Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

148
(FIVE YEARS 55)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Widya Gama Mahakam

2541-0962, 2085-7616

2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 81-102
Author(s):  
Muhammad Djaelani Prasetya

This research aims to provide prescriptions on what is the relevance of the Value of Goods toward Criminal Act of Theft and what should be done. This research is a Normative Research, with the approach was Conceptual, Statute and Case approach. Legal material itself was legislation, court rulings, legal journals, theses, and other official legal publications. The data then were analyzed qualitatively. The result of the researcher indicate that the Value of Goods as the causa prima has relevance to criminal act of theft. Misdriff or not, using regular or quick criminal procedure, both depend on the Value of Goods and the specific situation. On the other hand, the accusation of the public prosecutor has an essential role, especially in determining the loss, the specification of evidence, and the application of the Article which has implications for the consideration of judges' decisions. Finally, the high burden of cases and other problems can be prevented by strengthening the existence of misdriff through the adjustment or reconstruction of the Value of Goods until reconstruction of the Criminal Act of Theft.


2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 132-147
Author(s):  
Wahyuni Safitri ◽  
Hardiansyah Hardiansyah

Upaya penyelenggaraan ketahanan keluarga di wilayah Provinsi Kalimantan Timur didasarkan pada 5 (lima) dimensi ketahanan keluarga yang mengacu pada Buku Katalog Pembangunan Ketahanan Keluarga dari Kementerian PPPA Republik Indonesia. Kelima dimensi tersebut meliputi Dimensi Landasan Legalitas dan keutuhan Keluarga, Dimensi Ketahanan Fisik, Dimensi Ketahanan Ekonomi, Dimensi Ketahanan Sosial-Psikologi, Dimensi Ketahanan Sosial-Budaya. Mengacu pada kelima dimensi tersebut, maka diperlukan kajian hukum terhadap Praktek Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga di Provinsi Kalimantan Timur agar dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam pembuatan atau penyusunan rancangan peraturan daerah tentang Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga di Provinsi Kalimantan Timur, sebagai landasan penguatan ketahanan keluarga oleh seluruh stakeholders, baik yang bersentuhan langsung, maupun tidak langsung berdasarkan tugas pokok, fungsi dan kewenangan masing-masing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji praktek penyelenggaraan ketahanan keluarga di Provinsi Kalimantan Timur dan untuk mengetahui dan menganalisis permasalahan yang dihadapi masyarakat Kalimantan Timur terkait ketahanan keluarga. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Empiris (Yuridis Empiris). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Praktek penyelenggaraan ketahanan keluarga serta permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat kalimantan timur terkait ketahanan keluarga dapat dilihat dari 2 (dua) aspek yakni Aspek Legalitas dan Keutuhan Kelurga serta Aspek Ketahanan Fisik. Aspek Legalitas dan Keutuhan Keluarga menjelaskan bahwa kondisi sosiologis masyarakat Kalimantan Timur terkait penyelenggaraan ketahanan keluarga di Provinsi Kalimantan Timur sesungguhnya masih membutuhkan dorongan regulasi dari pemerintah daerah, dalam hal ini adalah pemerintah provinsi. Hal ini tergambar pada data-data yang telah dicantumkan dalam tabel-tabel diatas, yang dapat kita gambarkan dengan angka perceraian di Provinsi Kalimantan Timur, angka kriminalitas di Provinsi Kalimantan Timur dan kepemilikan akte kelahiran di Provinsi Kalimantan Timur. Aspek ketahanan Fisik menjelaskan bahwa kondisi faktual masyarakat di Provinsi Kalimantan Timur atau permasalahan masyarakat kaltim terkait ketahanan keluarga yakni digambakan dengan Kecukupan pangan dan daya beli masyarakat Kalimantan Timur sebagai indikator kesejahteraan, Pengeluaran untuk daya beli masyarakat terhadap jenis makanan yang menggambarkan pola konsumsi rata-rata sebuah keluarga. Kepemilikan Rumah di Provinsi Kalimantan Timur, serta Pekerja dan Pengangguran di Provinsi Kalimantan Timur.


