scholarly journals KAJIAN STATISTIK UKURAN BESAR BUTIR SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN VARIABILITAS IKLIM MUSIMAN DAN TAHUNAN DI MUARA GEMBONG, TELUK JAKARTA

2019 ◽  
Vol 11 (3) ◽  
pp. 683-695 ◽  
Author(s):  
Taufik R. Syachputra ◽  
Ivonne M. Radjawane ◽  
Rina Zuraida

Variabilitas iklim dapat mempengaruhi sifat sedimen yang terendapkan di dasar laut. Salah satu sifat sedimen yang dipengaruhi oleh iklim adalah besar butir. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara besar butir dengan variabilitas iklim menggunakan sampel core GM01-2010-TJ22 dari Muara Gembong, Teluk Jakarta, muara sungai Citarum. Sampel core diambil pada tahun 2010 dengan menggunakan Kapal Riset Geomarin I oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL). Pengukuran besar butir dilakukan dengan menggunakan Mastersizer 2000. Hasil pengukuran ditampilkan dalam seri waktu dari tahun 2001 sampai 2010. Hasil analisis besar butir sampel sedimen dikorelasikan secara statistik dengan fenomena musiman (monsun), tahunan dan antar tahun (El Niño/La Niña dan Dipole Mode). Verifikasi data dilakukan dengan menggunakan data sekunder temperatur permukaan laut dari citra satelit di sekitar lokasi sampel dan data curah hujan di Bekasi. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa peningkatan curah hujan di sekitar daerah hilir Sungai Citarum diikuti dengan penurunan temperatur permukaan laut dan peningkatan ukuran rata-rata besar butir. Hasil yang didapat dalam uji statistika menunjukkan bahwa perubahan ukuran besar butir sampel sedimen di Muara Gembong memiliki korelasi signifikan dengan Multivariate ENSO (El Niño Southern Oscillation) Index (MEI), Ocean Niño Index (ONI), Dipole Mode Index (DMI) dan Australian Monsoon Index (AUSMI). Hasil tersebut menunjukkan bahwa besar butir sedimen dasar laut potensial digunakan untuk mengetahui variabilitas iklim di sekitar Teluk Jakarta.

2018 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 15 ◽  
Author(s):  
Bambang Sukresno ◽  
Denarika Jatisworo ◽  
Denny Wijaya Kusuma

 Variabilitas upwelling di perairan selatan Jawa telah diidentifikasi. Analisis multilayer dilakukan dengan menggunakan data ARGO Float. Variabilitas suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a (klor-a) dianalisis dengan menggunakan data satelit MODIS Aqua. Pengaruh El Nino Southern Oscillation (ENSO) terhadap upwelling dilakukan dengan menggunakan indeks Oceanic Nino Index (ONI), sedangkan pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) direpresentasikan dengan menggunakan indeks Dipole Mode Index (DMI). Dari hasil penelitian diketahui bahwa ENSO mempengaruhi intensitas upwelling. Pada periode el nino intensitas upwelling mengalami peningkatan yang diikuti oleh penurunan SPL dan naiknya konsentrasi klor-a, sebaliknya pada periode la nina terjadi penurunan intensitas upwelling yang diikuti naiknya SPL dan turunnya konsentrasi klor-a. Peningkatan intensitas upwelling juga terdeteksi pada saat terjadi periode IOD positif, sedangkan penurunan intensitas upwelling terjadi pada periode IOD negatif. 


2020 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 119
Author(s):  
Harapan Harapan ◽  
Amanda Yufika ◽  
Samsul Anwar ◽  
Haypheng Te ◽  
Hamzah Hasyim ◽  
...  

The aim of this study was to assess the possible association of El Niño Southern Oscillation (ENSO) and Dipole Mode Index (DMI) on chikungunya incidence overtime, including the significant reduction in cases that was observed in 2017 in Indonesia. Monthly nation-wide chikungunya case reports were obtained from the Indonesian National Disease Surveillance database, and incidence rates (IR) and case fatality rate (CFR) were calculated. Monthly data of Niño3.4 (indicator used to represent the ENSO) and DMI between 2011 and 2017 were also collected. Correlations between monthly IR and CFR and Niño3.4 and DMI were assessed using Spearman’s rank correlation. We found that chikungunya case reports declined from 1972 cases in 2016 to 126 cases in 2017, a 92.6% reduction; the IR reduced from 0.67 to 0.05 cases per 100,000 population. No deaths associated with chikungunya have been recorded since its re-emergence in Indonesia in 2001. There was no significant correlation between monthly Niño3.4 and chikungunya incidence with r = −0.142 (95%CI: −0.320–0.046), p = 0.198. However, there was a significant negative correlation between monthly DMI and chikungunya incidence, r = −0.404 (95%CI: −0.229–−0.554) with p < 0.001. In conclusion, our initial data suggests that the climate variable, DMI but not Niño3.4, is likely associated with changes in chikungunya incidence. Therefore, further analysis with a higher resolution of data, using the cross-wavelet coherence approach, may provide more robust evidence.


