Majalah Farmaseutik
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

84
(FIVE YEARS 74)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Gadjah Mada

2614-0063, 1410-590x

2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Altaufik Ngani ◽  
Titik Nuryastuti ◽  
Tri Murti Andayani

Beberapa studi mengusulkan konversi terapi antibiotik intravena ke oral untuk menurunkan lama rawat inap dan biaya dalam pengobatan Community Acquired Pneumonia (CAP) yang masih menjadi masalah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang praktik konversi antibiotik intravena ke oral pada pasien CAP serta menganalisis biaya dari terapi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross sectional terhadap pasien CAP di RSA UGM. Data yang diambil berupa rekam medik pasien rawat inap periode Januari 2017-Desember 2019 yang selanjutnya dibagi ke dalam dua kelompok yakni kelompok konversi ≤ hari ke-3 dan kelompok konversi > hari ke-3. Hasil penelitian menunjukan bahwa switch therapy merupakan jenis konversi paling banyak digunakan (60,6%). Merujuk pada luaran klinis, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kelompok antibiotik intravena konversi ≤ hari ke-3 dan kelompok antibiotik antibiotik intravena konversi >hari ke 3 terhadap LOS (4,21±0,99 vs 5,65±1,40). Hal yang sama terjadi pada analisis biaya, yang juga menunjukan perbedaan siginifikan (p<0,05) antara kelompok antibiotik intravena konversi ≤ hari ke-3 dan kelompok antibiotik intravena konversi >hari ke-3 terhadap biaya antibiotik dengan biaya total masing-masing Rp.126.022,33 vs Rp.274.283,82 dan Rp.2.610.283,66 vs Rp.3.696.681,06. Konversi antibiotik intravena ke oral ≤ hari ke-3 menghasilkan lama rawat inap yang lebih rendah dan penghematan biaya pengobatan.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Ratna R. ◽  
Woro Supadmi ◽  
Endang Yuniarti

Kualitas hidup merupakan kondisi dimana pasien memiliki kesejahteraan secara fisik, psikologis dan sosial serta mampu mengoptimalkan potensinya dalam kehidupan dan aktivitasnya sehari-hari. Jenis kanker dan kemoterapi yang diberikan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien kanker secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien kanker dengan menggunakan kuesioner EORTC QLQ-C30 dan menganalisis hubungan karakteristik demografi pasien, jenis kanker dan stadium kanker serta regimen kemoterapi dengan kualitas hidup pasien kanker. Penelitian ini merupakan penelitian observasional menggunakan desain cross sectional dengan subyek semua pasien kanker yang sedang menjalani kemoterapi di RSUD Kota Yogyakarta dan memenuhi kriteria inklusi selama bulan September-Oktober 2020. Data yang diperoleh dianalisis secara univariat menggunakan distribusi frekuensi dan dianalisis statistik dengan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata kualitas hidup pada skala status kesehatan global adalah 61,03±14,07. Domain tertinggi pada skala fungsional adalah fungsi sosial dengan skor rata-rata 92,40±17,14 dan kehilangan nafsu makan merupakan domain tertinggi pada skala gejala dengan skor rata-rata 52,94±28,93. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik demografi pasien kanker (usia dan jenis kelamin) dengan kualitas hidup pada skala status kesehatan global (p < 0,05), sedangkan untuk jenis kanker, stadium, regimen dan siklus kemoterapi tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pada status kesehatan global (p > 0,05). 


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Nurul Rochmawati ◽  
Dian Eka Ermawati
Keyword(s):  

