ground control point
Recently Published Documents


TOTAL DOCUMENTS

63
(FIVE YEARS 23)

H-INDEX

6
(FIVE YEARS 3)

2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 39-47
Author(s):  
Anisa Miftakhul Jannah ◽  
Ali Rahmat ◽  
Winih Sekaringtyas Ramadhani ◽  
Novia Fitri Istiawati

Sukarame merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung dengan kepadatan penduduk yang tergolong tinggi. Secara administrasi pada tahun 2020, di wilayah Kecamatan Sukarame terdapat 6 kelurahan, 118 RT dan 12 lingkungan berdasarkan data dari kantor Kecamatan Sukarame. Jumlah penduduk di Kecamatan Sukarame yaitu, 66.124 jiwa. Kebutuhan akan tempat tinggal akan meningkat setiap tahunnya, namun tidak dibarengi dengan lahan pemukiman yang tersedia. Terbatasnya lahan pemukiman mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Saat ini teknologi penginderaan jauh sudah semakin canggih, sehingga dapat mendeteksi sebaran vegetasi pada suatu wilayah, pola sebaran vegetasi, kerapatan vegetasi serta luas vegetasi. Indeks vegetasi digunakan untuk menggambarkan intensitas tanaman pada suatu wilayah pada citra. Indeks vegetasi yang banyak digunakan adalah NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Jumlah Ground Control Point (GCP) yang digunakan sebanyak 30 titik dengan rincian masing-masing 10 titik wilayah lahan terbuka dengan titik berwarna merah, vegetasi rendah dengan titik berwarna kuning dan vegetasi sedang dengan titik berwarna hijau. Pada tahun 2000 lahan yang memiliki vegetasi masih cukup banyak, namun pada tahun 2020 akibat meningkatnya lahan terbuka menyebabkan berkurangnya jumlah vegetasi. Untuk hasil yang didapat dari groundcek, terdapat beberapa lokasi yang kurang akurat sehingga tingkat keakuratan lokasi pada peta tutupan lahan tahun 2020 sebesar 93,3%.


2021 ◽  
Vol 2 (9) ◽  
pp. 1663-1681
Author(s):  
Dio Mega Putri ◽  
Ahmad Perwira Mulia

Salah satu fungsi manajemen zona pantai adalah untuk menjaga kestabilan pantai sehingga sangat memerlukan data monitoring zona pantai. Namun, data monitoring dan penelitian tentang kondisi zona pantai dan perubahan garis pantai masih sedikit. Pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan pekerjaan survei dan pemetaan zona pantai kini dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan menggunakan teknologi UAV. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi zona pantai berdasarkan ortofoto yang diambil oleh UAV yang dikontrol dengan menggunakan GPS Geodetik di lapangan dan menguraikan tahapan pembentukan fotogrametri dengan UAV hingga menghasilkan gambar ortofoto yang terkoreksi. Metodologi yang diterapkan dalam penelitian ini terdiri dari prasurvei, survei lapangan dan pasca survei. Tahapan awal penelitian meliputi persiapan teknis dan non teknis, pengamatan area survey dan melakukan studi referensi. Tahapan survei lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data primer berupa hasil pengukuran Ground Control Point (GCP) dan pengambilan mosaik foto udara menggunakan UAV/Drone, mengambil foto dokumentasi lapangan, serta memenuhi kebutuhan survei lainnya. Tahapan pasca survei merupakan kegiatan pengolahan data foto udara serta pengolahan foto dokumentasi. Nilai ketentuan ketelitian geometri berdasarkan kelas (CE90 dan LE90) termasuk ke dalam kelas 1. Berdasarkan hasil perhitungan selisih jarak beberapa objek di foto pada komputer dan jarak sebenarnya di lapangan, diperoleh rata-rata persentase akurasi sebesar 97%. Hal tersebut menandakan bahwa pengukuran menggunakan UAV memiliki akurasi yang tinggi. UAV merupakan alat yang ideal untuk survei dan pemetaan zona pantai serta masalah pantai lainnya.


