Uti Possidetis: Journal of International Law
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

24
(FIVE YEARS 24)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Faculty Of Education And Teacher Training, Jambi University

2721-8333, 2721-8031

2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 58-80
Author(s):  
Lorenci Chakti Pratama ◽  
Novianti Novianti ◽  
Dony Yusra Pebrianto

Perang atau sengketa bersenjata adalah langkah yang sah untuk menyelesaikan berbagai persoalan ketika cara-cara damai sudah tidak dapat lagi menemukan jalan keluar. Sengketa bersenjata mendapatkan pengaturan dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977. Sebuah sengketa bersenjata pasti akan membawa kesengsaraan yang luar biasa pada umat manusia. Berjuta-juta orang, baik militer maupun sipil menjadi korban. Akibat dari sengketa bersenjata adalah timbul banyaknya korban, maka sangat dibutuhkan petugas medis untuk member pertolongandan perawatan bagi korban perang. Namun dalam kenyataannya masih banyak sekali pelanggaran-pelanggaran terhadap petugas medis. Para petugas medis sengaja dijadikan sasaran serangan oleh para pihak yang bersengketa, padahal dalam Konvensi Jenewa I 1949 dan Protokol Tambahan 1977 telah jelas mengatakan bahwa petugas medis harus selalu dihormati dan dilindungi dan tidak boleh dijadikan obyek serangan. Penelitian ini mencoba untuk menganalisa bentuk bentuk perlindungan hukum petugas medis dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan II 1977 dan faktor-faktor penyebab para pihak yang bersengketa tidak mematuhi aturan Hukum Humaniter Internasional tentang perlindungan petugas medis. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat memberikan sedikit kejelasan bagaimana bentuk perlindungan hukum petugas medis dan faktor-faktor penyebab pelanggaran Hukum Humaniter terhadap perlindungan petugas medis.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 81-105
Author(s):  
Yudha Pangestu ◽  
Bernard Sipahutar ◽  
Budi Ardianto

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah implementasi prinsip-prinsip perdagangan internasional pada General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dan untuk mengetahui bagaimanakah harmonisasi prinsip-prinsip perdagangan internasional General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan adalah implementasi prinsip-prinsip perdagangan internasional General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) terdapat isi atau materi yang memuat pengaturan prinsip GATT/WTO, yakni pada huruf A, B, dan C, serta harmonisasi prinsip-prinsip perdagangan internasional General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, bahwa dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan terdapat beberapa prinsip-prinsip hukum dalam pengaturan perdagangan internasional. Kesimpulan penelitian ini adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) terdapat isi atau materi yang memuat pengaturan prinsip GATT/WTO, yakni pada huruf A, B, dan C, serta harmonisasi prinsip-prinsip perdagangan internasional General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, bahwa dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan terdapat beberapa prinsip-prinsip hukum dalam pengaturan perdagangan internasional.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 106-130
Author(s):  
Maretta Trimirza ◽  
Ramlan Ramlan ◽  
Rahayu Repindowaty

Terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi. Berbagai kerusakan yang dilakukan manusia menyebabkan kerusakan ekosistem sehigga sumber daya laut berkurang. Kasus penabrakan yang dilakukan kapal pesiar M.V. Caledonian Sky di Raja Ampat membuat kerusakan terumbu karang sehingga perlunya perlindungan dan pertanggujawaban. Penelitian ini bertujuan yaitu Pertama, mengetahui dan menganalisa bagaimana perlindungan lingkungan laut terhadap terumbu karang atas kerusakan yang dilakukan Kapal Persiar M.V. Caledonian Sky berdasarkan hukum internasional dan hukum nasional. Kedua, mengetahui dan menganalisa bagaimana pertanggungjawaban hukum kapal persiar M.V. Caledonian Sky atas kerusakan terumbu karang berdasarkan UNCLOS 1982 dan hukum nasional. Maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yaitu mengkaji studi dokumen yang menggunakan berbagai data sekunder atau bahan pustaka. Hasil penelitian ini adalah Pertama, Perlindungan lingkungan laut terhadap kerusakan terumbu karang yang dilakukan kapal pesiar M.V. Caledonian Sky menurut hukum internasional sesuai dengan UNCLOS 1982 pasal 194 ayat (1) dan (2) mengenai tindakan-tindakan untuk mencegah, mengurangi, dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut. Menurut hukum nasional perlindungan lingkungan laut terhadap kerusakan terumbu karang yang dilakukan kapal pesiar M.V. Caledonian Sky diatur dalam perundang-undangan yang mengenai perlindungan lingkungan laut serta berlaku di Indonesia. Kedua, Pertanggungjawaban Hukum Kapal Pesiar M.V. Caledonian Sky atas Kerusakan Terumbu Karang menurut hukum internasional diatur dalam UNCLOS 1982 Pasal 193 mengenai Hak kedaulatan Negara untuk mengeksploitasikan kekayaan alamnya dan Pasal 235 mengenai tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi. Menurut hukum nasional diatur dalam perundang-undangan yang mengenai pertanggungjawaban serta berlaku di Indonesia. Ketiga, Perusahaan Noble Calidonia yang berbasis di London telah mengakui bertanggung jawab atas kasus ini. Diharapkan pertama, Untuk mencegah terjadinya kejadian seperti yang dialami oleh kapal pesiar Caledonian sky, Indonesia harus menetapkan tanda bagi kawasan-kawasan tertentu untuk digunakan sebagai kegiatan pelayaran. Kedua, Dalam menegakkan hukum nasional dan hukum internasional dalam pengawasan perairan laut di Indonesia, pemerintah Republik Indonesia harus menegaskan dan mengaplikasikan undang-undang yang telah ada secara benar dan jelas agar menjadi efek jera bagi pihak operator kapal dan kapten kapal agar mencegah hal seperti ini terjadi lagi di perairan laut Indonesia. Ketiga, Dalam penyelesaian kasus kerusakan terumbu karang ini dapat digunakannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 87 ayat (1) dan (2).


