scholarly journals Pemeriksaan Anal Swab Berulang untuk Meningkatkan Keakuratan Diagnosis Oxyuris vermicularis pada Anak-anak Di Kelurahan Tanah Tinggi, Johar Baru

2019 ◽  
Vol 27 (2) ◽  
pp. 084-089
Author(s):  
Rika Ferlianti ◽  
Elita Donanti ◽  
Ambar Hardjanti

Oxyuriasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Oxyuriasis vermicularis atau Enterobius vermicularis (cacing kremi). Kelembaban udara yang tinggi, dan sanitasi yang masih kurang baik di Indonesia merupakan faktor yang dapat berperan dalam perkembangan dan transmisi dari cacing kremi. Oxyuriasis terjadi pada semua usia, tetapi usia terbanyak terjadi pada anak-anak. Penelitian dilakukan di Kelurahan Tanah Tinggi, Johar baru, Jakarta Pusat karena termasuk daerah yang padat penduduk.Untuk mengetahui keakuratan pemeriksaan anal swab berulang (tiga hari berturut-turut) dibandingkan pemeriksaan anal swab satu kali dalam menegakkan diagnosis oxyuriasis.Jenis Penelitian ini adalah eksperimental yang menggunakan data primer melalui pemeriksaan anal swab yang dilakukan dengan metode pita plastik perekat (cellophane tape) pada 45 anak dengan rentang usia 5-10 tahun dari 3 RW yang berbeda (RW 07, RW 08, dan RW 12) di Kelurahan Tanah Tinggi.Dari 45 anak yang ikut penelitian (anak laki-laki 23 orang dan anak perempuan 22 orang) didapatkan 73,3% termasuk dalam kategori usia muda/prasekolah (5-6 tahun) dan 26,7% pada anak usia sekolah (7–10 tahun). Ada peningkatan keakuratan pada pemeriksaan anal swab berulang (tiga hari berturut-turut) dibandingkan dengan satu kali pemeriksaan. Prevalensi yang didapat adalah 4,44% untuk metode anal swab berulang, sedangkan metode satu kali adalah 2,22%. Pemeriksaan anal swab berulang (tiga hari berturut-turut) lebih akurat dibandingkan pemeriksaan anal swab satu kali dalam menegakkan diagnosis oxyuriasis.

2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
Author(s):  
Faisal Heri ◽  
A. A. Depari ◽  
Merina Panggabean

Helminthiasis is a disease caused by parasites in the form of worms, one of which is the type of soil-transmitted helminth (STH),  A. lumbricoides, T. trichiura, N. americanus, and A. duodenale which infect humans through soil transmission. Enterobius vermicularis is the most common intestinal parasite in the whole world. Worms that live in the human intestine can cause malnutrition and anemic. This study aims to determine the relationship STH and Enterobius vermicularis infection with anemic of students in several elementary schools in Aceh Besar regency, Aceh province. This study was an analytical study using a cross-sectional study design conducted from May to November 2015. The sample consisted of the total sampling of 736 elementary school students, as well as using the inquiry method of Kato with stool specimens, cellophane tape anal swab, and hemoglobin. The correspondents who suffered from anemia and STH type helminthiasis, namely ancylostomiasis 7/7 students (100%, p=0.000); trichuriasis 30/58 students (51.7%, p=0.000) and 28 students not anemic (48.3%); and ascariasis 13/22 students (59.9%, p=0.002) and 9 students not anemic (41.1%). In enterobiasis infection, anemic students were 46/146 students (31.5%) and nonanemic students were 100 students (68.5%, p=0.634). In conclusion, all STH types related to the anemic status of the correspondent, and no correlation between anemic and infection of enterobiasis. HUBUNGAN INFEKSI SOIL-TRANSMITTED HELMINTH DAN ENTEROBIUS VERMICULARIS DENGAN ANEMIA PADA SISWA DI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEHKecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing, salah satunya jenis soil-transmitted helminth (STH), yaitu A. lumbricoides, T. trichiura, N. americanus, dan A. duodenale yang menginfeksi manusia melalui transmisi tanah. Enterobius vermicularis adalah parasit usus yang paling umum di seluruh dunia. Cacing yang hidup di usus manusia ini dapat menyebabkan kurang gizi dan anemia. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan infeksi STH dan Enterobius vermicularis dengan anemia pada siswa sekolah dasar di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian analitik menggunakan rancangan cross-sectional study yang dilaksanakan dari bulan Mei sampai November 2015. Sampel berupa total sampling 736 siswa sekolah dasar, serta menggunakan metode pemeriksaan Kato dengan spesimen feses, cellophane tape anal swab, dan hemoglobin. Koresponden yang menderita anemia dan kecacingan jenis STH, yaitu ancylostomiasis 7/7 siswa (100%, p=0,000); trichuriasis 30/58 siswa (51,7%; p=0,000) dan 28 siswa tidak anemia (48,3%); serta askariasis 13/22 siswa (59,9%; p=0,002) dan 9 siswa tidak anemia (41,1%). Pada infeksi enterobiasis, siswa yang anemia adalah 46/146 siswa (31,5%) dan tidak anemia 100 siswa (68,5%; p=0,634). Simpulan, semua kecacingan jenis STH berhubungan erat dengan status anemia pada koresponden, serta tidak terdapat hubungan antara anemia dan infeksi enterobiasis.