2021 ◽  
pp. 707
Author(s):  
Herjuno Gularso ◽  
Andri Daniel Parapat ◽  
Teguh Sulistian ◽  
Alfian Adi Atmaja

Garis pantai merujuk Undang-undang No 4 tahun 2011 pasal 13 merupakan garis pertemuan antara daratan dengan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pembentukan garis pantai membutuhkan data Digital Elevation Model (DEM) diwilayah pesisir dengan resolusi dan ketelitian tinggi, sementara teknologi foto udara memiliki kemampuan dalam hal ekstraksi point ketinggian (point cloud) dari titik sekutu antar foto udara yang bertampalan dan juga memiliki kelebihan menghemat waktu pekerjaan dan biaya jika dibandingkan dengan pengukuran terestris. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hasil pembentukan DEM dari data foto udara yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan garis pantai di pantai Ujong Batee Aceh. Proses pengumpulan data menggunaan wahana Multi rotor DJI Mavic Pro. Jumlah titik Ground Control Point (GCP) adalah 10 titik yang tersebar secara merata untuk seluruh area yang dipetakan. Hasil Ground Sample Distance adalah 1,97 cm/pixel dengan cakupan area yaitu 16,8 hektar. Hasil uji akurasi vertikal DEM menggunakan 167 Independent Check Point (ICP) adalah sebesar 0,863 m, dapat disimpulkan bahwa data foto udara kamera non-metrik dalam penelitian ini memenuhi ketelitian vertikal peta RBI pada skala 1:5.000 kelas I (SNI Ketelitian peta dasar 8202:2019). Pembentukan garis pantai menggunakan DEM dari foto udara yang sudah dikoreksi menggunakan model pasut BIG sehingga datum vertikal dari DEM adalah muka air rata- rata. Garis pantai yang terbentuk pada lokasi penelitian hanya garis pantai pasang tertinggi dan muka air laut rata-rata. Pemotretan udara untuk mendapatkan DEM diwilayah pesisir sebaiknya dilakukan pada saat air surut untuk memperoleh garis pantai air muka laut rata-rata dan pasang tertinggi.


2020 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 71-84
Author(s):  
Adhyta Harfan ◽  
Dipo Yudhatama ◽  
Imam Bachrodin

Metode Fotogrametri telah banyak digunakan dalam survei dan pemetaan. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, metode fotogrametri saat ini berbasiskan pesawat tanpa awak atau yang lebih dikenal dengan UAV (Unmanned Aerial Vehicle). Kelebihan metode fotogrametri berbasiskan UAV untuk pengukuran garis pantai adalah memiliki resolusi spasial yang sangat tinggi dan dapat menjagkau daerah-daerah yang sulit dan berbahaya. Di samping itu juga dapat memberikan data foto udara terkini dengan sekala detail. Dalam penelitian ini membandingkan ketelitian horisontal antara hasil pengukuran garis pantai menggunakan metode fotogrametri berbasiskan UAV secara rektifikasi dengan GCP (Ground Control Point) maupun secara PPK (Post Processed Kinematic) dengan pengukuran garis pantai metode GNSS RTK (Real Time Kinematic). Hasil perhitungan ketelitian horisontal mengacu pada standar publikasi IHO S-44 tentang pengukuran garis pantai. Pemotretan dilakukan dengan ketinggian terbang 180 m, dengan tampalan depan dan samping 80%. Hasil perhitungan ketelitian horisontal foto udara terektifikasi 5 GCP, foto udara PPK dan foto udara PPK terektifikasi 1 GCP terhadap pengukuran garis pantai dengan metode GNSS RTK diperoleh nilai standar deviasi (σ) dan 95% selang kepercayaan (CI95%) masing-masing sebagai berikut: σ5gcp=10,989 cm dengan CI95% 16.8 cm < μ < 21.2 cm , σppk=26,066 cm dengan CI95% 26.5 cm < μ < 37 cm dan σppk1gcp=10,378 cm dengan CI95% 15.6 cm < μ < 19.8 cm. Kemudian terdapat 10 objek tematik berdasarkan Peta Laut Nomor 1 yang dapat diinterpretasi pada hasil orthomosaic foto udara.