2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 108
Author(s):  
S. Sukarna ◽  
Wahidah Sanusi ◽  
Serly Diliyanti Restu Ningsih

Jenis penelitian ini adalah penelitian terapan yang bertujuan untuk meramalkan curah hujan di Kota Makassar dengan menggunakan model VARX. Model VARX dikembangkan dari model VAR dengan menambahkan faktor eksogen yang mempengaruhi curah hujan seperti Sea Surface Temperature (SST) Nino 3.4, Southern Oscillation Index (SOI), dan Dipole Mode Index (DMI). Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah data curah hujan bulanan di Kota Makassar dari tahun 1987-2016 di tiga stasiun yaitu Panaikang, Paotere, dan Biring Romang sebagai faktor endogen. Data ini diperoleh dari Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah IV Makassar. Pembentukan model VARX melalui beberapa tahap yaitu: uji stasioneritas, penentuan panjang lag optimal, uji kausalitas, diagnostik model, pembentukan model VARX dan peramalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata puncak curah hujan di Kota Makassar terjadi di bulan Maret kemudian turun secara eksponensial. Pada bulan Mei peluang terjadinya hujan sangat sedikit. Model yang didapat pada penelitian ini layak digunakan untuk meramalkan curah hujan pada periode berikutnya.Kata Kunci: Model VARX, model VAR, curah hujan, peramalan.This type of research is applied research that aims to predict rainfall in Makassar city VARX model using. The model was developed from the VARX model VAR by adding exogenous factors that influence the precipitation like Sea Surface Temperature (SST) Nino 3.4, the Southern Oscillation Index (SOI), and Dipole Mode Index (DMI). Rainfall data used in this researrchis the monthly rainfall data in Makassar city from 1987-2016 year on three stations, namely Panaikang, Paotere, and Biring Romang as endogenous factors. This data is retrieved from the Great Hall the Meteorology, Climatology, and Geophysics Region IV Makassar. VARX model formation through several stages, namely : test stasioneritas, the determination of the optimal lag length, test causality, diagnostic models, the establishment of the model of forecasting and VARX. The result showed that the average peak rainfall in Makassar city occurred in March and then come down exponentially. In May the chance of occurrence of very little rain.The model obtained in this study deserves to be used to predict rainfall in the next period.Keywords: Model VARX, model VAR, rainfall, forecasting


2018 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 75
Author(s):  
Anistia Malinda Hidayat ◽  
Usman Efendi ◽  
Lisa Agustina ◽  
Paulus Agus Winarso

Semarang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terdampak bencana hidrometeorologi. Sejumlah wilayah di Semarang merupakan daerah rawan kekeringan, sementara di wilayah lainnya merupakan daerah langganan banjir tiap tahunnya. Salah satu parameter yang memiliki keterkaitan erat dengan fenomena hidrometeorologi adalah El Nino Southern Oscillation (ENSO). Sebagai sirkulasi tropis non musiman, ENSO memiliki peran penting terhadap variasi curah hujan yang diamati. Penelitian terkait ENSO telah banyak dilakukan sebelumnya, namun belum ada penelitian tekait yang dilakukan di Semarang yang notabene merupakan daerah rawan bencana hidrometeorologi, sehingga fluktuasi ENSO menarik untuk dikaji di wilayah ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi fenomena global laut atmosfer terhadap distribusi curah hujan di wilayah Semarang. Dalam jangka waktu 15 tahun (2001-2015), pengaruh dari ENSO dianalisis menggunakan korelasi temporal untuk menentukan dampak dari ENSO pada curah hujan yang diamati di enam pos pengamatan hujan di Semarang. Analisis tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara anomali Suhu Permukaan Laut (SPL) di wilayah Nino 3.4 dengan curah hujan diamati secara signifikan pada lima pos pengamatan hujan selama periode September Oktober November (SON) dengan rentang nilai korelasi antara -0.598 sampai dengan -0.679. Sementara itu, korelasi variabilitas curah hujan dengan Southern Oscillation Index (SOI) menunjukan nilai yang berkisar antara 0.561 sampai dengan 0.780. Curah hujan yang diamati umumnya selalu berkurang pada tahun-tahun dimana nilai indeks Nino 3.4 positif dan nilai SOI negatif, sedangkan curah hujan diamati meningkat pada tahun-tahun dimana nilai indeks Nino 3.4 negatif dan nilai SOI yang positif.