2017 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Esy Maryanti ◽  
Desy Wahyuni ◽  
Yanti Ernalia ◽  
Lilly Haslinda ◽  
Suri Dwi Lesmana

Penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Enterobius vermicularis dapat menyebabkan enterobiasis yang sering terjadi pada anak. Biasanya mengenai anak di lingkungan tempat tinggal yang padat dan kebersihan yang kurang terjaga. Enterobiasis pada anak akan mempengaruhi status gizi sehingga akan mengganggu tumbuh kembang. Panti asuhan merupakan salah satu tempat yang tinggi risiko penularannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian enterobiasis dan hubungannya dengan status gizi pada anak di dua Panti Asuhan Pekanbaru. Pemeriksaan enterobiasis dilakukan dengan metode anal swab, dan status gizi ditentukan dengan rumus IMT/U menggunakan software Antroplus dari WHO. Sebanyak 66 anak yang diperiksa didapatkan 45,5% menderita enterobiasis. Sebagian besar (83,3%) anak mempunyai status gizi normal. Berdasarkan uji statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara enterobiasis dengan status gizi (p>0,05). Diduga banyak faktor yang mempengaruhi kejadian enterobiasis seperti prilaku higiene, sanitasi dan keadaan tempat tinggal yang meningkatkan risiko penularan khususnya pada anak yang tinggal berkelompok secara bersama seperti di panti asuhan.


2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
Author(s):  
Hiro Obaid

Pin worm is a nematode distributed worldwide. It infects all ages and sexes especially children, but the infection is still of a very little of concern. Different diagnostic methods were used for investigating Enterobius vermicularis  prevalence in 1020 patients (500 male and 520 female) in Kirkuk city. Stool samples were collected and proceeded for General Stool Examination (GSE).The overall incidence of  E. vermicularis  was 34.6 %. A rate of 5.3% was detected microscopically, 5.9% by swab method, 26% by cellophane tape and 41% macroscopically by detecting the larva and adult worm with naked eye. The worm was prevalent in all ages. High rate (27%) of infested person has been infected for 7-10 years.  Significantly strong relation had appeared between E. vermicularis  infection and appendicitis and fallopian tube obstruction. 49.5% of infected individuals had appendicitis and 27.4% had fallopian tube obstruction, a rate of 48.4% of tubular obstructed women were infertile.12.2% of E. vermicularis infected patients had Urinary Tract Infection (UTI). All  used anti-helminthic drugs were not effective against the infection. The conclusion is: high percentage of Kirkuk population is infected with E. vermicularis but most of these cases were not diagnosed. E. vermicularis infection can led to appendicitis or tubular obstruction especially in chronic cases. Therefore, parents are recommended to treat their children, especially females as soon as they recognize the infection, to preserve the future complications that might be caused by the worm as fallopian tube obstruction and infertility.     


1973 ◽  
Vol 7 (4) ◽  
pp. 237-241 ◽  
Author(s):  
Dirceu Wagner Carvalho de Souza ◽  
Maria Suzana de Lemos Souza ◽  
Jayme Neves

O mebendazole (R 17635) foi testado no tratamento de pacientes, de ambos os sexos, portadores de helmintíases mistas; o grupo selecionado situava-se na faixa etária de 4 a 14 anos, constituindo-se de 140 pacientes necessariamente residentes em comunidades restritas. Cerca de 70% dos pacientes estavam infetados por pelo menos 3 helmintos (os demais pela associação de dois), dentre ancilostomídeos, Ascaris lumbricoides, Enterobius vermicularis, Taenia sp e Trichuris trichiura. O mebendazóle (R 17635) foi administrado em comprimidos de 100 mg, um 30 minutos antes do desjejum e outro 3 horas após o jantar, por 3 dias consecutivos, independentemente do peso corporal. Não foram observadas quaisquer evidências de reações indesejáveis imediatas ou tardias, que pudessem ser atribuídas à droga. O controle de cura foi efetuado mediante as técnicas de Willis e de Hoffman-Pons & Janer, em exames coprológicos realizados 7, 14 e 21 dias contados a partir do último dia do tratamento; nos portadores de teníase e oxiuríase procedeu-se, também, ao método do "anal-swab" durante 7 dias consecutivos, a partir do sétimo dia após o tratamento. Percentual de 100% de cura foi registrado para oxiuríase, tendo sido de 98% na ascaridíase e na triquiuríase e de 94.5% na ancilostomíase. De 9 pacientes com teníase, 8 apresentaram negativação dos exames; entretanto, os Autores insistem na necessidade de maiores estudos a este respeito, quanto aos aspectos técnico e estatístico. Não obstante, consideram demonstrada a real eficácia do mebendazole (R 17635) como droga anti-helmíntica polivalente.


