Global Medical & Health Communication (GMHC)
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

182
(FIVE YEARS 98)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Islam Bandung (Unisba)

2460-5441, 2301-9123

2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Uni Gamayani ◽  
Titin Junaidi ◽  
Nushrotul Lailiyya ◽  
Nur Suryawan ◽  
Nanan Sekarwana

Vitamin B9 (folic acid) and B12 (cobalamin) are essential vitamins that play roles in the process of hematopoiesis and maintaining the function of peripheral nerves. Therefore, these deficiencies may create a risk for peripheral neuropathy in beta-thalassemia major patients. The purpose of this study is to determine the relationship between vitamin B9 level, vitamin B12 level, and peripheral neuropathy in beta-thalassemia major children. It was an observational analytical study with a case-control design has been conducted at Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung, Indonesia, in May–July 2019. There were 47 beta-thalassemia major children with peripheral neuropathy (case) and 41 healthy children (control). All subjects completed a general demographic questionnaire, underwent neurological examination, and were tested for vitamin B9 and B12 serum levels. Data were then analyzed using the unpaired t test to compare the vitamin levels between both groups and Spearman’s rank correlation test to investigate the correlation between vitamin levels and the number of affected nerves in the case group. Comparison of folic acid levels in the case group (21.52±6.22 ng/mL) and the control group (23.81±7.51 ng/mL) showed no significant difference (p=0.19). In contrast, cobalamin in the case group (288.57±168.61 ng/mL) and the control group (385.95±197.48 ng/mL) showed a significant difference (p=0.01). In addition, there was a moderate correlation (p=0.004, r=0.41) between folic acid level and the number of motoric nerves affected in the case group. In conclusion, cobalamin level correlates with peripheral neuropathy in beta-thalassemia major patients, and folic acid level correlates with the number of affected nerves, especially motoric nerves. HUBUNGAN ANTARA VITAMIN B9 (ASAM FOLAT), VITAMIN B12 (KOBALAMIN), DAN NEUROPATI PERIFER PADA ANAK DENGAN TALASEMIA BETA MAYORVitamin B9 (asam folat) dan B12 (kobalamin) merupakan vitamin esensial yang berperan dalam proses hematopoiesis dan menjaga fungsi saraf tepi. Defisiensi vitamin ini dapat menimbulkan risiko neuropati perifer pada pasien talasemia beta mayor. Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan antara kadar vitamin B9, vitamin B12, dan neuropati perifer pada anak talasemia beta mayor. Metode penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan studi kasus kontrol yang dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, Indonesia pada Mei–Juli 2019. Terdapat 47 anak talasemia beta mayor dengan neuropati perifer (kelompok kasus) dan 41 anak sehat (kelompok kontrol). Seluruh subjek penelitian mengisi kuesioner demografi umum, menjalani pemeriksaan fisis neurologis, serta dilakukan tes kadar vitamin B9 dan B12 serum. Uji t test tidak berpasangan digunakan untuk membandingkan kadar vitamin pada kedua kelompok dan uji korelasi Spearman untuk membandingkan kadar kedua vitamin tersebut dengan jumlah saraf yang terkena pada kelompok kasus. Perbandingan kadar asam folat kelompok kasus (21,52±6,22 ng/mL) dan kelompok kontrol (23,81±7,51 ng/mL) menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p=0,19), sedangkan perbandingan kadar kobalamin kelompok kasus (288,57±168,61 ng/mL) dan kelompok kontrol (385,95±197,48 ng/mL) menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,01). Selain itu, terdapat korelasi sedang (p=0,004; r=0,41) antara kadar asam folat dam jumlah saraf motorik yang terkena pada kelompok kasus. Kesimpulan, kadar kobalamin berhubungan dengan neuropati perifer pada penderita talasemia beta mayor dan kadar asam folat berhubungan dengan jumlah saraf yang terkena, terutama saraf motorik.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Suraya Mansur ◽  
Dewi Hartaningrum ◽  
Titi Legiati

