scholarly journals Atomic Absorption Spectroscopy, Atomic Emission Spectroscopy, and Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometry

Author(s):  
Vincent Yeung ◽  
Dennis D. Miller ◽  
Michael A. Rutzke
2018 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 130-137
Author(s):  
Zulinira Dwi Utami ◽  
Ardian Putra

Telah dilakukan penelitian penentuan karakteristik fluida dan estimasi temperatur reservoir panas bumi di sekitar Gunung Talang sebagai salah satu tahap awal penentuan pengembangan sistem panas bumi di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Penelitian mengambil sampel 12 titik mata air panas sebanyak 100 ml di sekitar Gunung Talang. Penentuan karakteristik fluida panas bumi dilakukan menggunakan diagram segitiga Na-K-Mg dan Cl-Li-B. Diagram Na-K-Mg digunakan untuk menentukan keseimbangan fluida reservoir panas bumi. Diagram segitiga Cl-Li-B digunakan untuk menentukan asal-usul, pendidihan, dan pengenceran fluida reservoir panas bumi. Estimasi temperatur reservoir dilakukan dengan persamaan geotermometer. Pengukuran unsur Na, K, dan Mg dilakukan dengan alat Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Pengukuran unsur Li, B dan Ca dilakukan dengan alat Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectroscopy (ICP-AES) dan pengukuran senyawa SiO2 dengan alat Visible Spectroscopy. Pengukuran unsur Cl dengan metode titrasi asam basa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua mata air panas bumi di sekitar Gunung Talang berada pada immature water yang menandakan fluida reservoir panas bumi telah mengalami pengenceran dengan unsur lain. Fluida reservoir berasal dari sistem hidrotermal baru yang dipengaruhi oleh magma Gunung Talang. Sistem panas bumi di sekitar Gunung Talang didominasi air dan mata air panas keluar pada zona outflow. Pendidihan fluida reservoir panas bumi berada di bawah permukaan bumi hingga kedalaman sekitar 150 meter. Estimasi temperatur reservoir panas bumi dengan geotermometer silika adalah 147,63 oC - 179,77 oC, yang termasuk dalam sistem panas bumi bertemperatur sedang.Kata kunci : diagram segitiga, Gunung Talang, reservoir panas bumi.


2020 ◽  
Vol 21 (3) ◽  
pp. 119
Author(s):  
Hasria Hasria ◽  
Arifudin Idrus ◽  
I Wayan Warmada

Pada proses alterasi hidrotermal, reaksi batuan samping dengan fluida hidrotermal yang melewatinya akan  menyebabkan perubahan komposisi (oksida/unsur) pada batuan yang dilewati maupun pada fluida itu sendiri. Perhitungan perubahan oksida/unsur bertujuan untuk menentukan oksida/unsur dalam batuan yang bertambah atau berkurang karena proses alterasi hidrotemal, dilakukan dengan menggunakan analisis ICP-AES (Inductively Coupled Plasma Atomic Emission  Spectroscopy) dan ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry). Hasil penelitian menunjukkan bahwa oksida/unsur yang immobile umumnya relatif tidak mengalami perubahan komposisi selama proses alterasi hidrotermal berlangsung,  sedangkan oksida/unsur mobile umumnya mengalami penambahan dan pengurangan selama proses alterasi hidrotermal berlangsung. Pada alterasi propilitik, oksida/unsur mobile yang mengalami penambahan adalah As, Zr, Cu, Sb, Ca, CaO, MgO, MnO dan SiO2 dan yang mengalami pengurangan adalah U, Th, Co, Sn, Sr, Nb, Ba, K, Au, Pb, Zn, V, Fe, K2O, Na2O dan Fe2O3. Pada alterasi serisitik, oksida/unsur mobile yang mengalami penambahan adalah Sb, Zr, Ag, Pb, K, Na2O, SiO2 dan yang mengalami pengurangan  adalah U, Th, Co, As, Nb, Ba, Sn, Sr, Ca, S, Au, V, Zn, Cu, Fe, K2O, MnO, CaO, MgO, Fe2O3. Pada alterasi argilik, oksida/unsur mobile yang mengalami penambahan adalah  Sb, Fe, S, Cu, Zr, Ba, As, Au, Zn, V, dan SiO2 sedangkan yang cenderung mengalami pengurangan adalah Ca, U, Th, Nb, Sn, Sr, Co, Pb, K, CaO, Na2O, MnO, MgO, K2O dan Fe2O3.Katakunci : Alterasi hidrotermal, Pegunungan Rumbia, Kabupaten Bombana, perubahan oksida/unsur, mobile, immobile.


2005 ◽  
Vol 17 (4) ◽  
pp. 331-340 ◽  
Author(s):  
Irina Rudik Miksa ◽  
Carol L. Buckley ◽  
Nancy P. Carpenter ◽  
Robert H. Poppenga

Selenium (Se) is an essential trace element that is often deficient in the natural diets of domestic animal species. The measurement of Se in whole blood or liver is the most accurate way to assess Se status for diagnostic purposes. This study was conducted to compare hydride generation atomic absorption spectroscopy (HG-AAS) with inductively coupled plasma–mass spectrometry (ICP-MS) for the detection and quantification of Se in liver samples. Sample digestion was accomplished with magnesium nitrate and nitric acid for HG-AAS and ICP-MS, respectively. The ICP-MS detection was optimized for 82Se with yttrium used as the internal standard and resulted in a method detection limit of 0.12 μg/g. Selenium was quantified by both methods in 310 samples from a variety of species that were submitted to the Toxicology Laboratory at New Bolton Center (Kennett Square, PA) for routine diagnostic testing. Paired measurements for each sample were evaluated by a mean difference plot method. Limits of agreement were used to describe the maximum differences likely to occur between the 2 methods. Results suggest that under the specified conditions ICP-MS can be reliably used in place of AAS for quantitation of tissue Se at or below 2 μg/g to differentiate between adequate and deficient liver Se concentrations.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document