Jamu kunyit asam merupakan minuman herbal khas Indonesia yang terbuat dari kunyit dan asam jawa. Industri jamu rumah tangga di Sleman Yogyakarta memproduksi jamu kunyit asam segar, namun belum dilakukan penetapan kadar zat aktif kurkuminoid. Konsumen jamu kunyit asam terbatas untuk wanita dan dewasa. Anak-anak jarang yang mau mengkonsumsi jamu, padahal kandungan kurkumin dalam kunyit juga dapat meningkatkan nafsu makan utamanya anak usia sekolah. Perlu inovasi untuk mengolah jamu segar menjadi produk yang lebih diminati, tahan lama namun tetap berkhasiat, salah satunya adalah sediaan gummy. Gummy dibuat dengan penambahan bahan pembentuk gel sehingga teksturnya kenyal. Karagenan merupakan gelling agent yang terbuat dari rumput laut dan aman untuk produk pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi karagenan terhadap sifat fisika dan kimia, serta untuk mengetahui konsentrasi optimum karagenan pada formulasi gummy jamu kunyit asam sesuai Standar Nasional Indonesia tentang kembang gula lunak. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan variasi konsentrasi karagenan (7.5%; 8.0%; 8.5%) serta jamu kunyit asam segar sebagai bahan utama. Pengujian sediaan meliputi organoleptik, pH, keseragaman bobot, kandungan air, waktu hancur dan uji penerimaan responden. Penetapan kadar kurkuminoid menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS dan analisa statistik one way ANOVA. Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi karagenan berpengaruh terhadap organoleptik, keseragaman bobot, kadar air, dan waktu hancur, namun tidak berpengaruh terhadap pH. Kadar kurkuminoid jamu segar 1.47% dan pada gummy 0.03% (b/b). Formula karagenan 8.0% merupakan formula optimum karena memenuhi syarat mutu sediaan gummy dan paling disukai oleh responden.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 187
Author(s):  
Karina Anindita Santosa ◽  
Susi Ari Kristina ◽  
Chairun Wiedyaningsih

Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok terbesar di dunia. Tingginya angka perokok di Indonesia mengakibatkan risiko peningkatan jumlah orang terpapar atau menghirup asap rokok sebagai secondhand smoke. Secondhand smokemerupakan salah satu faktor risiko penyakit kanker. Penelitian mengenai estimasi beban penyakit kanker ini bertujuan untuk melihat seberapa besar angka kematian dan prematuremortality cost penyakit kanker akibat secondhand smokedi Indonesia. Estimasi beban penyakit kanker akibat secondhand smokemerupakan penelitian epidemiologi deskriptif dan estimasi berdasarkan prevalence-baseddengan indikator yang digunakan yaitu angka kematian penyakit kanker akibatsecondhand smokedan premature mortality cost. Angka kematian penyakit kanker akibat secondhand smoke (SAM) diperoleh dengan mengalikan nilai Secondhand smokeAttributable Fractions (SAFs) dengan angka kematian tiap penyakit kanker, dimana nilai SAFs diperoleh dari rumus perhitungan menggunakan data prevalensi secondhand smokedan relative risk tiap penyakit. Premature mortality cost diperoleh dengan mengalikan angka kematian penyakit kanker akibat perokok pasif, angka harapan hidup, dan rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia. Jumlah angka kematian tertinggi untuk penyakit kanker akibat secondhand smoke adalah kanker paru (949 kematian), kanker kolon (771 kematian), dan kanker pankreas (371 kematian). Nilai tertinggi dari premature mortality costadalah Rp 56.882.000.000 untuk kanker paru, Rp 51.398.000.000 untuk kanker kolon, dan Rp 22.850.000.000 untuk kanker pankreas. Estimasi beban penyakit kanker akibat secondhand smokeperlu dilakukan untuk membantu pemerintah dalam menentukan program kesehatan dan untuk mengurangi beban penyakit kanker akibat secondhand smokedi Indonesia.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Muh Irham Bakhtiar ◽  
Chairun Wiedyaningsih ◽  
Nananng Munif Yasin ◽  
Susi Ari Kristina

