scholarly journals Problematika Regulasi Pengelolaan Dana Abadi Umat: Disharmonisasi Kelembagaan dan Legal Standing

2021 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 35
Author(s):  
Muhammad Aziz Zakiruddin
Keyword(s):  
2017 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 99
Author(s):  
Widodo Dwi Putro ◽  
Ahmad Zuhairi

ABSTRAKSengketa jual beli tanah dalam perkara ini menyeret pihak penjual yang telah menjual objek yang sama kepada dua pembeli dalam dua kali transaksi. Pembeli kedua (penggugat) melayangkan gugatannya terhadap pembeli pertama (tergugat II). Posisi hukumnya dilematis. Kedua pembeli sama-sama merasa mempunyai hak atas tanah sengketa karena telah membeli objek yang sama dari penjual. Untuk membuktikan siapa pembeli yang berhak, hakim perlu mempertimbangkan asas "iktikad baik" (good faith), sebagai dasar untuk menentukan pembeli yang patut mendapat perlindungan hukum. Permasalahannya, kedua pembeli sama-sama mengklaim dirinya adalah pembeli yang beriktikad baik. Sehingga, untuk menilai siapa pembeli yang patut mendapat perlindungan hukum, hakim berpegangan pada prinsip duty of care, dengan mempertimbangkan siapa pembeli yang berhati-hati dan cermat memeriksa data yuridis dan data fisik sebelum dan saat jual beli dilakukan. Prinsip duty of care ini bersifat abstrak, maka metode penulisan yang digunakan, menelusuri dan mengkaji pendapat para ahli hukum perdata dan agraria untuk didialogkan dengan putusan-putusan hakim. Perkembangan putusan-putusan pengadilan mengenai pembeli beriktikad baik yang mengadopsi prinsip duty of care, seharusnya menjadi 'pegangan' para hakim dalam menangani kasus yang serupa, untuk menilai kapan pembeli dikategorikan sebagai pembeli beriktikad baik.Kata kunci: iktikad baik, perlindungan hukum, duty of care, data yuridis dan fisik.ABSTRACTThe dispute of land sale and purchase in this case drag the seller who had sold the same object to two buyers in two transactions. The second buyer (plaintiff) filed a lawsuit against the first buyer (defendant II). Its legal standing created a dilemma. Both buyers felt equally entitled to be the owner of the disputed land, which is the same object purchased from the seller. In providing evidence of the most eligible buyer, the judge should take into consideration the principle of "good faith" as the basis for determining the buyer deserving legal protection. The problem is that both buyers claimed that they were buyers of good faith. Therefore, to appraise which buyer deserving the legal protection, the judges adhered to principle of "duty of care" by taking into account which one of them was carefully and meticulously reading-through the juridical and physical data prior to and during the sale and purchase of the land was conducted. Given the abstract nature of the principle of "duty of care" the analysis method used in this discussion is exploring and studying the opinions of the experts of civil and agrarian law as to be juxtaposed with the decisions of the judges. The development of court decisions related to the issue of good faith buyers adopting the principle of "duty of care" should serve as a reference for the judges in handling similar cases to determine a good faith buyer.Keywords: good faith, legal protection, duty of care, juridical and physical data.


2009 ◽  
Vol 82 (3) ◽  
pp. 490-513
Author(s):  
Hannah Farber

During the 1640s, George Cleeve and Thomas Morton carved the province of Lygonia out of Ferdinando Gorges' Maine. Cleeve believed Lygonia's legitimacy was guaranteed by its legal standing and by the authority of its Parliamentarian proprietor, but he could not stop Lygonian towns from opting to join the Massachusetts Bay Colony in 1658.


2021 ◽  
pp. 174387212110493
Author(s):  
Gordon Hull

This paper situates the data privacy debate in the context of what I call the death of the data subject. My central claim is that concept of a rights-bearing data subject is being pulled in two contradictory directions at once, and that simultaneous attention to these is necessary to understand and resist the extractive practices of the data industry. Specifically, it is necessary to treat the problems facing the data subject structurally, rather than by narrowly attempting to vindicate its rights. On the one hand, the data industry argues that subjects of biometric identification lack legal standing to pursue claims in court, and Facebook recently denied that that its facial recognition software recognizes faces. On the other hand, industry takes consent to terms of service and arbitration clauses to create enforceable legal subject positions, while using promises of personalization to create a phenomenological subject that is unaware of the extent to which it is being manipulated. Data subjects thus have no legal existence when it is a matter of corporate liability, but legal accountability when it is a matter of their own liability. Successful reform should address the power asymmetries between individuals and data companies that enable this structural disempowerment.


2019 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 93-108
Author(s):  
Muzakkir Abubakar

Penelitian ini ingin menjawab keberadaan pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan ke pengadilan apabila terjadinya  kerugian akibat perbuatan melawan hukum dalam lingkungan hidup. Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian akibat pencemaran atau perusakan lingkungan yang dilakukan oleh pengusaha atau penanggungjawab usaha dan/atau perusakan lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan dapat dilakukan melalui gugatan perdata biasa yang diajukan oleh pihak korban atau  anggota masyarakat biasa yang mengalami kerugian. Dengan melakukan studi dokumen, ditemukan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 telah memberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan melalui legal standing/LSM, prosedur class action  atau melalui citizen suit yang merupakan hak gugat tanpa adanya kepentingan hukum. Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab di bidang lingkungan hidup juga dapat mengajukan gugatan terhadap pelaku pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Right to Submit a Law in the Environmental Disputes This study wants to answer the existence of parties who can file a lawsuit to the court if there is an unlawful act that results in a loss to the environment. Unlawful acts that cause losses due to pollution or environmental damage carried out by employers or business people responsible for and/or environmental damage. Settlement of environmental disputes through a court can be carried out through civil lawsuit filed by victims or community who suffer losses. By conducting document studies, it was found that with the enactment of Law No. 32 of 2009, it has provided an opportunity to file a lawsuit through legal standing, class action or through citizen suits which constitute a claim right without any legal interest. The Government or Regional Government as the person in charge of the environmental sector can also file a lawsuit against the perpetrators of environmental pollution and/or damage for the benefit and welfare of the community.