2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 160-178
Author(s):  
Suradiyanto Suradiyanto ◽  
Dinny Wirawan Pratiwie
Keyword(s):  

Tujuan dari prinsip UNIDROIT adalah untuk mengharmonisasikan hukum kontrak komersial di negara-negara yang ingin menerapkannya, sehingga materinya difokuskan pada persoalan yang dianggap netral.Ruang lingkup yang diatur oleh prinsip UNIDROIT adalah kebebasan berkontrak, mengingat asas kebebasan berkontrak dalam UNIDROIT ini berusaha untuk mengakomodasikan berbagai kepentingan yang diharapkan dapat memberikan solusi persoalan perbedaan sistem hukum dan kepentingan perekonomian lainnya.Kaidah-kaidah hukum memaksa (mandatory rules) yang diberlakukan oleh negara dalam hukum nasionalnya, atau untuk melaksanakan suatu konvensi internasional atau yang digunakan oleh sebuah organisasi internasional, tidak dapat dikesampingkan oleh asas-asas UNIDROIT.Bila para pihak memasukkan prinsip-prinsip UNIDROIT sebagai syarat dalam kontrak maka syarat-syarat itu tidak dapat mengesampingkan kaidah memaksa dari lex causae atau lex fori negara ketiga yang memiliki kaitan yang erat dengan kontrak.Bila (khususnya dalam proses arbitrase) asas-asas UNIDROIT diberlakukan sebagai hukum yang berlaku, maka UNIDROIT tidak dapat mengesampingkan kaidah-kaidah memaksa dari sistem hukum yang seharusnya berlaku berdasarkan pendekatan Hukum Perdata Internasional (HPI).


2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 148-159
Author(s):  
Abdul Mukmin ◽  
Andri Pranata

Tanah di Indonesia memiliki makna yang besar bagi masyarakat, hal ini disebabkan bahwa tanah bukan hanya sebagai tempat untuk bermukim atau membangun tempat tinggal, akan tetapi lebih dari pada itu tanah juga dijadikan sebagai objek untuk mata pencaharian masyarakat, Atas nilai kemanfaatan tanah yang begitu luar bisa baik bagi masyarakat maupun bagi negara, tanah juga menjadi objek vital dalam hal timbulnya sengketa atau konflik, atas dasar itulah pemerintah dalam upaya percepatan sengketa atau konflik pertanahan, menerbitkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kantor pertanahan kota samarinda dalam melakukan penyelesaian sengketa pertanahan dan untuk mengetahui kendala-kendala dari kantor pertanahan kota samarinda dalam melakukan penyelsaian sengketa atau konflik pertanahan. Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian yuridis empiris, Sumber data pada penelitian ini menggunakan data sekunder. Dalam penelitian ini menggunakan metode penyajian dengan analisis deskriptif kualitatif. Teknik yang digunakan peneliti adalah dengan mengelola dan menganalisis data tersebut menggunakan analisis kualitatif. Luaran dari penelitian ini, yaitu publikasi ilmiah dan untuk pengayaan bahan ajar. peran kantor pertanahan dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan sangat besar dan sangat penting. Peran kantor pertanahan dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan sangat besar karena sejak awal dalam melakukan penyelesaian sengketa atau konflik tersebut, baik berdasarkan inisiatif dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional maupun berdasarkan pengaduan masyarakat, Kantor Pertanahan memiliki peran yang sangat penting mulai dari pemantauan dengan tujuan untuk mengetahui sengketa atau konflik yang terjadi, melakukan pelaporan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, melakukan pengumpulan data-data untuk mengetahui histori awal dari tanah tersebut sampai dengan terjadinya sengketa atau konflik, kemudian melakukan analisis data untuk mengetahui apakah sengketa atau konflik tersebut merupakan kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atau bukan, hingga menerima perintah untuk menyelesaikan sengketa atau konflik yang terjadi. Dan Kendala-kendala Kantor Pertanahan dalam penyelesaian sengketa atau konflik pertanahan, mulai dari kurangnya bukti-bukti dan kepercayaan masyarakat serta terbatasnya kewenangan yang dimiliki Kantor Pertanahan.


