scholarly journals Pemanfaatan Teknologi Terestrial Laser Scanner Untuk Perekaman Data dan Pendokumentasian Tiga Dimensi (3D) Lukisan Cadas Pada Gua-Gua Prasejarah di Indonesia

2016 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 28-38
Author(s):  
Brahmantara Brahmantara

Perkembangan teknologi perekaman data cagar budaya khususnya luksian Cadas (Rock Art) telah berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan teknologi digital. Teknik dan metode perekaman data cagar budaya berkembang dari teknik sederhana sampai dengan teknologi mutakhir berbasis digital dengan format tiga dimensi (3D). Teknologi Terestrial Laser Scanner merupakan perangkat digital dengan sasaran perekaman tiga dimensi (3D). Dalam penelitian ini penerapan Teknologi Terestrial Laser Scanner digunakan untuk merekam data geometri gua dan detail lukisan cadas (Rock Art) pada kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat Kutim Kalimantan Timur. Proses registrasi dari masing masing posisi pemindaian (scan world) menghasilkan tingkat akurasi data yang sangat tinggi dengan rata-rata eror dibawah 2mm. Dari hasil pengolahan data didapatkan beberapa output dan beberapa produk akhir yang sangat signifikan seperti gambar 2D, citra 3D, DS0 (digital surface model), data kontur dengan interval sampai 2 cm, animasi dalam format avi dan informasi publikasi dalam bentuk virtual tour 360�. Dari hasil analisa data tingkat akurasi, jumlah output yang dihasilkan dan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk proses perekaman data metode perekaman data dengan Teknologi Terestrial Laser Scanner ini sangat efektif untuk digunakan dalam perekaman data dan pendokumentasian cagar budaya khususnya lukisan cadas (rock art).

Author(s):  
Mercedes Farjas ◽  
Francisco J. García-Lázaro ◽  
Julio Zancajo ◽  
Teresa Mostaza ◽  
Nieves Quesada

This chapter presents laser scanner systems as a new method of automatic data acquisition for use in archaeological research. The operation of the equipment is briefly described and results are presented from its application in two Spanish archaelogical sites: Abrigo de Buendía (Cuenca), Atapuerca (Burgos). Together with these systems, point cloud measuring photogrammetric methods are revised. Photogrammetry has been widely used in heritage documentation and in no way is to be relegated by the new scanning techniques. Instead, Photogrammetry upgrades its methods by applying digital approaches so that it becomes competitive in both, operational costs and results. Nevertheless, Photogrammetry and laser scanner systems should be regarded as complementary rather than competing techniques. To illustrate photogrammetric methods their application to generate the Digital Surface Model of an epigraph is described. The authors’ research group endeavours to combine teaching and research in its different fields of activity. Initial data are acquired in project-based teaching situations and international seminars or other activities. Students thus have the opportunity to become familiar with new methodologies while collecting material for analytical studies.


2020 ◽  
Author(s):  
Trida Ridho Fariz ◽  
Nur Rokhayati

Salah satu data penginderaan jauh yang penting adalah DEM (Digital Elevation Model). Data DEM memberikan informasi ketinggian suatu permukaan bumi dimana dikelompokkan menjadi 2 yaitu DSM (Digital Surface Model) yang menyajikan informasi ketinggian permukaan tutupan lahan dan DTM (Digital Terrain Model) yang menyajikan informasi ketinggian tanah. Pemetaan banjir rob secara umum menggunakan data DTM. Tetapi untuk mendapatkan data DTM sangatlah sulit. Salah satu data DEM yang tersedia secara gratis adalah data DEM terkoreksi hasil ekstraksi dari ALOS PALSAR yang memiliki resolusi spasial 12,5 meter, tidak terlalu bagus untuk digunakan sebagai data untuk pemetaan genangan banjir rob mengingat itu hanyalah DSM. Sedangkan menggunakan data titik ketinggian yang di interpolasi tidak terlalu merepresentatifkan kondisi ketinggian medan suatu wilayah kecuali jika jumlah titiknya banyak. Penelitian ini menggunakan metode slope based filtering untuk mengkonversi data DEM dari ALOS PALSAR menjadi DTM.Hasil dari metode ini dilakukan uji statistik berupa korelasi dengan data titik ketinggian dan mempunyai nilai korelasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 0,80 dan nilai RMSE sebesar 1,402. Selanjutnya dibuat pemodalan spasial genangan banjir rob dari DTM. Hasil pemodelan spasial genanngan banjir rob kemudin diuji akurasi dengan uji statistik korelasi dan penghitungan RMSE dengan data hasil survey lapangan. Hasil pemodelan memiliki korelasi sebesar 0,78 dengan nilai RMSE tinggi genangan banjir rob sebesar 0,763. Yang berarti bahwa rata-rata selisih nilai ketinggian genangan banjir rob dari peta dan dilapangan adalah sebesar 0,763m. Wilayah genangan banjir rob meliputi Desa Jeruksari, Desa Tegaldowo, Desa Mulyorejo dan Desa Karangjompo.