2019 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 49
Author(s):  
Ichsan Adrias Male ◽  
Nirmala Sahi ◽  
Rahmat T.S Gobel
Keyword(s):  

Konflik produk hukum antara surat keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan Romahurmuzy dan putusan Mahkamah Agung yang mengesahkan kepengurusan Djan Faridz menjadi objek permasalahan terkait legalitas rekomendasi manakah yang memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengajukan calon kepala daerah sesuai amanat pasal 36 PKPU No 9 Tahun 2016.Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : (1) kekuatan hukum surat rekomendasi calon kepala daerah sesuai pasal 36 PKPU No 9 Tahun 2016 Tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah; (2) konstitusionalitas surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh kepengurusan Romahurmuzy dan kepengurusan Djan Faridz; (3) solusi untuk mengatasi dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembanguan dalam memberikan rekomendasi dan dukungan terhadap pemilihan kepala daerah. Penelitian ini adalah penelitian normatif yaitu teknik atau prosedur telaah dengan berpedoman pada beberapa asas hukum, kaidah-kaidah hukum, maupun prinsip-prinsip hukum yang berkaitan dengan substansi peraturan perundang-undangan yang bersifat umum dan khusus agar dapat menjawab isu hukum yang diajukan.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pertama, ketentuan Pasal 36 PKPU No 9 Tahun 2016 menjelaskan bahwa dalam hal keputusan terakhir dari Menteri tentang kepengurusan Partai Politik tingkat pusat masih dalam proses penyelesaian sengketa di pengadilan, Komisi Pemilihan Umum menerima pendaftaran Bakal Pasangan Calon berdasarkan keputusan terakhir dari Menteri tentang penetapan kepengurusan Partai Politik. Dengan demikian, kekuatan surat rekomendasi yang sesuai legal-formal adalah kepengurusan Romahurmuziy dan dapat dipastikan kepengurusan yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan adalah kepengurusan Romahurmuziy. Kedua, Dualisme Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang terjadi telah menimbulkan ketidakpastian hukum terkait dengan calon kepala daerah dari PPP yang mengakibatkan adanya upaya hukum untuk mendapatkan legal standing kepengurusan partai yang berhak mengusung calon kepala daerah yang pada akhirnya Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali kepengurusan Romahurmuziy dengan membatalkan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 504 K/TUN/2015 Tahun 2015 yang sebelumnya dimenangkan oleh Djan fariz. Atas dasar putusan Mahkamah Agung itulah, kepengurusan Romahurmuziy adalah kepengurusan yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah.


Acta Comitas ◽  
2021 ◽  
Vol 6 (02) ◽  
pp. 310
Author(s):  
I Dewa Gede Agung Dhira Natsya Ora ◽  
Dewa Gde Rudy

Abstract This paper aim to develops knowledge in the field of notarial law and finds out the difference in legal standing between Rural Banks and Commercial Banks included Regional Development Banks as buyers in the auction for the executions of collateral for their collateral. Normative legal research methods is uses for this writing. The result of this study indicates that Rural Banks and Commercial Banks have different positions in the purchase of a collateral execution auction. Only Commercial Banks that stipulated in Article 12 A paragraph (1) of the Banking Act can purchase an auction for the executions of mortgage guarantees, while Rural Banks cannot become buyers in the auction for executions of collateral for their collateral.   Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengembangkan keilmuan dalam bidang hukum kenotariatan dan untuk mengetahui perbedaan kedudukan hukum antara Bank Perkreditan Rakyat dengan Bank Umum termasuk didalamnya Bank Pembangunan Daerah sebagai pembeli dalam lelang eksekusi hak tanggungan atas jaminannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Bank Perkreditan Rakyat dengan Bank Umum memiliki perbedaan kedudukan dalam pembelian lelang eksekusi hak tanggungan atas jaminannya. Bank yang dapat membeli lelang eksekusi hak tanggungan atas jaminannya hanyalah Bank Umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 A ayat (1) Undang-Undang Perbankan, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat tidak dapat menjadi pembeli dalam lelang eksekusi hak tanggungan atas jaminannya.


2020 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 89-102
Author(s):  
Mellisa Towadi ◽  
Agustinus Supriyanto

This manuscript aims to analyze the extent to which the role, the tendency, the influence of the Organization of Islamic Cooperation (OIC) to protect Indonesian migrant workers in that member states. The analysis was carried out uses a juridical normative method, and resulted in that OIC to the protection of Indonesian migrant workers confirmed has a strong capacity to solve migrant workers' problems among its member states. In this case implementation of the employment policies issued by the OIC are a form of empowerment resources migrant workers through indirect protection (through education, training, dissemination, research, and development) that has prospects good enough for Indonesia to protect migrant workers although not significant.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document