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan Hasil Profil Kesehatan Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2017, keberhasilan terapi tuberkulosis sebesar 65% dalam hal ini berada dalam posisi terendah dan dibawah target minimal 85% (secara nasional). Angka keberhasilan pengobatan penyakit TB erat kaitannya dengan kepatuhan pengobatan. Berdasarkan laporan WHO 2019 Angka putus berobat pada pasien TB dindonesia 26%. Angka putus berobat ini sangat berbahaya karena jika pengobatan tidak dilakukan secara teratur akan memberikan outcome klinis yang buruk bahkan target nasional adalah tidak boleh melebih >10 %. Tujuan penelitian ini yaitu melihat gambaran pengetahuan pasien TB  Paru, mengetahui gambaran kepatuhan pengobatan dan melihat hubungan antara kepatuhan pengobatan terhadap outcome klinis. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan studi cross sectional yang dilakukan di wilayah Kabupaten Bantul tersebar di 15 Puskesmas pada periode Maret-Juni 2020. Alat ukur kepatuhan pengobatan menggunakan kuesioner Morisky Green Levine Test (MGLT). Total subyek dalam penelitian ini adalah 57 responden dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi penelitian. Semua responden mimiliki pengetahuan yang tinggi (>5) baik pada pasien patuh maupun tidak patuh. Gambaran kepatuhan pengobatan TB paru bahwa terdapat 51 (89,5%) responden patuh dalam pengobatan dengan menjawab “ Tidak” pada 4 pertanyaan dalam Kuesioner MGLT dan terdapat 6 (10,5%) responden yang tidak patuh dalam pengobatan TB paru dengan jawaban yang beragam mulai dari bahwa responden merasa tidak membaik sebanyak 60%, beralasan lupa sebanyak 33%, karena lalai dalam pengobatan 16% responden dan karena merasa dirinya membaik 16%. Hubungan antara kepatuhan pengobatan dengan outcome klinis pasien tuberkulosis paru tidak ada perbedaan signifikan secara statistik dikarenakan outcome klinis membaik pada kelompok patuh maupun tidak patuh.Kata Kunci : Kepatuhan Pengobatan, Outcome Klinis, TB-Paru, MGLT


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 166
Author(s):  
Widya Adhitama ◽  
Ika Puspitasari ◽  
Ida Safitri Laksanawati

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak selain infeksi saluran nafas atas dan diare di negara berkembang. Salah satu terapi yang diberikan adalah antibiotik, pemilihan antibiotik harus didasarkan pola resistensi bakteri lokal. Tujuan penelitian ini untuk menilai hubungan rasionalitas antibiotik empiris terhadap luaran klinis pasien anak rawat inap dengan ISK di Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian  observasional menggunakan rancangan deskriptif-analitik dengan desain cohort retrospektif. Subyek penelitian adalah pasien anak rawat inap dengan ISK di Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta periode 1 Januari 2016 – 31 Desember 2018. Jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 63 pasien dengan 70 regimen antibiotik. Rasionalitas penggunaan antibiotik empiris dievaluasi menggunakan metode Gyssens. Hasil dari penelitian ini menunjukkan antibiotik empiris yang rasional yaitu sebesar 84,3% (59 regimen), dan yang tidak rasional sebesar 15,7% (11 regimen). Pada penggunaan antibiotik yang rasional dan memberikan luaran klinis membaik sebesar 82,9%, dan dianalisis dengan uji Fisher menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara rasionalitas antibiotik empiris terhadap luaran klinis pasien anak ISK dengan nilai p=0,011. Gambaran pola bakteri pada pasien ISK anak yaitu bakteri yang menginfeksi terbesar dari bakteri gram negatif (81,97%) dan bakteri gram positif sebesar 18,03%.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Anis Puji Rahayu ◽  
Asti Yunia Rindarwati

Obat merupakan komoditas yang memiliki banyak manfaat, namun juga dapat memberikan dampak negatif jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu dampak negatifnya adalah obat sisa yang sudah tidak digunakan oleh masyarakat akan menjadi sampah B3 rumah tangga yang membahayakan lingkungan hidup. Mengingat dampak kesehatan dan lingkungan yang cukup besar terkait obat sisa, peneliti melakukan penelitian terkait pengelolaan obat yang tidak terpakai dalam skala rumah tangga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian analisis kuantitatif. Data diperoleh melalui teknik wawancara menggunakan instrumen berupa kuesioner kepada responden sebanyak 100 (seratus) rumah tangga di Kota Bandung yang dipilih melalui cluster random sampling. Hasil penelitian menunjukkan 86,0% rumah tangga memiliki obat di rumah yang diperoleh dari fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik, dan puskesmas) (39%) dan apotek (38%). Sebanyak 25,53% dari obat yang dimiliki tidak lagi digunakan dan didominasi oleh golongan analgesik-antipiretik (6,28%) dan obat batuk dan flu (6,69%). Hampir seluruh responden di Kota Bandung (93%) membuang obat yang tidak lagi digunakan ke tempat sampah tanpa prosedur yang tepat dan sisanya membuang ke saluran air, dikubur, atau dibakar. Hal ini menunjukkan potensi resiko pencemaran lingkungan yang tinggi dan timbulnya dampak negatif lain dari segi sosial, ekonomi, dan kesehatan.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 233
Author(s):  
Alfian Bagas Pratama ◽  
Rina Herowati ◽  
Hery Muhamad Ansory

