scholarly journals Hubungan Enterobiasis dengan Status Gizi pada Anak di Dua Panti Asuhan Pekanbaru

2017 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Esy Maryanti ◽  
Desy Wahyuni ◽  
Yanti Ernalia ◽  
Lilly Haslinda ◽  
Suri Dwi Lesmana

Penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Enterobius vermicularis dapat menyebabkan enterobiasis yang sering terjadi pada anak. Biasanya mengenai anak di lingkungan tempat tinggal yang padat dan kebersihan yang kurang terjaga. Enterobiasis pada anak akan mempengaruhi status gizi sehingga akan mengganggu tumbuh kembang. Panti asuhan merupakan salah satu tempat yang tinggi risiko penularannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian enterobiasis dan hubungannya dengan status gizi pada anak di dua Panti Asuhan Pekanbaru. Pemeriksaan enterobiasis dilakukan dengan metode anal swab, dan status gizi ditentukan dengan rumus IMT/U menggunakan software Antroplus dari WHO. Sebanyak 66 anak yang diperiksa didapatkan 45,5% menderita enterobiasis. Sebagian besar (83,3%) anak mempunyai status gizi normal. Berdasarkan uji statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara enterobiasis dengan status gizi (p>0,05). Diduga banyak faktor yang mempengaruhi kejadian enterobiasis seperti prilaku higiene, sanitasi dan keadaan tempat tinggal yang meningkatkan risiko penularan khususnya pada anak yang tinggal berkelompok secara bersama seperti di panti asuhan.

1973 ◽  
Vol 7 (4) ◽  
pp. 237-241 ◽  
Author(s):  
Dirceu Wagner Carvalho de Souza ◽  
Maria Suzana de Lemos Souza ◽  
Jayme Neves

O mebendazole (R 17635) foi testado no tratamento de pacientes, de ambos os sexos, portadores de helmintíases mistas; o grupo selecionado situava-se na faixa etária de 4 a 14 anos, constituindo-se de 140 pacientes necessariamente residentes em comunidades restritas. Cerca de 70% dos pacientes estavam infetados por pelo menos 3 helmintos (os demais pela associação de dois), dentre ancilostomídeos, Ascaris lumbricoides, Enterobius vermicularis, Taenia sp e Trichuris trichiura. O mebendazóle (R 17635) foi administrado em comprimidos de 100 mg, um 30 minutos antes do desjejum e outro 3 horas após o jantar, por 3 dias consecutivos, independentemente do peso corporal. Não foram observadas quaisquer evidências de reações indesejáveis imediatas ou tardias, que pudessem ser atribuídas à droga. O controle de cura foi efetuado mediante as técnicas de Willis e de Hoffman-Pons & Janer, em exames coprológicos realizados 7, 14 e 21 dias contados a partir do último dia do tratamento; nos portadores de teníase e oxiuríase procedeu-se, também, ao método do "anal-swab" durante 7 dias consecutivos, a partir do sétimo dia após o tratamento. Percentual de 100% de cura foi registrado para oxiuríase, tendo sido de 98% na ascaridíase e na triquiuríase e de 94.5% na ancilostomíase. De 9 pacientes com teníase, 8 apresentaram negativação dos exames; entretanto, os Autores insistem na necessidade de maiores estudos a este respeito, quanto aos aspectos técnico e estatístico. Não obstante, consideram demonstrada a real eficácia do mebendazole (R 17635) como droga anti-helmíntica polivalente.


2017 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Esy Maryanti ◽  
Desy Wahyuni ◽  
Yanti Ernalia ◽  
Lilly Haslinda ◽  
Suri Dwi Lesmana

Penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Enterobius vermicularis dapat menyebabkan enterobiasis yang sering terjadi pada anak. Biasanya mengenai anak di lingkungan tempat tinggal yang padat dan kebersihan yang kurang terjaga. Enterobiasis pada anak akan mempengaruhi status gizi sehingga akan mengganggu tumbuh kembang. Panti asuhan merupakan salah satu tempat yang tinggi risiko penularannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian enterobiasis dan hubungannya dengan status gizi pada anak di dua Panti Asuhan Pekanbaru. Pemeriksaan enterobiasis dilakukan dengan metode anal swab, dan status gizi ditentukan dengan rumus IMT/U menggunakan software Antroplus dari WHO. Sebanyak 66 anak yang diperiksa didapatkan 45,5% menderita enterobiasis. Sebagian besar (83,3%) anak mempunyai status gizi normal. Berdasarkan uji statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara enterobiasis dengan status gizi (p>0,05). Diduga banyak faktor yang mempengaruhi kejadian enterobiasis seperti prilaku higiene, sanitasi dan keadaan tempat tinggal yang meningkatkan risiko penularan khususnya pada anak yang tinggal berkelompok secara bersama seperti di panti asuhan.


Author(s):  
Salbiah Salbiah

Enterobius vermicularis adalah Nematoda usus yang sering dijumpai pada anak-anak, penyakitnya disebut Enterobiasis. Penularannya dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama. Keadaan higiene perorangan yang kurang akan meningkatkan prevalensi infeksi kecacingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Higiene Tangan Dan Kuku dan Infeksi Enterobiasis Pada Siswa SDN 060818 Jalan M. Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota. Metode yang digunakan adalah Metode survey deskriptif dengantekhnik anal swab. Populasi penelitian adalah sebanyak 125 siswa. Sampel penelitian berdasarkan rumus sebanyak 40 siswa. Pengumpulan data diambil dari kuesioner dan pemeriksaan swab. Pengolahan data dilakukan secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Hasil wawancara melalui kuesioner ditemukan 21 siswa (52,5%) yang higiene perorangannya dalam kategori baik dan 19 siswa (47,5%) yang higiene perorangannya buruk. Pemeriksaan telur cacing atau cacing dilaboratorium didapatkan sebanyak 16 siswa (40%) yang positif terinfeksi Enterobius Vermicularis dan 24 siswa (60%) yang negatif. Berdasarkan jenis kelamin siswa, siswa laki-laki yang terinfeksiyaitu sebanyak 11 siswa (27,5%), dan siswa perempuan sebanyak 5 siswa (12,5%) yang terinfeksi Enterobius vermicularis. Berdasarkan kelas yang positif terinfeksi E.Vermicularis, kelas I 4 siswa (10%), kelas II 6 siswa (15%), kelas III 2 siswa (5%), kelas IV 3 siswa (7,5%), kelas V 1 siswa (2,5%)..


1976 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 109 ◽  
Author(s):  
Seung Yull Cho ◽  
Shin Yong Kang ◽  
Yong Suk Ryang ◽  
Byong Seol Seo

2017 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Esy Maryanti ◽  
Desy Wahyuni ◽  
Yanti Ernalia ◽  
Lilly Haslinda ◽  
Suri Dwi Lesmana

Penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Enterobius vermicularis dapat menyebabkan enterobiasis yang sering terjadi pada anak. Biasanya mengenai anak di lingkungan tempat tinggal yang padat dan kebersihan yang kurang terjaga. Enterobiasis pada anak akan mempengaruhi status gizi sehingga akan mengganggu tumbuh kembang. Panti asuhan merupakan salah satu tempat yang tinggi risiko penularannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian enterobiasis dan hubungannya dengan status gizi pada anak di dua Panti Asuhan Pekanbaru. Pemeriksaan enterobiasis dilakukan dengan metode anal swab, dan status gizi ditentukan dengan rumus IMT/U menggunakan software Antroplus dari WHO. Sebanyak 66 anak yang diperiksa didapatkan 45,5% menderita enterobiasis. Sebagian besar (83,3%) anak mempunyai status gizi normal. Berdasarkan uji statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara enterobiasis dengan status gizi (p>0,05). Diduga banyak faktor yang mempengaruhi kejadian enterobiasis seperti prilaku higiene, sanitasi dan keadaan tempat tinggal yang meningkatkan risiko penularan khususnya pada anak yang tinggal berkelompok secara bersama seperti di panti asuhan.


