scholarly journals Perbandingan Teknik Boolean Dengan Weighted Overlay Dalam Analisis Potensi Longsor di Banjarmasin

2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 25-32
Author(s):  
Feryanika Ukhti ◽  
Zelica Krismalia Manurung ◽  
M. Dhery Mahendra
Keyword(s):  

Longsor merupakan perpindahan massa tanah secara alami, longsor terjadi dalam waktu singkat dan dengan volume yang besar. Longsor adalah salah satu bencana alam yang merugikan, maka perlu adanya antisipasi salah satunya adalah dengan membuat peta kerentanan longsor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran zona rawan longsor pada daerah Banjarmasin, Kalimantan Selatan dengan menggunakan teknik Boolean dan Weighted Overlay. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data RBI, data DEM, data SHP Geologi Regional Kalimantan Selatan, dan data curah hujan yang diolah dengan menggunakan software ArcMap 10.3. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pada teknik Boolean sebaran zona rawan longsor berada pada bagian utara, tenggara, selatan dan barat daya, sedangkan pada teknik Weighted Overlay sebaran zona rawan longsor hanya tersebar di bagian utara dan selatan. Jika diperhatikan teknik Boolean memasukkan semua data yang sesuai dan tidak dapat mengurutkannya, karena semua data dianggap memiliki bobot, sedangkan pada teknik Weighted Overlay tiap data diinput berdasarkan kepentingannya atau pengaruhnya. Maka yang paling sesuai digunakan dalam melihat potensi longsor daerah Banjarmasin yaitu menggunakan teknik Weighted Overlay.

2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 21-29
Author(s):  
Nisaul Awalin Khusnawati ◽  
Abdi Pandu Kusuma
Keyword(s):  

Beternak ayam ras petelur menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam usaha perternakan di Kabupaten Blitar karena kebutuhan akan konsumsi protein hewani semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan kesadaran akan pentingnya konsumsi protein. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar, jumlah populasi ayam ras petelur selama 4 tahun terakhir mengalami peningkatan. Data pada tahun 2019 menunjukkan, populasi ayam ras petelur mencapai angka 17.076.200 ekor, hal ini menunjukkan Kabupaten Blitar semakin berkembang dalam usaha beternak unggas. Pendirian peternakan harus melihat aspek-aspek yang tidak meresahkan masyarakat, kesalahan dalam menentukan lokasi peternakan juga dapat mengakibatkan ternak mudah terkena virus ataupun penyakit yang dapat merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukannya sebuah sistem informasi geografis pemetaan potensi wilayah peternakan. Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode Weighted Overlay yakni dengan mengoverlaykan beberapa peta raster yang menjadi parameter kondisi fisik wilayah yang sudah diberikan skor dan bobot masing – masing berdasarkan kepentingannya menggunakan metode Analitycal Hieararchy Process (AHP). sistem informasi geografis pemetaan potensi wilayah peternakan dapat membantu yang dapat menunjukkan wilayah yang masih berpotensi untuk dijadikan wilayah peternakan. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan metode blackbox testing untuk pengujian jalan tidaknya aplikasi mendapatkan nilai total 93% yang menunjukan aplikasi dalam kategori baik.


Water ◽  
2021 ◽  
Vol 13 (9) ◽  
pp. 1288
Author(s):  
Husam Musa Baalousha ◽  
Bassam Tawabini ◽  
Thomas D. Seers

Vulnerability maps are useful for groundwater protection, water resources development, and land use management. The literature contains various approaches for intrinsic vulnerability assessment, and they mainly depend on hydrogeological settings and anthropogenic impacts. Most methods assign certain ratings and weights to each contributing factor to groundwater vulnerability. Fuzzy logic (FL) is an alternative artificial intelligence tool for overlay analysis, where spatial properties are fuzzified. Unlike the specific rating used in the weighted overlay-based vulnerability mapping methods, FL allows more flexibility through assigning a degree of contribution without specific boundaries for various classes. This study compares the results of DRASTIC vulnerability approach with the FL approach, applying both on Qatar aquifers. The comparison was checked and validated against a numerical model developed for the same study area, and the actual anthropogenic contamination load. Results show some similarities and differences between both approaches. While the coastal areas fall in the same category of high vulnerability in both cases, the FL approach shows greater variability than the DRASTIC approach and better matches with model results and contamination load. FL is probably better suited for vulnerability assessment than the weighted overlay methods.