2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 117-131
Author(s):  
Renaldy Ilham Mahendra ◽  
Iwan Erar Joesoef

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan investigasi praktik perjanjian Nominee. Lingkup yang dikaji adalah perjanjian Nominee antara pemegang saham Nominee dan Beneficiary berdasarkan hukum dan undang-undang perseroan terbatas di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pengumpulan data sekunder berupa buku, jurnal, tesis bahan-bahan seminar serta regulasi dan putusan pengadilan terkait yaitu Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN.Mdn. Fakta yang ditemukan adalah sengketa dalam putusan pengadilan disebabkan karena perbuatan memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik sehingga Beneficiary mengalami kerugian. Namun hakim memutuskan bahwa perbuatan tersebut bukanlah wilayah pidana sehingga permasalahan antara beneficiary dengan pemegang saham nominee tidak terselesaikan. Hasil dari penelitian ini adalah pebuatan perjanjian nominee tersebut bukanlah perbuatan yang sesuai dengan itikad baik dan permasalahan hukum antara nominee dengan beneficiary dapat diselesaikan secara keperdataan apabila salah satu pihak ada yang dirugikan.


2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 103-116
Author(s):  
Nyoman Gede Arya T. Putra ◽  
Jimmy Pello ◽  
Karolus Kopong Medan ◽  
Jeremia Alexander Wewo

Abstrak Anak merupakan aset terbesar bagi suatu negara oleh sebab itu harus mendapat perlindungan hukum terhadap setiap kejahatan termasuk kejahatan kekerasan seksual. Adapun persoalan hukum yang dikaji yaitu Sejauh manakah perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual di Provinsi Nusa Tenggara Timur?. Jenis dari penelitian ini yaitu penelitian hukum empiris. Hasil penelitian menemukan bahwa Perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual di Nusa Tenggara Timur telah berjalan hal ini dapat dilihat dari telah dibentuknya : Organisasi Perangkat Daerah (OPD), yaitu Badan Pemberdayaan Anak dan Perempuan Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menangani masalah anak dan perempuan, Membentuk tim anak yang berhadapan dengan hukum, Mendirikan Rumah Korban (Ruban) yaitu rumah untuk menampung anak yang menjadi korban dan Membentuk tim-tim khusus yang menangani anak korban


2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 70-80
Author(s):  
Kurniasanti ◽  
Joko Setiyono

The challenges of drug and food supervision in the era of the 4.0 industrial Revolution, as well as the drug abuse phenomenon, traditional drug circulation, cosmetics and illegal health supplements are marbling to be addressed with a systematic performance. This research was done in a descriptive, i.e. showing surveillance data and BPOM function and a legal approach related to the surveillance function of BPOM which is so far used. The results of the analysis of the philosophy, sociological and juridical aspects show that the strengthening of BPOM one of the most important is having a special legal umbrella in the field of drug and food control. Based on this, the Law of drug and food supervision is an urgent necessity to be realized.  Keyword: BPOM; Supervision Law enforcement; Authority


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Andriany Widie Astuti ◽  
Wahyuni Safitri

The relationship between banks and customers is based on the two most related elements, namely law and trust. A bank can only carry out activities and develop its bank, if the community "believes" to place its money, on banking products that exist in the bank. The higher the trust of the community, the higher the public's awareness to save money with the bank and to use other banking services. Public trust is the main key to the development or failure of a bank, in the sense that without the trust of the community, then a bank will not be able to carry out its business activities. For business people, banks are the main complement in carrying out daily activities, controlling the entry and exit of funds and achieving success, and are usually in the form of checking accounts. Based on this, the writer wants to examine more deeply the relationship between customers and banks regarding account information, bank rights and customer rights, and is associated with existing regulatory regulations.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 39
Author(s):  
JAMES RIDWAN EFFERIN