2018 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 7
Author(s):  
Alexander Y. Elake ◽  
Merlin Talahatu ◽  
Pieldrie Nanlohy

Analisis korelasi multivariabel antara curah hujan diMaluku (Ambon, Tual, dan Saumlaki) dengan anomali suhu the El Niño Southern Oscillation (ENSO) di daerah Niño 3.4 Samudera Pasifik, angin Monsun di wilayah Maluku serta anomali suhu Dipole Mode Event (DME) di Samudera Hindia telah dilakukan dengan analisa korelasi parsial dan berganda. Analisis tersebut dilakukan untuk data selama 10 tahun kalender yaitu dari Januari 2005 – Desember 2014 yang meliputi dua periode kejadian El Niño (tahun 2006/07 dan 2009/10), dua tahun fasa ENSO Normal (2005 dan 2013), dan tiga periode La Niña (2007/08, 2010/11, dan 2011/12). Pengaruh interaksi ENSO, Monsun dan Dipole Mode terhadap curah hujan Maluku ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi berganda (rb1) yang berkisar antara 0,748 – 0,999 dan nilai koefisien penentu berganda (rpb1) dengan kisaran 55,9–99,8% pada fasa El Niño. Sedangkan untuk fasa ENSO Normal nilainya berturut-turut rb2 = 0,807–0,905 dan rpb2 = 64,6 – 81,9%, dan untuk fasa fasa La Niña adalah rb3 = 0,674–0,964 dan rpb3 = 45,4– 92,9%. Pengaruh ENSO yang dominan terhadap curah hujan Ambon terlihat pada fasa El Niño dan fasa La Niña, sedangkan Monsun lebih dominan pada ENSO Normal. Untuk Tual, pengaruh ENSO, Monsun, dan Dipole Mode sama-sama terlihat pada fasa El Niño dan fasa La Niña, sedangkan Monsun lebih dominan dari Dipole Mode pada ENSO Normal. Sementara pengaruh Dipole Mode sangat dominan terhadap curah hujan Saumlaki.


2017 ◽  
Vol 23 (1) ◽  
pp. 29
Author(s):  
Wijopriono, Wijopriono ◽  
Mohamad Adha Akbar

Layur telah menjadi target utama penangkapan dan dieksploitasi secara intensif di perairan Palabuhanratu menyusul permintaan ekspor yang meningkat. Kajian dilakukan untuk mengetahui kelimpahan dan faktor lingkungan yang berperan terhadap fluktuasi hasil tangkapan ikan layur. Serial data hasil tangkapan dan upaya penangkapan bulanan 2004-2015 dan serial data iklim, yaitu SST, precipitasi, Dipole Mode Index (DMI), dan Southern Oscillation Index (SOI) dalam periode waktu yang sama digunakan untuk analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan signifikan upaya penangkapan yang dilakukan sampai 2007 mengakibatkan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) menurun secara konstan pada tahun-tahun berikutnya. Penurunan upaya penangkapan mencapai 28,5% pada tahun 2007 tidak dapat meningkatkan CPUE secara signifikan. Berdasarkan analisis forward seletion dalam model multiregresi, diketahui bahwa faktor iklim yang berperan dalam fluktuasi hasil tangkapan adalah presipitasi serta interaksi antara DMI dan SOI.Dalam kaitan tersebut perlu dilakukan pengaturan upaya penangkapan dan memperhitungkan variabilitas iklim dalam pengelolaan sumberdaya ikan layur di Palabuhanratu.


POSITRON ◽  
2014 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Muhammad Elifant Yuggotomo ◽  
Andi Ihwan

El Niño Southern Oscillation (ENSO) merupakan fenomena cuaca yang terjadi di Samudra Pasifik, sedangkan Dipole Mode (DM) adalah fenomena cuaca yang terjadi di Samudra Hindia. Kedua fenomena tersebut berpengaruh terhadap curah hujan pada beberapa wilayah di Indonesia. Pada penelitian ini telah dianalisis pengaruh fenomena ENSO dan DM terhadap curah hujan di Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat periode tahun 1984 sampai dengan tahun 2012 menggunakan metode Fast Fourier Transform (FFT) dan wavelet. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh pola ENSO dan DM rendah terhadap curah hujan di Kabupaten Ketapang ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar -0,18 dan -0,12. Pada saat terjadi El Niño curah hujan di Kabupaten Ketapang cenderung rendah. Namun saat terjadi DM Positif curah hujan di Kabupaten Ketapang cenderung tidak rendah. Sedangkan saat terjadi La Nina dan atau DM Negatif curah hujan di Kabupaten Ketapang cenderung tinggi.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document