Health counseling about contraception is essential to provide more knowledge about how to use contraception and improve the attitude and behavior of the family toward the Family Planning Program. This study aimed to determine the effect of counseling on the intrauterine device (IUD) knowledge and attitudes. This research was conducted in Bojong Menteng village, Tunjung Teja district, Serang regency, in February–July 2019. This study used the true experimental design method to look for the treatment effect on others in controlled conditions using pretest-posttest control group design and a quantitative research approach. In this study, the experimental and the control group are given a pretest to find out the initial conditions to see whether there are differences between the experimental group and the control group. Samples used random sampling techniques where 40 people were divided into two groups who have not used the IUD and have two children and more. The study employed paired t test and unpaired t test to analyze the data. The results showed that the average knowledge of the experiment group increased to 72, and the average knowledge of the control group increased to 70.2. In addition, the average attitude of the experiment group increased to 82.35. The difference between the two groups was only seen in wearing, where the experimental group showed positive behavior towards using the IUD. The conclusion is that counseling through leaflets, information education counseling kit, and direct explanation have positive responses.EFEK PENYULUHAN KESEHATAN MENGENAI IUD TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PADA PASANGAN DI KABUPATEN SERANGPenyuluhan kesehatan tentang kontrasepsi penting dilakukan untuk memberikan lebih banyak pengetahuan tentang cara penggunaan kontrasepsi serta meningkatkan sikap dan perilaku keluarga terhadap Program Keluarga Berencana. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penyuluhan tentang alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) terhadap pengetahuan dan sikap. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bojong Menteng, Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang pada Februari–Juli 2019. Metode yang digunakan true experimental design dengan menggunakan pretest-posttest control group design dan pendekatan kuantitatif untuk mencari pengaruh perlakuan terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Dalam penelitian ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sampel menggunakan teknik random sampling berjumlah 40 orang dibagi dalam dua kelompok yang belum menggunakan AKDR dan mempunyai dua anak dan lebih. Data dianalisis dengan uji t berpasangan dan uji t tidak berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata pengetahuan kelompok eksperimen meningkat menjadi 72, sedangkan rerata pengetahuan kelompok kontrol meningkat menjadi 70,2. Selain itu, rerata sikap kelompok eksperimen meningkat menjadi 82,35. Perbedaan kedua kelompok tersebut hanya terlihat pada perilaku memakai saja bahwa kelompok eksperimen menunjukkan perilaku positif terhadap pemakaian AKDR. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyuluhan melalui leaflet, kit konseling pendidikan informasi, dan penjelasan langsung memiliki respons positif.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Nurbaiti Annisaa Soegiharto ◽  
Meiyanti Meiyanti

Growth disorders in short stature are often found in patients with β-thalassemia major. It is caused by several factors such as hypoxia, hemosiderosis, deficiency of nutritional intake, and micronutrient. Disorder in growth will affect the patient's quality of life. This study aims to determine the prevalence of growth disorders and analyze the factors associated with thalassemia child growth disorders. This study used an observational analytic study with a cross-sectional design on 167 patients with β-thalassemia major at the Palang Merah Indonesia Hospital, Bogor, West Java, in October–December 2018. Data was collected using a transfusion compliance questionnaire and the Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8), while growth was assessed using the CDC 2000 height/age curve. Data analysis used SPSS for Windows version 21.0. Of 167 subjects, 86 subjects (51.5%) were not adherent to transfusion, 97 subjects (58.1%) had low consumption of chelation iron, and 146 subjects (87.4%) had growth problems. The results of bivariate data analysis using the chi-square test for transfusion compliance and parental education on growth obtained p=0.000 and p=0.032. Likewise, for compliance with iron chelation consumption and parents' income to growth, the p value=0.000 was obtained. It was concluded that the prevalence of growth disorders was 87.4%, and there was a relationship between transfusion compliance, parental education level, parents' income, and compliance with iron chelation consumption on growth disorders in thalassemia children. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN PERTUMBUHAN PADA ANAK TALASEMIA MAYORGangguan pertumbuhan berupa perawakan pendek sering ditemukan pada penderita talasemia β mayor. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti hipoksia, hemosiderosis, kekurangan asupan nutrisi, dan mikonutrien. Gangguan pertumbuhan akan memengaruhi kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi gangguan tumbuh kembang dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan tumbuh kembang anak talasemia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional pada 167 pasien talasemia β mayor di RS Palang Merah Indonesia, Bogor, Jawa Barat pada bulan Oktober–Desember 2018. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner kepatuhan transfusi dan Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8), sedangkan pertumbuhan dinilai menggunakan kurva tinggi/usia CDC 2000. Analisis data menggunakan SPSS for Windows versi 21.0. Dari 167 subjek, 86 subjek (51,5%) tidak patuh pada transfusi, 97 subjek (58,1%) memiliki konsumsi kelasi besi rendah, dan 146 subjek (87,4%) mengalami gangguan pertumbuhan. Hasil analisis data bivariat menggunakan uji chi-square untuk kepatuhan transfusi dan pendidikan orangtua tentang pertumbuhan diperoleh p=0,000 dan p=0,032. Begitu pula untuk kepatuhan konsumsi kelasi besi dan pendapatan orangtua terhadap pertumbuhan diperoleh p=0,000. Disimpulkan bahwa prevalensi gangguan tumbuh kembang sebesar 87,4% dan terdapat hubungan kepatuhan transfusi, tingkat pendidikan orangtua, pendapatan orangtua, dan kepatuhan konsumsi kelasi besi dengan gangguan tumbuh kembang anak talasemia.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Larissa Larissa ◽  
Penny Setyawati Martioso ◽  
Diana Krisanti Jasaputra

High levels of LDL cholesterol are risk factors for coronary heart disease. Different types of medicinal plants have hypolipidemic effects. The study aimed to compare the potential of Javanese ginger ethanol extract, turmeric, garlic, and pomegranate flowers with rosuvastatin on levels of LDL cholesterol (LDL-C) and total cholesterol (total-C) male Wistar rats dyslipidemia models. This experimental laboratory research was conducted in Maranatha Animal Research Laboratory Bandung and was carried out in January–December 2020. The experimental animals were divided into six groups (n=5): the control group, the Javanese ginger group, the turmeric group, the garlic group, the pomegranate flower group, and the comparison control group. The induction given to experimental animals was administering vitamin D3, a high-fat diet, and propylthiouracil for 14 days. The results showed that the administration of 175 mg/kg BW of garlic ethanol extract (−44.85%), pomegranate flowers (−58.74%), and rosuvastatin (−40.00%) reduced LDL-C compared to control (p<0.05). The administration of 175 mg/kg BW of Javanese ginger ethanol extract (−15.16%), turmeric (−14.02%), garlic (−22.80%), pomegranate flower (−65.24%), and rosuvastatin (−18.70%) reduced total-C compared to controls (p<0.05). The conclusion is that garlic and pomegranate flowers lowered LDL-C, while Javanese ginger, turmeric, garlic, and pomegranate flowers reduced total-C. AKTIVITAS TEMULAWAK, KUNYIT, BAWANG PUTIH, DAN BUNGA DELIMA TERHADAP K-LDL DAN K-TOTAL PADA TIKUS MODEL DISLIPIDEMIAKadar kolesterol LDL yang tinggi adalah faktor risiko penyakit jantung koroner. Berbagai jenis tanaman obat memiliki efek hipolipidemik. Penelitian ini bertujuan membandingkan potensi ekstrak etanol temulawak, kunyit, bawang putih, dan bunga delima dengan rosuvastatin pada kadar kolesterol LDL (K-LDL) dan kolesterol total (K-total) tikus Wistar jantan model