ABSTRACTOn the 6th day of January 2020, the Constitutional Court of the Republic of Indonesia has issued a Decree Number 18/PUU-XVII/2019 (“the Constitutional Court Decree”), which decides that regarding the phrase “has an equal enforceable power as the court decisions that have permanent legal force” on Article 15 Paragraph (2) of the Law number 42 year 1999 on Fiduciary (“the Law No. 42/1999”), is in contradiction with the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and shall have no legal binding power if it is not considered to be “towards any fiduciary that have no consent on default and the debtor has raised an objection to surrender the fiduciary object voluntarily. Furthermore the phrase “default” on Article 15 Paragraph (3) of the Law No. 42/1999 is in contradiction with the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and shall have no legal binding power if it is not considered to be “a default shall not be determined solely by the creditor, but should be based on a consent between the creditor and debtor or based on any legal actions which determine the said default.”The Constitutional Court gives a legal interpretation that the executorial power of the Fiduciary Certificate is not considered automatically being applicable, but it shall depend on certain condition(s), i.e.: a consent on default by the creditor and debtor, and /or the willingness of the debtor to voluntarily surrender its fiduciary objects. This Decree will give an impact to the creditor because Fiduciary is supposed to have a character of ease on the execution if the debtor is in default (Elucidation of Article 15 Paragraph (3) Law No. 42/1999), but now if the debtor refused to cooperate, then the creditor should have a decree from the Court first before executing any fiduciary object.The type of this legal research is juridical normative with a legal and conceptual approaches. Keywords: Constitutional Court Decree No. 18/PUU-XVII/2019; Execution; Fiduciary ABSTRAK  Pada tanggal 6 Januari 2020 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah mengeluarkan Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 (“Putusan Mahkamah Konstitusi”)  yang menentukan bahwa frasa “kekuatan eksekutorial” dan “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” pada Pasal 15 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU No. 42/1999”), bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia. Selain itu frasa “cidera janji” pada Pasal 15 Ayat (3) UU No. 42/1999 juga dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji.”Mahkamah Konstitusi telah memberikan penafsiran hukum bahwa kekuatan eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia tidak serta merta dapat diberlakukan, namun digantungkan pada suatu keadaan tertentu, misalnya: kesepakatan cidera janji oleh kreditur dan debitur, dan/atau kesediaan debitur untuk menyerahkan objek jaminan fidusia dengan sukarela.Keputusan ini memberikan dampak kepada kreditur karena seharusnya Jaminan Fidusia mempunyai sifat mudah dalam eksekusi apabila debitur wanprestasi (Penjelasan Pasal 15 Ayat (3) UU No. 42/1999), tetapi saat ini apabila debitur menolak bekerjasama, maka kreditur harus memperoleh putusan pengadilan lebih dahulu sebelum melakukan eksekusi.Tipe penelitian hukum ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Kata Kunci: Putusan Mahkamah Konstitusi 18/PUU-XVII/2019; Eksekutorial; Fidusia


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 11
Author(s):  
Bima Guntara

Keinginan bagi kita semua bangsa Indonesia untuk memiliki pemerintahan yang terbebas dari praktik korupsi, namun itu semua terasa hanya sebuah angan-angan saja melihat maraknya praktik korupsi yang terjadi di negara ini, hal ini di perparah dengan banyaknya praktik korupsi yang dipertontonkan oleh aparatur pemerintah daerah. Praktik korupsi yang menjamur di daerah menjadikan cita-cita demokrasi yang terbebas dari praktik korupsi di pemerintahan daerah seakan sulit terwujud. Penanganan terkait semakin maraknya praktik korupsi pun telah dilakukan oleh negara mulai dari membuat regulasi hingga membentuk sebuah lembaga yang khusus menangani penyakit yang tak kunjung terobati dan terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan di tanah air yang kita cinta ini. Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui tren korupsi yang terjadi di pemerintahan daerah dalam era desentralisasi. Penulis memilih menggunakan pendekatan studi pustaka dengan teknik analisis deskriptif dalam metode penulisan agar mengetahui lebih jauh mengenai lahirnya desentralisasi dan tren korupsi dalam hubungannya dengan penerapan otonomi daerah serta fenomena menjamurnya praktik korupsi yang terus berlangsung di daerah.Kata Kunci: Korupsi; Pemerintahan Daerah; Desentralisasi


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document