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 01-30
Author(s):  
Nuraisah Nuraisah ◽  
Rika Erawaty

Since 2006 to 2017 the Security Council has passed a resolution on North Korea's nuclear test act. Article 25 of the UN Charter states that Members of the United Nations agree to accept and implement the decisions of the Security Council in accordance with this Charter. North Korea as a UN member state that obtained the UN Security Council Resolution is obliged to implement the sanctions resolution. However, the sanctions contained in the resolution did not make North Korea stop its nuclear program and it shows North Korea's noncompliance with UN Security Council resolutions. Implications accompanying any denial by North Korea against the UN Security Council resolution which in general affects four fields, namely the fields of economy, politics, defense and international cooperation. In addition to non-military sanctions, the Security Council under chapter VII Article 42 of the UN Charter can impose military sanctions where possible, the Security Council can also impose sanctions through the UN General Assembly on its recommendation to suspend the rights of UN membership) and expulsion of a country from UN membership).


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 31-57
Author(s):  
Muhammad Ariq Abir Jufri ◽  
Akbar Kurnia Putra

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah aspek-aspek hukum internasional dalam pemanfaatan Deepfake Technology terhadap perlindungan data pribadi dan dampaknya terhadap hukum nasional Indonesia berdasarkan dengan Prinsip Hukum Social Engineering yaitu hukum diciptakan sebagai sedemikian rupa untuk mengarahkan perubahan ke arah yang lebih baik dan Social Controlling merupakan proses yang direncanakan untuk memaksa seseorang untuk mentaati kebiasaan, norma dan nilai hidup di masyarakat agar tidak terjadinya perilaku menyimpang dalam pemanfaatan teknologi Deepfake serta cara menyelaraskan aturan hukum internasional dengan prinsip Planning, Organizing, Actuating dan Controlling. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan terdiri dari: a) bahan hukum primer, yaitu Convention 108+, Convention for the Protection of Individuals with Regard to the Proccessing of Personal Data; Constitution and Convention of the International Telecommunication Union (with annexes and optional protocol). Concluded at Geneva on 22 December 1992; Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; b) Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan berupa buku, artikel, jurnal penelitian, laporan penelitian, berbagai karya tulis ilmiah dan sebagainya yang dapat menunjang bahan hukum primer; c) Adapun bahan hukum tersier yang digunakan berupa kamus, wawancara, surat kabar, internet, dan sebagainya yang dapat menunjang bahan hukum primer dan sekunder.


2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 34-66
Author(s):  
Syukri Syukri ◽  
Retno Kusniati
Keyword(s):  
Soft Law ◽  

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis personalitas dan tanggung jawab perusahaan multinasional dalam hukum internasional. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan historis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa personalitas perusahaan multinasional dalam hukum terbatas sebagai quasi subjek hukum internasional yang diwujudkan dengan: 1) Dapat menjadi pihak dalam penyelesaian sengketa internasional terbatas kasus sengketa penanaman modal melalui arbitrase internasional; dan 2) Membuat kontrak penanaman modal menggunakan prinsip-prinsip hukum perdagangan internasional khususnya prinsip National Treatment dan Most Favoured Nations. Tanggung jawab dalam hukum internasional berdasarkan ketentuan yang bersifat soft law namun diterapkan melalui perantara negara tuan rumah dengan mengaturnya dalam aturan hukum nasional.


2021 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 243-261
Author(s):  
Febriyansyah Rahmat Maulana ◽  
Rahayu Repindowaty
Keyword(s):  

