Dalam Pasal 34 UUD 1945 menjelaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Sedangkan fakir miskin, dan anak-anak terlantar masih menjadi masalah yang besar bagi bangsa Indonesia. Di Indonesia di perkirakan jumlah anak terlantar mencapai 4,1 juta jiwa. Pada bulan Maret 2018, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen). Adapun data anak terlantar di Dinas Sosial Propinsi Riau tercatat 3.517 jiwa anak terlantar pada tahun 2017. Sedangkan data fakir miskin di Dinas Sosial Provinsi Riau tercatat sebanyak 303.438 jiwa pada tahun 2017. Ada tiga masalah pokok yang peneliti bahas (1) Implementasi Pasal 34 UUD 1945 dan Undang-undang perlindungan anak dalam praktik kehidupan berbangsa. (2) Kendala-kendala yang di hadapi oleh pemerintah dalam pelaksanaan Pasal 34 UUD 1945 tentang nafkah dan hadhanah. (3) Solusi dalam syari’at Islam tentang nafkah dan hadhanah terhadap Pasal 34 UUD 1945 dalam perspektif maqȃshid syarȋ’ah.Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan (Library Research). Pendekatan penelitian adalah pendekatan kualitatif. Sedangkan pendekatan masalah adalah normatif-yuridis. Peneliti menggunakan dua sumber, yaitu : sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun teknis analisis data yang digunakan adalah kajian isi (content analysis).Hasil penelitian ini berdasarkan fokus masalah adalah Pertama, Penerapan terhadap permasalahan fakir miskin dan anak terlantar tidak lepas dari tingginya tingkat penduduk mulai dari banyaknya pendatang, tingginya tingkat kebutuhan hidup, sempitnya lapangan pekerjaan dan tingkat pendidikan yang rendah. Sehingga ini menjadi fenomena yang sudah mulai kelihatan di Provinsi Riau.Kedua, Salah satu kendala yang di hadapi oleh pemerintah dalam pelaksaan Pasal 34 UUD 1945 dengan adanya faktor fakir miskin dan anak terlantar adalah Pertama, Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Kedua, Bertambahnya jumlah penduduk yang semakin meningkat. Ketiga, Biaya kehidupan yang tinggi.Ketiga, Solusi dalam Islam memecahkan problem kemiskinan dibagi menjadi tiga metode. Metode Pertama: Jalan yang khusus, yang harus ditempuh oleh pihak fakir miskin itu sendiri. Fakir miskin wajib melakukan usaha, selama ia masih mempunyai kemampuan dan kesanggupan untuk bekerja. Bagi masyarakat, orang yang mampu dan pemerintah berkewajiban memberikan bantuan. Metode kedua: Jalan ini berpangkal kepada kesediaan masyarakat Islam untuk membantu. Mereka mempunyai tanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan fakir miskin, baik yang merupakan sumbangan wajib misalnya zakat dan kafarat, maupun yang tidak wajib misalnya wakaf dan sedekah. Metode ketiga: Jalan khusus, yang harus dilakukan oleh orang kaya dan pihak pemerintah. Secara syari’at Islam, pemerintah berkewajiban mencukupi kebutuhan fakir miskin, baik ia seorang Muslim atau bukan (kafir dzimmi), selama ia masih berada di bawah kekuasaan pemerintahan Islam.