dislipidemia. Penelitian laboratorium eksperimental ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Hewan Maranatha Bandung dan dilakukan pada Januari–Desember 2020. Hewan coba dibagi menjadi enam kelompok (n=5), yaitu kelompok kontrol, kelompok temulawak, kelompok kunyit, kelompok bawang putih, kelompok bunga delima, dan kelompok  pembanding. Induksi yang diberikan kepada hewan coba adalah pemberian vitamin D3, pakan lemak tinggi, dan propyltiouracil selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 175 mg/kgBB ekstrak etanol bawang putih (−44,85%), bunga delima (−58,74%), dan rosuvastatin (−40,00%) mengurangi K-LDL dibanding dengan kontrol (p<0,05). Pemberian 175 mg/kgBB ekstrak etanol temulawak (−15,16%), kunyit (−14,02%), bawang putih (−22,80%), bunga delima (−65,24%), dan rosuvastatin (−18.70%) mengurangi K-total dibanding dengan kontrol (p<0,05). Kesimpulannya, bunga bawang putih dan delima menurunkan K-LDL, sedangkan temulawak, kunyit, bawang putih, dan bunga delima menurunkan K-total.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Siti Annisa Devi Trusda ◽  
Wida Purbaningsih ◽  
Budiman Budiman ◽  
Siti Salma Nurhaliza Fitriadi

The prevalence of type 2 diabetes mellitus (T2DM) in Indonesia is high, contributing to the fourth mortality rate for non-communicable diseases in Indonesia. The population of T2DM patients spread across all provinces, including West Java, which is the most populous province in Indonesia. One of the referral hospitals in West Java is Al-Ihsan Regional General Hospital in Bandung regency. The purpose of this study was to describe the characteristics of T2DM patients who came to Al-Ihsan Regional General Hospital according to age, gender, and comorbidities parameters. It was a descriptive cross-sectional study using secondary data from medical records of T2DM patients between January 2017 and November 2020. The results were the highest prevalence and incidence of T2DM were in 2017 with as many as 5,051 and 653 respectively; the highest gender each year was female, range between 584–3,333, with the highest male: female ratio of 1:2 in 2017; the age group with the highest prevalence was 55–65 years which was 3,468 (39.53%); and top five comorbidities were hypertension (35.68%), cataracts (6.01%), osteoarthritis (3.58%), pulmonary tuberculosis (2.92%) and dyspepsia (2.91%). This study concluded that the prevalence and incidence of T2DM in Al-Ihsan Regional General Hospital were high, with the predominant female patients, elderly, and comorbid hypertension. KARAKTERISTIK PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD AL-IHSANAngka kejadian diabetes melitus tipe 2 (DMT2) di Indonesia cukup tinggi, menyumbangkan angka kematian keempat penyakit tidak menular di Indonesia. Penderita DMT2 tersebar di seluruh provinsi, termasuk Jawa Barat yang merupakan provinsi terpadat di Indonesia. Salah satu rumah sakit rujukan di Jawa Barat adalah RSUD Al-Ihsan di Kabupaten Bandung. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan karakteristik pasien DMT2 yang datang ke RSUD Al-Ihsan dilihat dari usia, jenis kelamin, dan komorbid. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien DMT2 periode Januari 2017 hingga November 2020. Didapatkan bahwa prevalensi dan insidensi DMT2 tertinggi pada tahun 2017 sebesar 5.051 dan 653 masing-masing; jenis kelamin terbanyak pada setiap tahun adalah wanita sebesar 584–3.333 dengan rasio pria:wanita tertinggi 1:2 pada tahun 2017; kelompok usia dengan prevalensi tertinggi adalah 55–65 tahun sebesar 3.468 (39,53%); dan lima komorbid tertinggi adalah hipertensi (35,68%), katarak (6,01%), osteoartritis (3,58%), tuberkulosis paru (2,92%), dan dispepsia (2,91%). Simpulan penelitian ini adalah prevalensi dan insidensi DMT2 di RSUD Al-Ihsan tinggi dengan pasien terbanyak wanita, lanjut usia, dan komorbid hipertensi.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Amelia Lorensia ◽  
Rivan Virlando Suryadinata ◽  
Lalita Tirsa

Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a high risk for active smokers. Early assessment of the condition of lung function is needed to prevent a decrease in lung function. Knowledge of self-management that determines lung health. The purpose of this study was to determine the knowledge of lung function health in predicting respiratory disorders. The study design was a case-control from August 2018 to January 2019. Data was collected through a questionnaire, namely a lung health knowledge questionnaire consisting of categories: risk factors, symptoms, and therapy for respiratory disorders. The research sample was adult men who work in the transportation sector in Surabaya city using purposive sampling. Data analysis using chi-square. The data obtained were 300 people, consisting of 126 people without lung function disorders and 174 people with pulmonary function disorders. The risk factor knowledge category showed a significant difference (p=0.000) between the group, with the most disorders at the low knowledge level (42.0%). The symptom knowledge category showed a significant difference (p=0.000) between groups, and most of the groups with disorders were at a low knowledge level (55.8%). The category of knowledge of respiratory symptoms showed a significant difference (p=0.000) between groups, with the knowledge level in both of them mostly at a sufficient level. Therefore, low lung function health knowledge reflects low lung function conditions. IDENTIFIKASI PENGETAHUAN KESEHATAN FUNGSI PARU DALAM MEMPREDIKSI GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEROKOKPenyakit paru obstruktif kronik (PPOK) berisiko tinggi dialami oleh perokok aktif. Pengkajian dini terhadap kondisi fungsi paru diperlukan untuk mencegah penurunan fungsi paru. Pengetahuan tentang manajemen diri yang menentukan kesehatan paru. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengetahuan kesehatan fungsi paru dalam memprediksi gangguan pernapasan. Desain penelitian adalah case-control dari Agustus 2018 hingga Januari 2019. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, yaitu kuesioner pengetahuan kesehatan paru yang terdiri atas kategori: faktor risiko, gejala, dan terapi gangguan pernapasan. Sampel penelitian adalah laki-laki dewasa yang bekerja di sektor transportasi di Kota Surabaya dengan menggunakan purposive sampling. Analisis data menggunakan chi-square. Data yang diperoleh sebanyak 300 orang, terdiri atas 126 orang tanpa gangguan fungsi paru dan 174 orang dengan gangguan fungsi paru. Kategori pengetahuan faktor risiko menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,000) antarkelompok dengan gangguan terbanyak pada pengetahuan tingkat rendah (42,0%). Kategori pengetahuan gejala menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,000) antarkelompok dan sebagian besar kelompok dengan gangguan berada pada pengetahuan tingkat rendah (55,8%). Kategori pengetahuan gejala pernapasan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,000) antarkelompok dengan tingkat pengetahuan keduanya sebagian besar pada tingkat cukup. Oleh karena itu, pengetahuan kesehatan fungsi paru yang rendah mencerminkan kondisi fungsi paru yang rendah.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Yetti Purnama ◽  
Kurnia Dewiani ◽  
Linda Yusanti

Fear and anxiety due to severe labor pains could also lead to prolonged labor. The efforts made to accelerate the second stage labor process are by providing emotional support with the support of a labor camera. The mother is allowed to observe the development state of her baby's head through video on a tablet or laptop screen. Furthermore, the mother's emotional level becomes more provoked and motivated to strain the labor process faster. This study aims to determine the effect of the labor cameras on the second state duration in primiparous. The design of this study was a posttest-only control group design experiment with a total sample of 30 primiparous of the second stage at independent midwife practice in Bengkulu city in November–December 2020. Each group consisted of 15 for treatment (with labor cameras) and 15 for control (without labor cameras)—the assessment of the labor duration by counting the labor time in seconds during the second state. The statistical results using the t test and chi-square test analysis showed that the intervention group's labor duration (1,393.3 seconds) was shorter than the control group's (2,340.6 seconds). The mean difference in the delivery time was 947.3 seconds or 15.7 minutes faster in the intervention group than in the control group. In conclusion, using a labor camera on the labor duration of the second stage in primiparous mothers is an effect of using a labor camera. PENGARUH KAMERA PERSALINAN TERHADAP DURASI PERSALINAN KALA II PADA PRIMIPARARasa takut dan cemas akibat nyeri persalinan yang berat juga dapat menyebabkan partus lama. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempercepat proses kala II persalinan adalah memberikan dukungan emosional dengan bantuan kamera persalinan. Ibu diberi kesempatan untuk melihat perkembangan pengeluaran kepala bayinya melalui video pada layar tablet atau laptop sehingga tingkat emosional ibu menjadi lebih terbangun dan termotivasi untuk mempercepat proses persalinan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kamera persalinan terhadap durasi persalinan kala II pada primipara. Desain penelitian adalah eksperimen posttest-only control group design dengan jumlah sampel 30 primipara kala II di bidan praktik mandiri Kota Bengkulu pada November–Desember 2020. Tiap-tiap kelompok berjumlah 15 untuk kelompok perlakuan (menggunakan kamera persalinan) dan 15 untuk kontrol (tidak menggunakan kamera persalinan). Penilaian durasi persalinan dengan menghitung detik selama kala II berlangsung. Pengujian statistik menggunakan analisis uji t dan uji chi-square menunjukkan bahwa durasi persalinan kelompok perlakuan (1.393,3 detik) lebih singkat daripada kelompok kontrol (2.340,6 detik). Selisih perbedaan waktu persalinan rerata selama 947,3 detik atau 15,7 menit lebih cepat pada kelompok intervensi dibanding dengan kelompok kontrol. Simpulan, terdapat pengaruh penggunaan kamera persalinan terhadap durasi persalinan kala II pada ibu primipara.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Lelly Yuniarti ◽  
Yuktiana Kharisma ◽  
Titik Respati ◽  
Maya Tejasari

Bajakah wood contains phenolic compounds, flavonoids, tannins, and saponins with anticancer activity. The discovery and development of new drugs require several stages. In the process, there are many possibilities of adding other substances to form new active substances or as solvents that allow drug preparations to be doubtful of halalness. Hence, it is necessary to analyze the critical point of halal ingredients. The purpose of this study was to determine the characteristics of the nanoparticles of bajakah wood (Spatholobus littoralis Hassk.) and to test the anticancer activity in several cancer cell cultures, as well as to analyze the critical point of halalness of the material. This research method is a composition test using chromatography and anticancer activity test using MTT. Analysis of the critical point of halal materials using hazard analysis critical control point (HACCP). The research was carried out at the Indonesian Engineering Nanotechnology Laboratory South Tangerang and the UGM Integrated Laboratory Sleman in July–December 2020. The results showed that bajakah wood nanoparticles contained pure water as a solvent, viscosity 0.08878 cP, scattering intensity 1.1059 cps, diameter 176.1+/−43.7 (nm). Cytotoxic test results showed IC50 against cell culture MCF7 1,063.28 (±114.98) g/mL, HepG2 53.34 (±0.35) g/mL, T47D 150.63 (±8.44) g/mL, WiDR 114.38 (±7.82) μg/mL, HTB 97.50 (±3.49) μg/mL, HeLa 182.95 (±36.22) μg/mL, and Vero 710.10 (±106.46) μg/mL. This study concludes that bajakah wood nanoparticles are not critical in terms of halal ingredients. At the same time, their anticancer activity is weak against breast cancer and uterine cervical cancer, medium categories against liver cancer and lung cancer, and is not toxic to normal cells. ANALISIS TITIK KRITIS KEHALALAN NANOPARTIKEL KAYU BAJAKAH (SPATHOLOBUS LITTORALIS HASSK.) SEBAGAI AGEN ANTIKANKERKayu bajakah mengandung senyawa fenolik, flavonoid, tanin, dan saponin yang memiliki aktivitas antikanker. Penemuan dan pengembangan obat baru memerlukan beberapa tahapan. Dalam prosesnya terdapat banyak kemungkinan penambahan zat lain untuk membentuk zat aktif baru atau sebagai pelarut yang memungkinkan sediaan obat diragukan kehalalannya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis titik kritis kehalalan bahan. Tujuan penelitian ini mengetahui karakteristik