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis putusan Permanent Court of Arbitrationmengenai klaim “Nine Dash Line” milik Tiongkok dan strategi terbaik Indonesia dalam mengatasi pengklaiman wilayah di perairan Natuna. Dalam penelitiannya, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil berbagai data dan sumber yang akan diverifikasi. Skripsi ini berisi tentang klaim Tiongkok tentang “Nine Dash Line” di wilayah Kepulauan Natuna yang tumpang tindih dengan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Klaim “Nine Dash Line” Tiongkok ini sudah berlarut-larut selama beberapa tahun dan menjadi masalah serius di kawasan Laut China Selatan. Dalam konflik tersebut peneliti mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki berbagai rencana, upaya dan sikap agar wilayah kedaulatan Republik Indonesia tetap terjaga.Putusan dari Permanent Court of Arbitration mengatakan bahwa klaim Tiongkok mengenai “Nine Dash Line” terbantahkan dan tidak memiliki dasar hukum. Akan tetapi Tiongkok menolak putusan tersebut dan tetap agresif di Laut Cina Selatan sehingga berpotensi menimbulkan instabilitas kawasan Laut Cina Selatan. Hasil penelitian akan menunjukkan bahwa negara pihak yang bersengketa harus melaksanakan dan menghormati putusan Permanent Court of Arbitration tersebut karena sudah menjadi sumber hukum internasional. Putusan tersebut juga memiliki pengaruh di dalam menghadapi agresivitas Tiongkok dan pengaturan mengenai klaim maritim di kawasan Laut China Selatan.


2021 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 341-357
Author(s):  
Annisa Hasanie ◽  
Bernard Sipahutar

Abstrak Globalisasi dan liberalisasi telah menyebabkan banyak pelaku ekonomi dari negara-negara berkembang tersingkir karena kalah bersaing dengan para pelaku ekonomi dari Negara-negara maju. Negara sedang berkembang semakin tergantung pada negara-negara maju dan lembaga-lembaga ekonomi internasional seperti IMF dan World Bank. World Trade Organization sebagai organisasi perdagangan dunia memberi perhatian khusus kepada kepentingan negara-negara berkembang melalui ketentuan Special and Differential Treatment (S&D). Negara-negara berkembang dalam kondisi tertentu dapat diberi perlakuan-perlakuan khusus yang lebih menguntungkan dalam hubungan dagang mereka dengan negara-negara maju. Namun, ketentuan S&D hingga saat ini masih dirasa kurang adil dan berdampak signifikan terhadap kemajuan pembangunan Negara-negara berkembang seperti yang diharapkan. Berdasarkan data MDGs Report pada tahun 2000-2015 banyak Negara sedang berkembang masih dalam tingkat kesejahteraan ekonomi yang rendah.


2021 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 277-309
Author(s):  
Fadjri Khalid ◽  
Budi Ardianto

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan Orang Tanpa Kewarganegaraan atau Stateless Person berdasarkan instrumen hukum internasional maupun instrumen hukum nasional di Indonesia. Indonesia yang terdampak dalam globalisasi karena gencarnya promosi pariwisata memiliki pengaturan terhadap lalu lintas orang asing melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasiaan dan disisi lain Indonesia tidak mengakui keberadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan berbeda dengan pengaturan sebagaiman tercantum dalam Convention Relating To The Status of Stateless Persons 1954. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa pengaturan mengenai Orang Tanpa Kewarganegaraan di Indonesia untuk saat ini belum diatur secara khusus. Walaupun Indonesia telah meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mengatur dengan tegas dan dalam penanganannya terhadap Orang Tanpa Kewarganegaraan cenderung lambat yang mengakibatkan pendetensian melebihi ambang dari batas yang ditentukan. Adapun rumusan masalah yang diangkat yakni bagaimana  pengaturan Orang Tanpa Kewarganegaraan dalam Hukum Internasional dan dalam hukum keimigrasian Indonesia beserta konsukuensi hukum yang di dapat. Metode penelitian yang digunakan adalaha tipe normative dengan cara studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan Orang Tanpa Kewarganegaraan di lingkup Internasional berbeda dengan pengaturan di Indonesia karena tidak adanya peraturan yang tegas mengenai hal ini.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 189-209
Author(s):  
Annisah Dian Utami Panjaitan ◽  
Novianti Novianti ◽  
Mochammad Farisi

This research is aimed to analyze and determine the 16th provision principle of the declaration on environment and development, namely the polluter pays principle, as one of the state’s form of accountability towards the polluting across borders between PTTEP Australia and Indonesia. This is a juridical research, which analyzes the issue discussed through the use of many realted sources. The Polluter Pyas Principle, as a form of State responsibility in environmental pollution, has some advantages and disadvantages when applied as a recommendation by the OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). From a legal perspective, this principle can be applied as a civil liability law, whereas from an economic perspective, it can be viewed as effort to control pollution by means which the polluter has an obligation to pay for the environmental pollution that he/she caused. Even so this principle also has its weakness, in an economic approach this principle is difficult to determine the determination of the cost of loss. In some countries themselves have applied this principle in handling cases of environmental pollution. In the case of cross-border environmental pollution, the principle of good neighborliness and the principle of state responsibility in dealing with pollution cases as a sign of State’s goodwill to comply with existing international law. The case of environmental pollution itself is not only the State that can sue, but a group of people or the community can also sue, if they feel harmed by the pollution that occurs. One of them is by carrying out Class Action in holding accountable for the consequences of pollution that has occurred, and is detrimental to a group or large number of people. Even though international environmental law is a soft law, it can become hard law depending on the pollution case that occurs. Even so, International Environmental Law contained in the Stockholm Declaration, Rio de Jeneiro, Civil Liability Convention and other related international arrangements have been very good in their regulatory fields. Only the state which ratifies the convention applies according to the pollution case that occurs.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document