scholarly journals Efektivitas Beberapa Agen Antagonis dan Cara Aplikasinya Untuk Menekan Pertumbuhan Sclerotium rolfsii pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill)

2016 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 155-167
Author(s):  
Nurlela Ela ◽  
Lukman Hakim ◽  
Abduh Ulim

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas beberapa agen antagonis serta cara aplikasinya dalam menekan patogen jamur S. rolfsii pada tanaman kedelai. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri atas 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis agen antagonis dan faktor kedua adalah cara aplikasi. Agen antagonis yang dicobakan yaitu Pseudomonas flourescens, Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Coynebacterium sp. diaplikasikan dengan perendaman kemudian diaplikasikan ke dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis agen antagonis berpengaruh sangat nyata terhadap masa inkubasi post emergence damping-off, jenis agen antagonis berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan benih kedelai, persentase benih terserang sebelum muncul ke permukaan tanah (pre emergence damping-off), dan persentase benih terserang setelah muncul ke permukaan tanah (post emergence damping-off) namun agen antagonis tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun umur 30 hari kemudian cara aplikasi yang paling efektif adalah langsung ke dalam tanah dan tidak terdapat interaksi antara jenis agen antagonis dengan cara aplikasinya.

2020 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 737-753
Author(s):  
Talita Neres Queiroz ◽  
Luiz Carlos Pascuali ◽  
Ana Clara do Prado Silva ◽  
Alexandre Gonçalves Porto ◽  
José Wilson Pires Carvalho

O uso de defensivos agrícolas tem provocado danos ao meio ambiente, à saúde humana e contribuído para a resistência de patógenos. Neste estudo, objetivou-se analisar a inibição do crescimento micelial dos fungos Sclerotinia sclerotiorum e Sclerotium rolfsii na presença de extratos e óleos essenciais de citronela (Cymbopogon nardus), cravo-da-índia (Caryophilus aromaticus), cidreira (Cymbopogon citratus), melissa (Melissa officinalis L.) e neem (Azadirachta indica) e as combinações dos mesmos. Nos estudos com óleos essenciais foi utilizada a concentração de 5.000 ppm e 50.000 ppm para os extratos em meio BDA com quatro repetições. Os óleos essenciais inibiram totalmente o crescimento micelial dos dois fungos testados, exceto o óleo de neem, que não inibiu o crescimento de S. sclerotiorum e apresentou uma inibição de apenas 10% do fungo S. rolfsii. Para os extratos hidroalcoólicos, obteve-se 100% de eficácia na inibição, com exceção ao extrato de melissa que inibiu 96,2% do crescimento de S. sclerotiorum e 80,4% sobre S. rolfsii. No tratamento com extratos hidroacêtonicos, obteve-se 100% de inibição dos fungos, entretanto, o extrato de melissa foi menos eficaz com 95,9% de inibição para S. sclerotiorum e 46,2% para S. rolfsii. Diante dos resultados pode-se inferir que os óleos e extratos podem ser eficazes no controle de fungos patogênicos da cultura de soja, inibindo o crescimento micelial dos fungos S. sclerotiorum e S. rolfsii, podendo ser apontados como uma alternativa no controle destes fitopatógenos.


2014 ◽  
Vol 2 (3) ◽  
Author(s):  
Reny Destya Angrum ◽  
Muhammad Nurdin ◽  
Suskandini Ratih ◽  
Hasriadi Mat Akin

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi jamur yang terdapat pada beberapa varietas benih kedelai [ Glycine max (L.) Merril ] yang berada di sekitar Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, UniversitasLampung dari Mei 2013 sampai dengan Agustus 2013. Penelitian ini menggunakan kedelai varieta Burangrang, Kaba, Argomulyo, Tanggamus dan Grobogan. Benih-benih tersebut diinkubasi menggunakan metode blotter test dan agar plate test dengan dua perlakuan, yaitu kontrol (tanpa NaOCl) dan dengan menggunakan NaOCl. Jamur-jamur yang tumbuh dari benih yang diinkubasi diidentifikasi dengan cara diamati dan difoto, selanjutnya dicocokkan dengan bubu-buku referensi tentang penyakit- penyakit kedelai. Selain itu juga dilakukan penghitungan persentase kemunculan jamur dari benih yang diinkubasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan dengan perlakuan desinfeksi maupun tanpa desinfeksi ditemukan jenis jamur yang berasal dari lapang (Fusarium sp., Cercospora sp., Sclerotium sp., Phomopsis sp., Rhizoctonia sp., dan Colletotrichum sp.) dan jenis jamur yang berasal dari gudang penyimpanan (Trichoderma sp., Aspergillus sp., Penicillium sp., dan Rhizopus sp.). Benih yang diberikan perlakuan desinfeksi dapat mengurangi tumbuhnya jamur yang berasal dari gudang/tempat penyimpanan (kontaminan) tetapi tidak menghilangkan jenis jamur yang menginfeksi di dalam benih (jamur yang berasal dari lapang). Pada varietas Grobogan Rhizoctonia sp. memiliki persentase kemunculan jamur yang lebih tinggi dibandingkan dengan jamur lainnya yaitu sebesar 60,56%. Pada benih dengan perlakuan tanpa desinfeksi persentase kemunculan Aspergillus sp. pada varietas Kaba dan Tanggamus lebih tinggi dibandingkan dengan jamur lainnya sebesar 63,33%. Pada media perlakuan desinfeksi dengan menggunakan media kertas saring persentase kemunculan jamur pada varietas Kaba Cercospora sp. memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan dengan jamur lainnya sebesar 30%. Pada media perlakuan tanpa desinfeksidengan menggunakan media kertas saring, Trichoderma sp. pada varietas Kaba memiliki persentase kemunculan jamur lebih tinggi dibandingkan dengan jamur lainnya, dengan persentase kemunculan masing-masing sebesar 77,23%.


