Optimal economic order quantity for buyer–distributor–vendor supply chain with backlogging derived without derivatives

2013 ◽  
Vol 44 (5) ◽  
pp. 986-994 ◽  
Author(s):  
Jinn-Tsair Teng ◽  
Leopoldo Eduardo Cárdenas-Barrón ◽  
Kuo-Ren Lou ◽  
Hui Ming Wee
2018 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Astri Maesyaroh Ningtyas ◽  
Yuli Hariyati ◽  
Triana Dewi Hapsari

This study aimed to learn about, (1) Supply Chain, (2) Economic Order Quantity; Lead time ordering; Reorder point of soybean at an agroindustrial tempe. The results showed that: (1) Supply chain on agroindustrial tempe in Jember showed a different pattern: (a) The Supplier of soybean - agroindustrial tempe - outlets - consumer (agroindustrial tempe “Makmur”, “Rizqy”) (b) The Supplier of soybean - agroindustrial tempe - consumer (agroindustrial tempe “Makmur”, “Sumber Mas”, “Pratama”, “Rizqy”, and “UD.Rahayu”) (2) EOQ (Economic Order Quanttity) on agroindustrial tempe in Jember indicates of non economic result, because the total ordering cost is not equal to the total ordering cost; Lead time on Agroindustry of tempe in Jember is 0,02 day (agroindustrial tempe “Makmur”), 0,25 day (agroindustrial tempe “Sumber Mas”), 0,02 day (agroindustrial tempe “Pratama”), 0,04 day (agroindustrial tempe “Rizqy”), and 0,04 day (agroindustrial tempe “UD. Rahayu”); Reorder point of feedstock (soybean) in agroindustrial tempe in Jember is 1.5 kg (agroindustrial tempe “Makmur”),  250 kg (agroindustrial tempe “Sumber Mas”), 2 kg (agroindustrial tempe “Pratama”), 4 kg (agroindustrial tempe “Rizqy”), and 4 kg (agroindustrial tempe “UD. Rahayu”)  Keywords: supply chain, Economic Order Quantity, Lead time ordering, Reorder point, and agroindustrial tempe.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 1-12
Author(s):  
M Aldi Wijaya ◽  
Suwaryo Nugroho ◽  
M. Ali Pahmi ◽  
Miftahul Imtihan

Pengendalian persediaan produk merupakan bagian dari model yang mengintegrasikan biaya pemesanan, penggunaan bahan baku per-tahun, biaya penyimpanan per-unit. Stock out menjadi persoalan krusial yang terjadi terkait tidak terpenuhi permintaan konsumen dan berakibat menurunnya penjualan. Tujuan penelitian ini untuk mengatasi stock out pengendalian persediaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah economic order quantity dengan strategi supply chain managament. Hasil penelitian bahwa total biaya mencapai Rp 113.946.970,00 dengan kuantitas produk agar optimal adalah 165 box, dengan reorder point sebesar 119 box. Hal ini berarti perusahaan harus memesan kembali produk sebanyak nilai reorder point dalam memenuhi permintaan branch main warehouse atau gudang-gudang cabang agar tidak menjadi hutang kirim yang berdampak pada penurunan penjualan perusahaan.


JUMINTEN ◽  
2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 140-151
Author(s):  
Mohammad Alfin Al Farih ◽  
Dira Ernawati

Prediksi jumlah produksi dapat dilakukan dengan melakukan peramalan permintaan serta penggunaan metode yang tepat. Rantai pasok yang diteliti pada PT. Alu Aksara Pratama terdiri atas Manufaktur (Vendor) dan Kantor Penjualan. Awalnya peramalan dilakukan pada masing – masing level rantai pasok dengan metode peramalan yang berbeda – beda. Maka, di-perlukan penyeragaman metode peramalan pada masing – masing pelaku rantai pasok. Ber-dasarkan pengujian metode peramalan yang dilakukan yakni metode Winter’s Method. Model yang digunakan untuk menghubungkan antara peramalan dan pelaksanaan dengan menggunakan pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI). Perencanaan persediaan pada rantai pasok tidak dapat dilakukan secara sendiri – sendiri dan harus dipikirkan sebagai suatu sistem yang terkoordinasi. Pengendalian persediaan dilakukan dengan menggunakan perhi-tungan lot optimal yakni Economic Order Quantity (EOQ). Berdasarkan peramalan permintaan dan penentuan lot optimal, maka dapat dilakukan perhitungan nilai Bullwhip effect yang terjadi setelah penggunaan VMI pada rantai pasok mengalami perubahan yakni 1,359 menjadi 0,514 pada tingkat Manufaktur, sedangkan pada masing-masing tingkat Kantor Penjualan mengalami perubahan yakni 1,458 menjadi 0,501 pada kantor penjualan Banjarmasin, 1,657 menjadi 0,494 pada kantor penjualan Samarinda, 1,497 menjadi 0,888 pada kantor penjualan Makasar, 1,244 menjadi 0,493 pada kantor penjualan Kediri, 1,304 menjadi 0,508 pada kantor penjualan Jem-ber, 1,212 menjadi 0,499 pada kantor penjualan Jogja, 1,198 menjadi 0,499 pada kantor penjualan Surabaya, 1,267 menjadi 0,501 pada kantor penjualan Semarang, 1,327 menjadi 0,508 pada kantor penjualan Bali.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document