EVALUASI KETELITIAN HORIZONTAL DARI CITRA TEGAK SATELIT RESOLUSI SANGAT TINGGI MENGGUNAKAN SRTM DAN TERRASAR-X UNTUK PEMETAAN SKALA BESAR

2018 ◽  
Vol 2 ◽  
pp. 535
Author(s):  
Maundri Prihanggo

<p>Saat ini, citra satelit resolusi sangat tinggi digunakan dalam berbagai macam aplikasi, terutama pemetaan skala besar. Sebelum dapat digunakan, citra satelit tersebut harus diorthorektifikasi terlebih dahulu. Data <em>Digital Surface Model </em>(DSM) dan <em>Ground Control Point</em> (GCP) adalah dua data utama yang diperlukan saat melakukan orthorektifikasi. Perbedaan data DSM yang digunakan akan menghasilkan perbedaan nilai ketelitian horizontal pada kedua citra tegak hasil orthorektifikasi. Pada penelitian ini digunakan dua jenis DSM yaitu SRTM dan Terrasar-X. Ketelitian vertikal dari SRTM adalah 90 m sedangkan ketelitian vertikal dari Terrasar-X adalah 12,5 m. Penelitian ini berlokasi di Wilayah Buli, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku. Terdapat tiga sensor citra satelit yang digunakan yaitu Pleiades, Quickbird dan Worldview-2 yang digunakan pada lokasi penelitian. Total GCP yang digunakan adalah 33 titik, tiap titiknya diukur dengan melakukan pengamatan geodetik dan memiliki ketelitian horizontal ≤15 cm dan ketelitian vertikal ≤30 cm. Ketelitian horizontal dari citra tegak satelit resolusi sangat tinggi diperoleh dengan melakukan uji terhadap Independent Check Point (ICP). Total ICP yang digunakan adalah 12 titik, tiap titik ICP diukur dengan metode dan standar yang sama dengan titik GCP. Ketelitian horizontal dengan Circular Error (CE 90) dari citra tegak satelit menggunakan data SRTM adalah 18,856 m sedangkan ketelitian horizontal dengan Circular Error (CE 90) dari citra tegak satelit menggunakan data Terrasar-X adalah 2.168 m . Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa ketelitian vertikal data DSM yang digunakan memberikan pengaruh pada citra tegak satelit hasil orthorektifikasi tersebut. Mengacu pada Peraturan Kepala BIG nomor 15 tahun 2014, citra tegak satelit hasil orthorektifikasi menggunakan data Terrasar-X sebagai DSM memenuhi ketelitian horizontal peta dasar kelas 3 skala 1:5.000 sedangkan citra tegak satelit hasil orthorektifikasi menggunakan data SRTM sebagai DSM tidak dapat memenuhi ketelitian horizontal peta dasar skala besar.</p><p><strong>Kata kunci:</strong> orthorektifikasi, DSM, ketelitian horizontal</p>

2020 ◽  
Author(s):  
Simone Pillon ◽  
Davide Martinucci ◽  
Annelore Bezzi ◽  
Giulia Casagrande ◽  
Giorgio Fontolan ◽  
...  

&lt;p&gt;The monitoring of landslides using UAVs is particularly convenient as these are dangerous areas that present access difficulties. This study aims to integrate monitoring carried out via traditional techniques (GNSS and total station surveys of benchmarks) with UAV photogrammetric survey, as the latter allows for a precise assessment of the volumes affected by movement. The Masarach landslide, located in Friuli Venezia Giulia (north east Italy), covers an area of approximately 200 ha. Two surveys were carried out two years apart in order to measure displacements of much greater magnitude than instrumental errors. In the first survey, restricted to the most active area, a six rotor UAV was used, with a maximum take-off mass of 4 kg, which carried a 20 Mpixel APS-C camera. 243 high resolution images were captured and 27 GCPs (Ground Control Point) were surveyed with a GNSS RTK reciever. In the second survey a DJI Phantom 4 Pro UAV was used, carrying a 20 Mpixel 1&amp;#8220; sensor camera. 978 high resolution images were captured and 40 GCPs (Ground Control Point) were surveyed with a GNSS RTK reciever. Data were analyzed using Agisoft Metashape Professional to produce an orthophoto and a DSM (Digital Surface Model) with a ground resolution of 0.02 m and 0.04 m respectively. The DSMs were compared in ArcGIS to calculate the moving masses and highlight the areas of greatest instability. It emerged that approximately 10,000 cubic meters of landslide material were transported to the Arzino stream below, with verified displacements on the control point ranging from meters to centimeters. This work made it possible to accurately define the most active portion of the landslide.&lt;/p&gt;