2019 ◽  
Vol 7 (3) ◽  
pp. 325-335
Author(s):  
Micaele Rodrigues de Souza ◽  
Laiza Priscila Dos Santos ◽  
Alessandra Macedo Barros ◽  
Gil Rodrigues dos Santos ◽  
Gleys Kellen Aquino Moraes ◽  
...  

As fitoalexinas podem ser induzidas por agentes bióticos e abióticos conhecidos como eliciadores. Neste trabalho, objetivou-se avaliar o potencial do óleo essencial de Cymbopogon citratus Stapf., do fungo Trichoderma sp. e de leveduras na indução de fitoalexinas em mesocótilos de sorgo (Sorghum bicolor (L.) Moench) e cotilédones de soja (Glycine max L.). As leveduras Sacharomyces cerevisiae, Sacharomyces boulardii e o fungo Trichoderma sp. foram testados nas concentrações 0,5; 5; 25; 50; 75 e 100%. O óleo de Cymbopogon citratus Stapf. nas concentrações de 625, 1250, 2500, 5000 e 7500 µg/mL. O produto comercial acorda® foi utilizado como testemunha positiva para os testes em soja e o Biozyme® para sorgo. Água destilada esterilizada foi testemunha negativa para os testes em ambas as culturas. As duas metodologias de indução de resistência em sorgo diferiram-se no seguinte: na primeira os mesocótilos foram excisados 0,5 cm acima do nó escutelar e colocados em tubos, contendo 1 mL da amostra a ser testada. Na segunda as plântulas receberam aspersão de 2 mL das amostras a serem testadas em diferentes concentrações. Todas as substâncias avaliadas promoveram o acúmulo de fitoalexinas em soja e sorgo. O tratamento com o óleo foi o mais eficiente, porém, no caso do sorgo, as altas concentrações de óleo provocaram inibição no crescimento da plântula. A segunda metodologia de indução de resistência em sorgo gerou melhores resultados que a primeira devido ao grande acúmulo de fitoalexinas e à possibilidade de observação da reação da plântula a cada tratamento.


2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 6-14
Author(s):  
Ana Amiroh ◽  
Muhammad Imam Aminuddin ◽  
Robi Ardiansah

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukodadi, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan. Ketinggian tempat ± 5 mdpl. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2020. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, yang terdiri dari dua faktor dan setiap faktor terdiri dari 3 level yaitu : macam dosis dan interval waktu aplikasi Trichoderma sp. Faktor pertama, macam macam dosis terdiri dari 3 level yaitu 0 mg/tanaman (kontrol), dosis 20 mg/tanaman, 40 mg/tanaman. Faktor kedua, interval waktu aplikasi yang terdiri dari 3 level yaitu interval 5 hari sekali, 10 hari sekali, 15 hari sekali. Indikator pertumbuhan dan produksi yang diamati terdiri dari : tinggi tanaman, jumlah daun, berat brangkasan basah, berat brangkasan kering, berat biji per petak, berat 1000 biji. Waktu pengamatan dilaksanakan mulai umur 14 hari dengan interval 10 hari sekali. Data hasil dari penelitian dianalisa menggunakan analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji BNT 5%. Hasil pengamatan dan perhitungan melalui analisa sidik ragam dapat diambil simpulan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan dosis Trichoderma sp.  40 mg/tanaman dan interval waktu aplikasi 15 hari sekali terhadap produksi tanaman kedelai. Menunjukan pengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan. Terdapat beda sangat nyata pada pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, berat brangkasan basah, berat brangkasan kering dan berat biji per petak. Terdapat tidak beda nyata pada pengamatan tinggi tanaman dan  jumlah daun umur 14 hst.Dosis


2018 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Si H Wahyuni

Potential  of Trichoderma viride to control Sclerotium rolfsii on soybean (Glycine max L.). This research aims to determine the  potential of T. viride against S. rolfsii attack on soybean crop (Glycine max L.). The research was conducted in the field of Faculty of Agriculture, Graha Nusantara University Padangsidimpuan, from May to August 2017. The results showed the highest percentage disease of incidence of S. rolfsii at the highest observation of 2, 3, 4 MST (Week After Planting), from W2D0 (when planting / 75 gram /polybag) 46.77%, 61.35% and 73.29%. and the lowest was W1D4 (7 days before planting/300 gram / polybag) 1.8%, 2.3% and 3.41%. Keywords : Potential, Trichoderma viride, Sclerotium rolfsii, Soybean


Author(s):  
R. W. Yaklich ◽  
E. L. Vigil ◽  
W. P. Wergin

The legume seed coat is the site of sucrose unloading and the metabolism of imported ureides and synthesis of amino acids for the developing embryo. The cell types directly responsible for these functions in the seed coat are not known. We recently described a convex layer of tissue on the inside surface of the soybean (Glycine max L. Merr.) seed coat that was termed “antipit” because it was in direct opposition to the concave pit on the abaxial surface of the cotyledon. Cone cells of the antipit contained numerous hypertrophied Golgi apparatus and laminated rough endoplasmic reticulum common to actively secreting cells. The initial report by Dzikowski (1936) described the morphology of the pit and antipit in G. max and found these structures in only 68 of the 169 seed accessions examined.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document