2019 ◽  
Vol 2 ◽  
pp. 1-7 ◽  
Author(s):  
Nura Khaliel Umar ◽  
Halima Sadiya Abdullahi ◽  
Ado Kibon Usman

<p><strong>Abstract.</strong> This study aims at assessing flood risk factors and mapping areas vulnerable to flood in Suleja of Niger State, Nigeria, using Geo-spatial techniques. The method follows a multi-parametric approach and integrates some of the flood causative factors as: rainfall distribution, elevation and slope, drainage network and density, landuse/ land-cover and soil type. The Spatial Multi-Criteria Analysis (MCA) was used to rank and display potential locations, while the Analytical Hierarchy Process (AHP) method was employed using pair-wise comparison to compute the priority weights of each factor. The various layers were integrated in weighted overlay tool in ArcGIS to generate the final vulnerability map (high, moderate and low). The normalized criterion weights were obtained for each factor, and the results shows that, rainfall (34) and slope (31) have the highest influence on flood in the study area. The Consistency Ratio (CR) with an acceptable level of 0.05 was obtained which further validated the strength of the judgement. The factor weights from the AHP were incorporated to produce a Geo-hazard map and it showed that areas that are high vulnerable to flood in Suleja constitute about 37%, while moderate and low vulnerable areas constitute about 45% and 18% respectively. Elements at high risk of flood are those found at the extreme northeast, where elevation is very low, southwest where rainfall distribution is high and on low lying areas along the depressions. Therefore using the Geo-hazard map as a guide, local councils and other stakeholders can act to prepare for potential floods.</p>


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 71-79
Author(s):  
Taufiq Feriansyah ◽  
Rindy Febriani ◽  
Pitry Dwiatika Norcela ◽  
Wayan Vinna Elvira ◽  
Retno Gayatri ◽  
...  
Keyword(s):  

Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Secara umum metode yang digunakan untuk melakukan penelitian kerawanan kebakaran hutan dan lahan terdiri dari 7 parameter yaitu curah hujan, suhu, aksesibilitas jalan, aksesibilitas sungai, kepadatan hotspot temporal tahun 2019, tutupan/penggunaan lahan, dan peruntukan lahan. Yang kemudian akan dilakukan proses pembobotan menggunakan fitur Weighted Overlay dengan penilaian influen dan pengkelasan masing-masing parameter. Pada penelitian ini digunakan alat dan bahan yaitu software ArcGIS, citra Landsat 8, dan data RBI. Dari hasil overlay yang dilakukan pada 7 parameter, dihasilkan peta kerawanan kebakaran yaitu dengan kelas tidak rawan, sedang, dan sangat rawan. Dengan didapatkannya peta kerawanan kebakaran hutan dan lahan ini akan dapat diketahui masing-masing kerawanan kebakaran wilayah ataupun lahan.


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 28 ◽  
Author(s):  
Christian Ricardo Calle Yunis ◽  
Rolando Salas López ◽  
Segundo Manuel Oliva Cruz ◽  
Elgar Barboza Castillo ◽  
Jhonsy Omar Silva López ◽  
...  

Peruvian aquaculture, specifically trout production, has had significant growth over the past ten years. However, the establishment and expansion of small-scale aquaculture have been carried out without considering the suitability of the land. In Peru, such land suitability studies have yet to be reported. Therefore, a methodological framework is presented for inland aquaculture, which may be replicated, with the necessary complements, for the entire Fisheries and Aquaculture sector in Peru. This work modeled the suitability of land for sustainable rainbow trout aquaculture in the Molinopampa district (Peru). Fifteen key criteria (socioeconomic, environmental and physicochemical) were identified for the proper development of fish activity. These were mapped using Remote Sensing (RS) and Geographic Information Systems (GIS). The Analytical Hierarchy Process (AHP) was applied to build peer-to-peer comparison matrices and weight the importance of the criteria. The weighted overlay of maps (criteria) made it possible to determine that 4.26%, 23.03% and 69.73% of the territory is “very suitable”, “moderately suitable” and “marginally suitable”, respectively, for the development of aquaculture. The implementation of this methodology will contribute to more effective investment planning and efforts, both by the government and by private initiative.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document