GEOMATIKA ◽  
2018 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 99
Author(s):  
Danang Budi Susetyo ◽  
Herjuno Gularso

Banyak tantangan yang harus dihadapi ketika melaksanakan survei <br />Ground Control Point (GCP). Salah satu upaya meminimalisir jumlah titik kontrol adalah melakukan pengukuran posisi dan orientasi foto udara tanpa GCP, atau disebut direct georeferencing . Penelitian ini menguji metode direct georeferenci ng terhadap data yang ada di Indonesia, sehingga nantinya dapat mengurangi jumlah penggunaan GCP. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto udara Palu yang diakuisisi dengan kamera RCD30, parameter Exterior Orientation (EO), dan titik Independen t Check Point (ICP). Jumlah ICP yang digunakan sebanyak 8 titik. Pengukuran langsung posisi dan orientasi sensor kamera kemudian dilakukan dengan data-data tersebut tanpa menggunakan GCP. Analisis dilakukan dari dua aspek, yaitu ketelitian hasil foto udara dan perbandingan nilai X, Y, Z antar model. Hasil statistik perataan menunjukkan nilai sigma naught = 2,7 mikron, sehingga masih masuk dalam toleransi 1 piksel. Hasil uji akurasi menunjukkan nilai 1,9 m untuk ketelitian horizontal (CE90) dan 3,6 m untuk ketelitian vertikal (LE90), sehingga ketelitian horizontal masuk pada skala 1:5.000 kelas 3 atau skala 1:10.000 kelas 1, dan ketelitian vertikal masuk pada skala 1:10.000 kelas 3 atau skala 1:25.000 kelas 1. Dilihat dari sisi konsistensi antar model stereo, rata-rata perbedaan koordinat dan elevasi pada setiap model stereo berada di bawah 0,5 m, di mana rata-rata ΔX = 0,1173 m, ΔY = 0,2167 m, dan ΔZ = 0,2793 m. Artinya, meski penggunaan metode direct georeferencing dapat mengurangi akurasi absolut, namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap konsistensi antar model stereonya.


2021 ◽  
pp. 707
Author(s):  
Herjuno Gularso ◽  
Andri Daniel Parapat ◽  
Teguh Sulistian ◽  
Alfian Adi Atmaja

Garis pantai merujuk Undang-undang No 4 tahun 2011 pasal 13 merupakan garis pertemuan antara daratan dengan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pembentukan garis pantai membutuhkan data Digital Elevation Model (DEM) diwilayah pesisir dengan resolusi dan ketelitian tinggi, sementara teknologi foto udara memiliki kemampuan dalam hal ekstraksi point ketinggian (point cloud) dari titik sekutu antar foto udara yang bertampalan dan juga memiliki kelebihan menghemat waktu pekerjaan dan biaya jika dibandingkan dengan pengukuran terestris. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hasil pembentukan DEM dari data foto udara yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan garis pantai di pantai Ujong Batee Aceh. Proses pengumpulan data menggunaan wahana Multi rotor DJI Mavic Pro. Jumlah titik Ground Control Point (GCP) adalah 10 titik yang tersebar secara merata untuk seluruh area yang dipetakan. Hasil Ground Sample Distance adalah 1,97 cm/pixel dengan cakupan area yaitu 16,8 hektar. Hasil uji akurasi vertikal DEM menggunakan 167 Independent Check Point (ICP) adalah sebesar 0,863 m, dapat disimpulkan bahwa data foto udara kamera non-metrik dalam penelitian ini memenuhi ketelitian vertikal peta RBI pada skala 1:5.000 kelas I (SNI Ketelitian peta dasar 8202:2019). Pembentukan garis pantai menggunakan DEM dari foto udara yang sudah dikoreksi menggunakan model pasut BIG sehingga datum vertikal dari DEM adalah muka air rata- rata. Garis pantai yang terbentuk pada lokasi penelitian hanya garis pantai pasang tertinggi dan muka air laut rata-rata. Pemotretan udara untuk mendapatkan DEM diwilayah pesisir sebaiknya dilakukan pada saat air surut untuk memperoleh garis pantai air muka laut rata-rata dan pasang tertinggi.