2019 ◽  
Vol 27 (2) ◽  
pp. 084-089
Author(s):  
Rika Ferlianti ◽  
Elita Donanti ◽  
Ambar Hardjanti

Oxyuriasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Oxyuriasis vermicularis atau Enterobius vermicularis (cacing kremi). Kelembaban udara yang tinggi, dan sanitasi yang masih kurang baik di Indonesia merupakan faktor yang dapat berperan dalam perkembangan dan transmisi dari cacing kremi. Oxyuriasis terjadi pada semua usia, tetapi usia terbanyak terjadi pada anak-anak. Penelitian dilakukan di Kelurahan Tanah Tinggi, Johar baru, Jakarta Pusat karena termasuk daerah yang padat penduduk.Untuk mengetahui keakuratan pemeriksaan anal swab berulang (tiga hari berturut-turut) dibandingkan pemeriksaan anal swab satu kali dalam menegakkan diagnosis oxyuriasis.Jenis Penelitian ini adalah eksperimental yang menggunakan data primer melalui pemeriksaan anal swab yang dilakukan dengan metode pita plastik perekat (cellophane tape) pada 45 anak dengan rentang usia 5-10 tahun dari 3 RW yang berbeda (RW 07, RW 08, dan RW 12) di Kelurahan Tanah Tinggi.Dari 45 anak yang ikut penelitian (anak laki-laki 23 orang dan anak perempuan 22 orang) didapatkan 73,3% termasuk dalam kategori usia muda/prasekolah (5-6 tahun) dan 26,7% pada anak usia sekolah (7–10 tahun). Ada peningkatan keakuratan pada pemeriksaan anal swab berulang (tiga hari berturut-turut) dibandingkan dengan satu kali pemeriksaan. Prevalensi yang didapat adalah 4,44% untuk metode anal swab berulang, sedangkan metode satu kali adalah 2,22%. Pemeriksaan anal swab berulang (tiga hari berturut-turut) lebih akurat dibandingkan pemeriksaan anal swab satu kali dalam menegakkan diagnosis oxyuriasis.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
Author(s):  
Faisal Heri ◽  
A. A. Depari ◽  
Merina Panggabean

Helminthiasis is a disease caused by parasites in the form of worms, one of which is the type of soil-transmitted helminth (STH),  A. lumbricoides, T. trichiura, N. americanus, and A. duodenale which infect humans through soil transmission. Enterobius vermicularis is the most common intestinal parasite in the whole world. Worms that live in the human intestine can cause malnutrition and anemic. This study aims to determine the relationship STH and Enterobius vermicularis infection with anemic of students in several elementary schools in Aceh Besar regency, Aceh province. This study was an analytical study using a cross-sectional study design conducted from May to November 2015. The sample consisted of the total sampling of 736 elementary school students, as well as using the inquiry method of Kato with stool specimens, cellophane tape anal swab, and hemoglobin. The correspondents who suffered from anemia and STH type helminthiasis, namely ancylostomiasis 7/7 students (100%, p=0.000); trichuriasis 30/58 students (51.7%, p=0.000) and 28 students not anemic (48.3%); and ascariasis 13/22 students (59.9%, p=0.002) and 9 students not anemic (41.1%). In enterobiasis infection, anemic students were 46/146 students (31.5%) and nonanemic students were 100 students (68.5%, p=0.634). In conclusion, all STH types related to the anemic status of the correspondent, and no correlation between anemic and infection of enterobiasis. HUBUNGAN INFEKSI SOIL-TRANSMITTED HELMINTH DAN ENTEROBIUS VERMICULARIS DENGAN ANEMIA PADA SISWA DI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEHKecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing, salah satunya jenis soil-transmitted helminth (STH), yaitu A. lumbricoides, T. trichiura, N. americanus, dan A. duodenale yang menginfeksi manusia melalui transmisi tanah. Enterobius vermicularis adalah parasit usus yang paling umum di seluruh dunia. Cacing yang hidup di usus manusia ini dapat menyebabkan kurang gizi dan anemia. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan infeksi STH dan Enterobius vermicularis dengan anemia pada siswa sekolah dasar di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian analitik menggunakan rancangan cross-sectional study yang dilaksanakan dari bulan Mei sampai November 2015. Sampel berupa total sampling 736 siswa sekolah dasar, serta menggunakan metode pemeriksaan Kato dengan spesimen feses, cellophane tape anal swab, dan hemoglobin. Koresponden yang menderita anemia dan kecacingan jenis STH, yaitu ancylostomiasis 7/7 siswa (100%, p=0,000); trichuriasis 30/58 siswa (51,7%; p=0,000) dan 28 siswa tidak anemia (48,3%); serta askariasis 13/22 siswa (59,9%; p=0,002) dan 9 siswa tidak anemia (41,1%). Pada infeksi enterobiasis, siswa yang anemia adalah 46/146 siswa (31,5%) dan tidak anemia 100 siswa (68,5%; p=0,634). Simpulan, semua kecacingan jenis STH berhubungan erat dengan status anemia pada koresponden, serta tidak terdapat hubungan antara anemia dan infeksi enterobiasis.