2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 191-200
Author(s):  
Ryan Nugraha ◽  
Sigit Putrasakti

ABSTRAKTeknik pengambilan foto udara yang saat ini sedang berkembang, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV), khususnya drone merupakan salah satu teknologi yang sangat efektif dan efisien dalam melakukan kegiatan mapping (pemetaan). Kegiatan mapping menggunakan drone ini juga tidak luput dari industri pertambangan, khususnya tambang batu bara yang saat ini mulai popular menggunakan salah satu teknologi yang modern ini. Salah satu jenis UAV yang digunakan PT Arutmin Indonesia adalah drone quadcotper DJI Phantom 4 RTK yang berbasis base GPS metode Real Time Kinematic (RTK). Kegiatan mapping menggunakan drone diperlukan beberapa titik ikat atau kontrol di permukaan tanah yang disebar di area mapping yang dikenal dengan Ground Control Point (GCP). GCP berfungsi sebagai titik ikat atau kontrol di permukaan tanah. Sebaiknya GCP disebar merata di permukaan tanah area mapping yang areanya bebas dari obstacles, dan tidak mengganggu kegiatan penambangan agar hasil dari pengolahan data diharapkan menghasilkan data orthophoto dan kontur topografi yang presisi dan akurat. Kegiatan mapping yang dilakukan PT Arutmin Indonesia ini dilakukan di area in pit dump dengan sebaran enam data GCP yang disebar di ujung-ujung dan tengah batasan area mapping. GCP yang tidak di sebar merata di area mapping akan menghasilkan data orthophoto dan kontur topografi yang tidak presisi dan akurat. Ini disebabkan adanya area mapping yang tidak terikat/terkontrol oleh GCP. Area mapping yang tidak tercover GCP, dominan orthophoto yang dihasilkan tidak sesuai dengan aktual kondisi in pit dump. Orthophoto in pit dump ini, keadaan bench dump akan terlihat tidak lurus atau terpisah atau tidak menyambung karena posisi horizontal yang dihasilkan tidak presisi dan akurat. Begitu juga dengan data topografi, apabila area mapping tidak tercover GCP, akan menimbulkan variance +/- 5-10 m pada posisi horizontal (easting dan northing) dan 3-5 m pada posisi vertical (elevation). Dengan demikian data GCP yang disebar merata di area mapping merupakan salah satu parameter untuk menghasilkan data orthophoto dan kontur yang presisi dan akurat. GCP yang disebar merata di area mapping akan memberikan pengaruh terhadap ketelitian rektifikasi yang ditunjukkan melalui nilai Root Mean Square Error (RMSE) ketelitian jarak dan posisi (koordinat). Kata Kunci: GCP, mapping, in pit dump, rektifikasi   ABSTRACT The technique of taking aerial photographs is currently developing, it is undeniable that the technology of Unmanned Aerial Vehicle (UAV), especially drones, is one of the technologies that is very effective and efficient in conducting mapping activities. Mapping activities using drones are also not spared from the mining industry, especially coal mining which is currently gaining popularity using one of these modern technologies. One type of UAV used by PT Arutmin Indonesia is the DJI Phantom 4 RTK quadcotper drone based on the GPS Real Time Kinematic (RTK) method. Mapping activities using drones require a number of grounding points or controls that are spread out in a mapping area known as a Ground Control Point (GCP). GC Work as a bonding point or control at ground level. GCP should be distributed evenly on unobstructed mapping surface, and there is no mining activity so that the results of data processing are expected to produce precise and accurate orthophoto and topographic contour data. The mapping activity carried out by PT Arutmin Indonesia was carried out in an area in the pit dump with the distribution of six GCP data distributed at the edges and the mapping of the middle area. GCP that is not spread evenly in the mapping area will produce orthophoto data and topographic contours that are not precise and accurate. This represents the existence of an area mapping that is not approved / controlled by GCP. Mapping the area that is not covered by GCP, the dominant orthophoto produced is not in accordance with the actual conditions in the pit dump. Orthophoto in this pit dump, the state of the dump bench will look not straight or separate or not connect because the resulting horizontal position is not precise and accurate. Likewise with topographic data, mapping the rejected area is not covered by GCP, will cause variance +/- 5-10 m in the horizontal position (east and north) and 3-5 m vertical position (elevation). Thus GCP data distributed evenly in the mapping area is one of the parameters to produce precise and accurate orthophoto and contour data. GCP that is spread evenly in the mapping area will give effect to the accuracy of rectification studied through the value of Root Mean Square Error (RMSE) accuracy of distance and position (coordinates). Keywords: GCP, mapping, in pit dump, rectification


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document