TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DIHUBUNGKAN DENGAN UPAYA KESEHATAN
Rumah sakit sebagai lembaga pelayanan kesehatan menurut ketentuan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mempunyai tanggung jawab atas kerugian yang dilakukan oleh pegawai atau bawahannya. Jika tenaga kesehatan baik medis maupun nonmedis bekerja untuk rumah sakit, maka mereka berada di bawah mekanisme pengawasan rumah sakit. Ini berarti rumah sakit bertanggung jawab secara hukum atas tindakan dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang menyebabkan kerugian kepada pasien. Oleh karena itu secara condition sino quanon tidak salah jika tuntutan ganti kerugian ditujukan kepada rumah sakit. Selain itu, dalam Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran ditegaskan bahwa sarana pelayanan kesehatan atau rumah sakit bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran atau tindakan medis. Penyebab terjadinya resistensi antibiotik secara global adalah multifaktorial dan kompleks, meliputi permasalahannya pada prescriber (ketidakpastian diagnosis, kurangnya pengetahuan, insentif dan lain-lain), dispenser (penggunaan obat-obat standar, kurangnya aturan dispensing), pasien (tekanan terhadap dokter, pengobatan sendiri, akses antibiotik secara bebas) dan fasilitas pelayanan kesehatan (kurangnya pengendalian infeksi yang dapat memicu penyebaran organisme yang resisten terhadap antibiotik). Salah satu contoh kegagalan program pengendalian resistensi antimikroba yang cukup terkenal adalah kasus bakteremia Gram negatif yang terjadi di Jerman pada tahun 1983.Bakteri Gram negatif yang paling sering diisolasidi ICU anak adalah Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Enterobacter cloacae, dan Klebsiella pneumoniae. Sumber bakteremia tersering adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Melihat keadaan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah 1). Untuk menemukan implementasi program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dihubungkan dengan pelayanan kesehatan. 2). Untuk menemukan tanggung jawab rumah sakit terhadap pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba dihubungkan dengan pelayanan kesehatan. Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Yuridis normatif karena penelitian ini mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan dengan cara penguatan kapasitas tenaga kesehatan dan masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan tentang resistensi antimikroba. Adapun upaya kuratif-rehabilitatif dijalankan dengan cara perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik, perbaikan kualitas penggunaan antibiotik, peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi, dan penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba resisten.