2019 ◽  
Vol 11 (6) ◽  
pp. 692 ◽  
Author(s):  
Hossein Rizeei ◽  
Biswajeet Pradhan

Orthorectification is an important step in generating accurate land use/land cover (LULC) from satellite imagery, particularly in urban areas with high-rise buildings. Such buildings generally appear as oblique shapes on very-high-resolution (VHR) satellite images, which reflect a bigger area of coverage than the real built-up area on LULC mapping. This drawback can cause not only uncertainties in urban mapping and LULC classification, but can also result in inaccurate urban change detection. Overestimating volume or area of high-rise buildings has a negative impact on computing the exact amount of environmental heat and emission. Hence, in this study, we propose a method of orthorectfiying VHR WorldView-3 images by integrating light detection and ranging (LiDAR) data to overcome the aforementioned problems. A 3D rational polynomial coefficient (RPC) model was proposed with respect to high-accuracy ground control points collected from the LiDAR data derived from the digital surface model. Multiple probabilities for generating an orthrorectified image from WV-3 were assessed using 3D RCP model to achieve the optimal combination technique, with low vertical and horizontal errors. Ground control point (GCPs) collection is sensitive to variation in number and data collection pattern. These steps are important in orthorectification because they can cause the morbidity of a standard equation, thereby interrupting the stability of 3D RCP model by reducing the accuracy of the orthorectified image. Hence, we assessed the maximum possible scenarios of resampling and ground control point collection techniques to bridge the gap. Results show that the 3D RCP model accurately orthorectifies the VHR satellite image if 20 to 100 GCPs were collected by convenience pattern. In addition, cubic conventional resampling algorithm improved the precision and smoothness of the orthorectified image. According to the root mean square error, the proposed combination technique enhanced the vertical and horizontal accuracies of the geo-positioning process to up to 0.8 and 1.8 m, respectively. Such accuracy is considered very high in orthorectification. The proposed technique is easy to use and can be replicated for other VHR satellite and aerial photos.


2020 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 71-84
Author(s):  
Adhyta Harfan ◽  
Dipo Yudhatama ◽  
Imam Bachrodin

Metode Fotogrametri telah banyak digunakan dalam survei dan pemetaan. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, metode fotogrametri saat ini berbasiskan pesawat tanpa awak atau yang lebih dikenal dengan UAV (Unmanned Aerial Vehicle). Kelebihan metode fotogrametri berbasiskan UAV untuk pengukuran garis pantai adalah memiliki resolusi spasial yang sangat tinggi dan dapat menjagkau daerah-daerah yang sulit dan berbahaya. Di samping itu juga dapat memberikan data foto udara terkini dengan sekala detail. Dalam penelitian ini membandingkan ketelitian horisontal antara hasil pengukuran garis pantai menggunakan metode fotogrametri berbasiskan UAV secara rektifikasi dengan GCP (Ground Control Point) maupun secara PPK (Post Processed Kinematic) dengan pengukuran garis pantai metode GNSS RTK (Real Time Kinematic). Hasil perhitungan ketelitian horisontal mengacu pada standar publikasi IHO S-44 tentang pengukuran garis pantai. Pemotretan dilakukan dengan ketinggian terbang 180 m, dengan tampalan depan dan samping 80%. Hasil perhitungan ketelitian horisontal foto udara terektifikasi 5 GCP, foto udara PPK dan foto udara PPK terektifikasi 1 GCP terhadap pengukuran garis pantai dengan metode GNSS RTK diperoleh nilai standar deviasi (σ) dan 95% selang kepercayaan (CI95%) masing-masing sebagai berikut: σ5gcp=10,989 cm dengan CI95% 16.8 cm < μ < 21.2 cm , σppk=26,066 cm dengan CI95% 26.5 cm < μ < 37 cm dan σppk1gcp=10,378 cm dengan CI95% 15.6 cm < μ < 19.8 cm. Kemudian terdapat 10 objek tematik berdasarkan Peta Laut Nomor 1 yang dapat diinterpretasi pada hasil orthomosaic foto udara.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document