1970 ◽  
Vol 4 (6) ◽  
pp. 379-385
Author(s):  
Lino Dias Rodrigues ◽  
Italo Martirani

Os autores apresentam estudo de 90 pacientes medicados pelo Pamoato de Pirantel (Trans-1,4,5,6-Tetraidro-1-metil-1-2/2- (2-Tienil) vinil/pirimidina). todos portadores de parasitoses intestinais, principalmente Ascaris lumbricoides e Enterobius vermicularis. Os pacientes foram divididos em dois grupos; o primeiro, constituído de 25 pacientes, recebeu a dosagem de 5mg/kg, dose única, numa só tomada e neste grupo apenas se estudou a atividade terapêutica na ascaridiase e enterobiase. No segundo grupo, de 65 pacientes, empregou-se a dose única de 10mg/kg numa só tomada e foi estudada, além da ação terapêutica na ascaridiase e enterobiase, possível atividade também sôbre outras helmintiases. Todos os pacientes após a medicação eram submetidos a 3 exames proctoparasitoscópicos de controle (no 7º, 15º, e 30º dia) e nos casos prèviamente positivos para Enterobius vermicularis também se fêz controle no 7º e 15º dia pelo "Anal-swab". Comprovaram os autores no primeiro grupo, cura proctoparasitológica de 13 dos 18 casos de ascaridiase (72,2%); na enterobiase obtiveram cura de 61,5%, e na associação Ascaris-Enterobius obtiveram cura de 50,0% de ambos os parasitas, não havendo, entretanto, nenhum caso de falha total nos casos restantes. No segundo grupo, os resultados que obtiveram foram os seguintes: ascaridiase, 50 casos; curados, 40 (80,0%). Enterobiase, 22 casos; curados, 16 (72,7%). Necaturiase, 8 casos; curados, 5 (17,8%). Tricuríase, 41 casos; curados, 5 (12,1%). Estrongiloidiase, 5 casos; curado, 1 caso (20,0%). Associação Enterobius-Ascaris, 14 casos; cura total de ambos os parasitas em 10 casos (71,4%); 4 casos com cura parcial de um ou do outro parasita, não havendo falha total em nenhum caso. Empregaram comprimidos contendo 100 e 300mg da substância ativa, e forma liquida contendo 10mg da substância ativa por cm³. Efeitos colaterais reduzidos em número e em intensidade; o primeiro grupo 12,0% dos casos (epigastralgia, tonturas e diarréia); no segundo grupo 23,07% dos casos (predominando epigastralgia, tonturas, cefaléia, dôres abdominais difusas e diarréia). Os autores concluem indicando ser o Pamoato de Pirantel droga muito eficaz no tratamento da ascaridiase e enterobiase, inclusive na associação destas duas parasitoses. A droga apresenta efeitos colaterais discretos e é de fácil ministração (pequeno número de comprimidos, dose única e forma líquida de sabor muito agradável). Indicam como eleita a dosagem de 10mg/kg, que sem alterar significativamente a intensidade e incidência dos efeitos colaterais, apresenta maior atividade terapêutica na ascaridiase, enterobiase e na associação dessas duas parasitoses.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document