‘minim-kata’ di kota Padang pada pertengahan dekade 90-an denganmenggunakan ‘pembacaan arena’ yang ditawarkan Pierre Bourdieu. Analisiseksternal atas arena dan dan analisis internal berupa tinjauan dan perbandingandramaturgi memperlihatkan bahwa kedua pertunjukan tersebut hadir untukmenggugat posisi Wisran Hadi, seorang sutradara dominan di kota Padang padadekade 90-an. Analisis internal atas dramaturgi kedua pertunjukanmemperlihatkan perbedaan yang signifikan atas aspek-aspek dramaturginya,terutama pada pusat dramaturginya, tema kontemporer dan pesanpertunjukannya, tokoh-tokoh ‘plural yang singular’ yang dihadirkannya, aktingdan gestur metaforis yang digunakannya, serta setting dan tata artistik yangprovokatif dan simbolis ketimbang lokatif. Tulisan ini juga berargumen bahwabentuk ‘tanpa-kata’ dan ‘minim-kata’ merupakan sebuah strategi pemosisianinternal dan eksternal dari kedua sutradara dalam arena teater kota Padang padadekade 90-an.