sediaan nanopartikel kayu bajakah (Spatholobus littoralis Hassk.) dan menguji aktivitas antikanker pada beberapa kultur sel kanker, serta menganalisis titik kritis kehalalan bahan. Metode penelitian ini adalah uji komposisi menggunakan kromatografi dan uji aktivitas antikanker menggunakan MTT. Analisis titik kritis kehalalan bahan menggunakan hazard analysis critical control point (HACCP). Penelitian dilakukan di Laboratorium Nanovasi Rekayasa Indonesia Tangerang Selatan dan Laboratorium Terpadu UGM Sleman pada Juli–Desember 2020. Hasil penelitian menunjukkan sediaan nanopartikel kayu bajakah mengandung pelarut air murni, viskositas 0,08878 cP, scattering intensity 1,1059 cps, berdiameter 176,1+/−43,7 (nm). Hasil uji sitotoksik menunjukkan IC50 terhadap kultur sel MCF7 1.063,28 (±114,98) μg/mL, HepG2 53,34 (±0,35) μg/mL, T47D 150,63 (±8,44) μg/mL, WiDR 114,38 (±7,82) μg/mL, HTB 97,50 (±3,49) μg/mL, HeLa 182,95 (±36,22) μg/mL, dan Vero 710,10 (±106,46) μg/mL. Kesimpulan penelitian ini bahwa nanopartikel kayu bajakah bersifat tidak kritis dalam kehalalan bahan. Selain itu, aktivitas antikankernya lemah terhadap kanker payudara dan kanker serviks uteri, sedang terhadap kanker hati dan kanker paru, serta tidak toksik pada sel normal.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Eva Rianti Indrasari ◽  
Annisa Rahmah Furqaani ◽  
Listya Hanum Siswanti ◽  
Ihsan Muhammad Nauval ◽  
Putra Zam Zam Rachmatullah

Cigarette residue toxins can accumulate in the body, including the pancreas, which potentially reduces pancreas function. In addition, the active compounds in cigarettes are reporting to interfere with an elevation of reactive oxygen species, leading to disruption of pancreatic microstructures. Furthermore, pancreatic cell dysfunction is responsible for developing diabetes mellitus disease. The objective of this study was to analyze the effect of thirdhand smoke exposure on mice pancreatic microstructure image. It was an in vivo laboratory experimental study with a completely randomized design at the Medical Biology Laboratory of the Universitas Islam Bandung from November 2020–June 2021. The subjects were 20 adult male mice aged 8–10 weeks, weighing 25–30 grams, in good health condition, and randomly divided into two groups (control group and treatment group exposed to thirdhand cigarette smoke for four weeks). After the completion of the exposure period, pancreatic cells isolation was performing. The parameters observed in this study were the number and diameter islet of Langerhans. Data analysis used the independent t test parametric (α=5%). The results showed that the number and diameter islet of Langerhans in the treated group were significantly lower than the control group (p<0.05). The average number in the control group was 9.40±3.20, while in the treatment group was 4.90±2.74 (28% smaller). The average diameter of control was 225.96±50.15 mm, while treatment was 162±49.68 mm (50% lower). In conclusion, thirdhand smoke exposure alters the pancreas microstructure. The toxic compounds on thirdhand cigarette smoke are involving in generating an elevation of free radical levels, depletion of antioxidants, and alteration of signal transduction resulted in acceleration of apoptosis rate of the islet of Langerhans, especially pancreatic β-cells. PENGARUH PAPARAN ASAP ROKOK TERSIER PADA GAMBARAN MIKROSTRUKTUR PANKREAS MENCITToksik residu rokok dapat terakumulasi pada tubuh, termasuk pankeas sehingga dapat menurunkan fungsi pankreas. Selain itu, senyawa aktif dalam rokok dilaporkan meningkatkan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan mikrostruktur pankreas. Selanjutnya, disfungsi sel pankreas meningkatkan risiko diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh asap rokok tersier terhadap gambaran mikrostruktur pankreas mencit. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium in vivo dengan rancangan acak lengkap di Laboratorium Biologi Medik Universitas Islam Bandung periode November 2020–Juni 2021. Subjek penelitian adalah 20 mencit jantan dewasa berumur 8–10 minggu, bobot 25–30 gram, kondisi sehat, dan dibagi secara acak menjadi dua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang mendapat paparan asap rokok tersier selama empat minggu). Setelah periode pemberian paparan selesai, dilakukan isolasi sel pankreas. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah dan diameter pulau Langerhans (islet of Langerhans). Analisis data menggunakan parametrik independent t test (α=5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah dan diameter pulau Langerhans pada kelompok perlakuan lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol (p<0,05). Jumlah rerata pada kelompok kontrol adalah 9,40±3,20, sedangkan pada kelompok perlakuan 4,90±2,74 (lebih rendah 28%). Diameter rerata pada kelompok kontrol adalah 225,96±50,19 mm dan kelompok perlakuan 162,89±49.68 mm (lebih rendah 50%). Simpulan, paparan asap rokok tersier dapat memengaruhi gambaran mikrostruktur pankreas. Senyawa toksik pada asap rokok tersier diduga terlibat dalam peningkatan kadar radikal bebas, penurunan kadar antioksidan, dan perubahan transduksi sinyal yang mengakibatkan peningkatan laju apoptosis pulau Langerhans, terutama sel β pankreas.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Faza Nurul Wardhani ◽  
Susanti Dharmmika ◽  
Hilmi Sulaiman Rathomi

Beta-thalassemia major (BTM) is difficult to treat chronic disease, causing physical and psychological burdens for the patient. Several studies have confirmed a decrease in physical activity and depression in thalassemia patients, but limited studies examine the relationship between these two conditions. This study aims to analyze the relationship between depression and physical activity in BTM patients in Bandung city. It was analytical observational research with a cross-sectional design. Data were collected during September–December 2018 by interviewing 65 patients selected by simple random sampling from 300 thalassemia patients registered at the Association of Parents with Thalassemia Indonesia/Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) Bandung city. The instruments used were the Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) to measure physical activity and the Beck Depression Inventory (BDI) to assess depressive symptoms. Data were analyzed by chi-square test using SPSS for Windows ver. 23.0. The results showed that most BTM patients in Bandung city were depressed (52%) and had low physical activity levels (65%). Furthermore, there was a statistically significant relationship between depression and physical activity in thalassemia patients in Bandung city (p=0.04, p<0.05). Therefore, it can be concluded that BTM patients in Bandung city with depression have lower physical activity. DEPRESI BERDAMPAK PADA AKTIVITAS FISIK YANG RENDAH PADA PASIEN TALASEMIA BETA MAYORTalasemia beta mayor merupakan penyakit kronis yang sulit disembuhkan sehingga menimbulkan beban fisik dan psikologis bagi pasien. Beberapa penelitian telah mengonfirmasi penurunan aktivitas fisik dan depresi pada pasien talasemia, namun studi yang mengkaji hubungan antara kedua kondisi ini masih terbatas jumlahnya. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara kondisi depresi dan tingkat aktivitas fisik pada penderita talasemia beta mayor di Kota Bandung. Desain penelitian bersifat observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Pengambilan data dilakukan selama September–Desember 2018 dengan mewawancarai 65 pasien yang dipilih secara simple random sampling dari 300 pasien talasemia yang terdaftar di Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) Kota Bandung. Instrumen yang digunakan adalah Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) untuk mengukur aktivitas fisik dan Beck Depression Inventory (BDI) untuk menilai gejala depresi. Data dianalisis dengan uji chi-square menggunakan SPSS for Windows ver. 23.0. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas penderita talasemia beta mayor di Kota Bandung mengalami depresi (52%) dan memiliki tingkat aktivitas fisik rendah (65%). Selanjutnya, terdapat hubungan bermakna secara statistik antara depresi dan aktivitas fisik pada penderita talasemia di Kota Bandung (p=0,04; p<0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penderita talasemia beta mayor di Kota Bandung yang mengalami depresi memiliki aktivitas fisik yang lebih rendah.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document