2017 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Esy Maryanti ◽  
Desy Wahyuni ◽  
Yanti Ernalia ◽  
Lilly Haslinda ◽  
Suri Dwi Lesmana

Penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Enterobius vermicularis dapat menyebabkan enterobiasis yang sering terjadi pada anak. Biasanya mengenai anak di lingkungan tempat tinggal yang padat dan kebersihan yang kurang terjaga. Enterobiasis pada anak akan mempengaruhi status gizi sehingga akan mengganggu tumbuh kembang. Panti asuhan merupakan salah satu tempat yang tinggi risiko penularannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian enterobiasis dan hubungannya dengan status gizi pada anak di dua Panti Asuhan Pekanbaru. Pemeriksaan enterobiasis dilakukan dengan metode anal swab, dan status gizi ditentukan dengan rumus IMT/U menggunakan software Antroplus dari WHO. Sebanyak 66 anak yang diperiksa didapatkan 45,5% menderita enterobiasis. Sebagian besar (83,3%) anak mempunyai status gizi normal. Berdasarkan uji statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara enterobiasis dengan status gizi (p>0,05). Diduga banyak faktor yang mempengaruhi kejadian enterobiasis seperti prilaku higiene, sanitasi dan keadaan tempat tinggal yang meningkatkan risiko penularan khususnya pada anak yang tinggal berkelompok secara bersama seperti di panti asuhan.


Author(s):  
Salbiah Salbiah

Enterobius vermicularis adalah Nematoda usus yang sering dijumpai pada anak-anak, penyakitnya disebut Enterobiasis. Penularannya dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama. Keadaan higiene perorangan yang kurang akan meningkatkan prevalensi infeksi kecacingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Higiene Tangan Dan Kuku dan Infeksi Enterobiasis Pada Siswa SDN 060818 Jalan M. Nawi Harahap Kecamatan Medan Kota. Metode yang digunakan adalah Metode survey deskriptif dengantekhnik anal swab. Populasi penelitian adalah sebanyak 125 siswa. Sampel penelitian berdasarkan rumus sebanyak 40 siswa. Pengumpulan data diambil dari kuesioner dan pemeriksaan swab. Pengolahan data dilakukan secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Hasil wawancara melalui kuesioner ditemukan 21 siswa (52,5%) yang higiene perorangannya dalam kategori baik dan 19 siswa (47,5%) yang higiene perorangannya buruk. Pemeriksaan telur cacing atau cacing dilaboratorium didapatkan sebanyak 16 siswa (40%) yang positif terinfeksi Enterobius Vermicularis dan 24 siswa (60%) yang negatif. Berdasarkan jenis kelamin siswa, siswa laki-laki yang terinfeksiyaitu sebanyak 11 siswa (27,5%), dan siswa perempuan sebanyak 5 siswa (12,5%) yang terinfeksi Enterobius vermicularis. Berdasarkan kelas yang positif terinfeksi E.Vermicularis, kelas I 4 siswa (10%), kelas II 6 siswa (15%), kelas III 2 siswa (5%), kelas IV 3 siswa (7,5%), kelas V 1 siswa (2,5%)..


1976 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 109 ◽  
Author(s):  
Seung Yull Cho ◽  
Shin Yong Kang ◽  
Yong Suk Ryang ◽  
Byong Seol Seo

2015 ◽  
Vol 20 (2) ◽  
pp. 18-21
Author(s):  
Tara Dahal ◽  
Mahendra Maharjan

The present study was carried out to determine the prevalence of Enterobius vermicularis in children of Barbhanjyang Village Development Committee, Tanahun, District, Nepal. A total of 110 Scotch tape (Cellophane tape) samples of children aged between 1-12 years were collected and microscopically examined. Altogether 14(12.72%) enterobias prevalence cases were reported in children including sixteen percent male and nine percent female cases. High prevalence of pinworm infection was the age group of 5-8 years (5.45%). The infection rate was significantly associated with ethnic groups (?2 =11.824, df=2, P=0.003) since the prevalence rate was highest in Dalit children (64.28%) compared to others. Itching behaviour of children around the perianal regions was directly associated with the prevalence rate of the pinworm (P=0.0325). Nail biting habit of children was also found to be statistically significant (P=0.024).Journal of Institute of Science and Technology, 2015, 20(2): 18-21


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document