalnya. Anak-anak ini disebut sebagai anak penyandang disabilitas. Setiap keluarga memiliki cara masing-masing dalam menangani anak mereka yang menderita disabilitas. Ada yang dirawat dengan baik, namun ada juga yang diserahkan kepada pihak ke-tiga sepenuhnya dan tidak lagi memperhatikan kebutuhan khusus yang diperlukan anaknya. Kemungkinan terburuknya, anak tetap dalam kekuasaan orang tuanya, tetapi karena alasan ekonomi justru anak dieksploitasi secara ekonomi oleh orang tuanya sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan merumuskan bagaimana hak atas kesehatan anak penyandang disabilitas dapat dipenuhi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan bagaimana tanggung jawab orang tua serta pemerintah dalam memenuhi hak anak penyandang disabilitas. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis guna diperoleh gambaran menyeluruh dan sistematis tentang masalah yang diteliti. Analisis permasalahannya dilakukan melalui pendekatan secara yuridis normatif yaitu dengan menitikberatkan penggunaan data sekunder baik yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan hak atas kesehatan anak penyandang disabilitas diwujudkan melalui suatu program kegiatan khusus tentang perlindungan bagi anak penyandang disabilitas berupa pelayanan kesehatan. Peran pemerintah dalam mewujudkannya adalah bertanggung jawab menjamin terlaksananya program tersebut terhadap anak penyandang disabilitas, dan orang tua bertanggung jawab mewujudkan hak anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Sekalipun orang tua menyerahkan kepada pihak ke-tiga, ia tetap bertanggung jawab untuk mewujudkan hak anak tersebut.


2020 ◽  
pp. 688-704
Author(s):  
Kiki Rizki

Ketentuan tentang kepastian hukum hak atas tanah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pada beberapa daerah terdapat sejumlah kasus sertipikat hak milik palsu, yaitu sebidang tanah terdaftar dalam 2 (dua) buah sertipikat yang Pada beberapa daerah terdapat sejumlah kasus sertipikat hak milik palsu, yaitu sebidang tanah terdaftar dalam 2 (dua) buah sertipikat yang secara resmi sama-sama diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang hak sertipikat asli bilamana terdapat penerbitan Sertipikat Hak Milik Palsu Oleh Kantor Pertanahan Nasional dalam (Analisa Putusan Nomor : 85K/TUN/2015). Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Timbulnya Sertipikat Hak Milik Palsu Yang Dikeluarkan Kantor Pertanahan Nasional dan Cara Mengatasinya Contoh Kasus dalam Perkara Putusan Nomor : 85K/TUN/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan  yuridis normatif, Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, Perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat asli berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA pemberian surat - surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, dan Pasal 31 serta Pasal 32 PP 24 Tahun 1997, setiap satu sertipikat hak atas tanah di terbitkan untuk satu bidang tanah untuk melindungi pemegangnya sertipikat tersebut. Faktor terjadinya sertipikat palsu dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, faktor internal disini adalah bahwa kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional, dan factor eksternalnya adalah kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh masyrakat atau kesalahan yang dilakukan diluar dari kewenangan BPN yang meneyebabkan timbulnya sertipikat palsu atau overllaping. Upaya untuk mencegah terjadinya sertifikat asli tetapi palsu, yaitu dengan meningkatkan kecepatan dan ketelitian aparat yang memproses pembuatan dan penerbitan sertifikat. Kata kunci : Perlindungan Hukum,Asas Kepastian Hukum,, Sertifikat Ganda,  Hak Milik


2020 ◽  
pp. 616-634
Author(s):  
Fera Puspita Rianto

Pemberian kredit dengan corporate guarantee berdasarkan Pasal 1820 KUHPerdata kurang dapat menjamin penyelesaian kredit macet, pembuatannya hanya untuk menambah keyakinan bank terhadap pemberian kredit dan dianggap sebagai kewajiban moral dari penjamin untuk menyelesaian kewajiban debitur karena ingin menjaga nama baik perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa terkait implementasi eksekusi corporate guarantee dihubungkan dengan asas kepastian hukum dan kepastian hukum terhadap hak bank dalam penyelesaian kredit macet dengan corporate guarantee dihubungkan dengan Pasal 1820 KUHPerdata atas pemenuhan pengembalian kredit. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka yang berupa hukum positif. Spesifikasi deskriftif analisi yaitu cara memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi, dilakukan dengan pengumpulan, klasifikasi, analisis data yang disimpulkan dengan tujuan untuk membuat gambaran secara objektif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implementasi eksekusi corporate guarantee belum memenuhi asas kepastian hukum. Kepastian hukum terhadap hak bank dalam penyelesaian kredit macet dengan corporate guarantee belum terakomodasi sepenuhnya dalam Pasal 1820 KUH Perdata. Dibutuhkan pengaturan lebih lanjut dalam ketentuan yang spesifik atau lebih rinci, agar dapat mengakomodasi pemenuhan pengembalian kredit. Kata Kunci: Kepastian Hukum, Kredit Macet, Corporate Guarantee. 


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document