Kanker kulit adalah penyakit di mana kulit kehilangan kemampuannya untuk regenerasi dan tumbuh secara normal. Penyebab umum terjadinya kanker kulit adalah intesitas paparan sinar UVB. Penelitian terdahulu telah membuktikan kandungan senyawa di dalam minyak atsiri pala (Myristica fragrans H.) khususnya miri stsin memiliki khasiat sebagai antioksidan dan efek cytotoxic. Telah dilakukan skrining target molekuler dari kandungan kimia minyak atsiri pala beserta turunan miristisin-nya terhadap target molekuler antikanker kulit antara lain Heat Shock Protein 90 (HSP90A), Prostaglandin Synthase 2 (PTGS2) dan Dihydroorotate Dehidrogenase (DHODH), dan memprediksi interaksi senyawa dari ke 61 ligan uji dengan target molekuler tersebut, kemudian dilakukan docking molekuler menggunakan perangkat lunak PyRx 0.8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa dalam minyak atsiri pala yaitu Guanicin memiliki nilai ΔGbind yang baik pada  HSP90A dengan nilai -8,2 kkal/mol. Hasil docking antara protein PTGS2 dan DHODH dengan ligan baik dari senyawa dalam minyak atsiri pala maupun senyawa turunan miristisin menunjukkan bahwa hampir semua ligan dapat berinteraksi dengan kedua target dengan ligan yang nilai ΔGbind paling kecil dan memiliki model interaksi terbaik dari senyawa minyak atisi pala adalah asam dihidroguaiaretik, dengan nilai ΔGbind secara berurut-urut sebesar  -8,1 kkal/mol dan -9,3 kkal/mol.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Syaifullah Saputro ◽  
Djoko Wahyono ◽  
Nanang Munif Yasin
Keyword(s):  

Ketorolak merupakan NSAID yang utamanya dieliminasi melalui ginjal yang membutuhkan penyesuaian dosis pada pasien  geriatri dengan penurunan fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil rasionalitas pendosisan ketorolak, menganalisis hubungan antara rasionalitas pendosisan dengan efektivitas terapi serta kejadian efek samping pada pasien geriatri rawat inap dengan penurunan fungsi ginjal. Penelitian dilakukan dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan data secara retrospektif  melalui penelusuran rekam medis pasien geriatri rawat inap RSUD Benyamin Guluh periode 2015-2020. Data yang diamati berupa regimen pengobatan, serum kreatinin, efektivitas terapi dan efek samping. Rasionalitas pendosisan dinilai berdasarkan kesesuaian dosis dengan referensi/formula Guisti Hayton. Efektivitas terapi tercapai jika penurunan VAS <50% dan kejadian efek samping dapat diamati pada catatan perkembangan pasien pada rekam medis. Uji statistik Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara rasionalitas pendosisan dengan efektivitas terapi dan efek samping.  Dari 100 kasus sebanyak 35 kasus mendapatkan pendosisan yang rasional dan 65 kasus pengobatan yang tidak rasional. Pendosisan rasional dengan efektivitas tercapai sebesar 85.7%  dan tidak tercapai 14.3%, pendosisan tidak rasional dengan efektivitas tercapai sebesar 83.1% dan tidak tercapai sebesar 16.9%.  Sedangkan efek samping tidak ditemukan pada kelompok rasional ataupun tidak rasional. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara rasionalitas dosis dengan efektivitas (p>0,05) maupun kejadian efek samping.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 243
Author(s):  
Farida Aziza

There are some regulatory bodies in the world that impacting the pharmaceutical industry to operate and perform Good Manufacturing Practice (GMP) principles. These regulatory bodies exist to ensure that the pharmaceutical product and other human supporting products have a high standard of quality, safety, and efficacy from product registration to product distribution to the patient. This article reviews some aspects which is regulated by two of regulatory entities including Therapeutic Goods Administration (TGA) and European Medicines Agency (EMA) in relation with Good Manufacturing Practice (GMP) principles. The GMP principles which is structured by these regulatory agencies may be originally created by the agencies or influenced by other regulatory body concepts. The guidance can be a primary source or second reference for the pharmaceutical industry in impacting countries depending on the guideline’s legal status. It is noticeable that both regulatory bodies have some similar concepts to support GMP implementation and some differentt practices which may be considered by the pharmaceutical industry when it is aimed to market their product in the regulated countries. 


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document