2018 ◽  
Vol 2 ◽  
pp. 535
Author(s):  
Maundri Prihanggo

<p>Saat ini, citra satelit resolusi sangat tinggi digunakan dalam berbagai macam aplikasi, terutama pemetaan skala besar. Sebelum dapat digunakan, citra satelit tersebut harus diorthorektifikasi terlebih dahulu. Data <em>Digital Surface Model </em>(DSM) dan <em>Ground Control Point</em> (GCP) adalah dua data utama yang diperlukan saat melakukan orthorektifikasi. Perbedaan data DSM yang digunakan akan menghasilkan perbedaan nilai ketelitian horizontal pada kedua citra tegak hasil orthorektifikasi. Pada penelitian ini digunakan dua jenis DSM yaitu SRTM dan Terrasar-X. Ketelitian vertikal dari SRTM adalah 90 m sedangkan ketelitian vertikal dari Terrasar-X adalah 12,5 m. Penelitian ini berlokasi di Wilayah Buli, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku. Terdapat tiga sensor citra satelit yang digunakan yaitu Pleiades, Quickbird dan Worldview-2 yang digunakan pada lokasi penelitian. Total GCP yang digunakan adalah 33 titik, tiap titiknya diukur dengan melakukan pengamatan geodetik dan memiliki ketelitian horizontal ≤15 cm dan ketelitian vertikal ≤30 cm. Ketelitian horizontal dari citra tegak satelit resolusi sangat tinggi diperoleh dengan melakukan uji terhadap Independent Check Point (ICP). Total ICP yang digunakan adalah 12 titik, tiap titik ICP diukur dengan metode dan standar yang sama dengan titik GCP. Ketelitian horizontal dengan Circular Error (CE 90) dari citra tegak satelit menggunakan data SRTM adalah 18,856 m sedangkan ketelitian horizontal dengan Circular Error (CE 90) dari citra tegak satelit menggunakan data Terrasar-X adalah 2.168 m . Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa ketelitian vertikal data DSM yang digunakan memberikan pengaruh pada citra tegak satelit hasil orthorektifikasi tersebut. Mengacu pada Peraturan Kepala BIG nomor 15 tahun 2014, citra tegak satelit hasil orthorektifikasi menggunakan data Terrasar-X sebagai DSM memenuhi ketelitian horizontal peta dasar kelas 3 skala 1:5.000 sedangkan citra tegak satelit hasil orthorektifikasi menggunakan data SRTM sebagai DSM tidak dapat memenuhi ketelitian horizontal peta dasar skala besar.</p><p><strong>Kata kunci:</strong> orthorektifikasi, DSM, ketelitian horizontal</p>


Shore & Beach ◽  
2020 ◽  
pp. 3-13
Author(s):  
Richard Buzard ◽  
Christopher Maio ◽  
David Verbyla ◽  
Nicole Kinsman ◽  
Jacquelyn Overbeck

Coastal hazards are of increasing concern to many of Alaska’s rural communities, yet quantitative assessments remain absent over much of the coast. To demonstrate how to fill this critical information gap, an erosion and flood analysis was conducted for Goodnews Bay using an assortment of datasets that are commonly available to Alaska coastal communities. Measurements made from orthorectified aerial imagery from 1957 to 2016 show the shoreline eroded 0 to 15.6 m at a rate that posed no immediate risk to current infrastructure. Storm surge flood risk was assessed using a combination of written accounts, photographs of storm impacts, GNSS measurements, hindcast weather models, and a digital surface model. Eight past storms caused minor to major flooding. Wave impact hour calculations showed that the record storm in 2011 doubled the typical annual wave impact hours. Areas at risk of erosion and flooding in Goodnews Bay were identified using publicly available datasets common to Alaska coastal communities; this work demonstrates that the data and tools exist to perform quantitative analyses of coastal hazards across Alaska.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document