Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

937
(FIVE YEARS 59)

H-INDEX

2
(FIVE YEARS 1)

Published By Agency For Marine And Fisheries Research And Development

2502-6542, 0853-5884

2021 ◽  
Vol 26 (3) ◽  
pp. 181
Author(s):  
Arif Baswantara ◽  
Anas Noor Firdaus ◽  
Wahyu Puji Astiyani ◽  
Indra Jaya ◽  
Yusfiandayani Yusfiandayani

Ketertarikan ikan terhadap cahaya telah lama dimanfaatkan sebagai salah satu teknologi dalam penangkapan ikan. Hal tersebut menyebabkan perkembangan pengetahuan tentang hal ini terus dilakukan hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon dan hasil tangkapan ikan terhadap dua kombinasi warna cahaya LED yang berbeda. Kombinasi warna cahaya yang digunakan adalah kombinasi warna biru-merah (BR) dan kombinasi warna putih-merah (WR). Pengambilan data dilakukan pada alat tangkap bagan. Data flux cahaya dan data akustik diambil untuk masing-masing kombinasi. Data bobot hasil tangkapan diambil untuk masing-masing kombinasi warna cahaya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kombinasi cahaya BR sedikit lebih lambat dalam menarik ikan untuk berkumpul, namun ikan di bawah kombinasi cahaya BR dapat bertahan lebih lama dibandingkan ikan di bawah kombinasi cahaya WR. Hasil uji statistik menunjukan bahwa kombinasi cahaya BR memiliki hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan kombinasi cahaya WR. Namun, perbedaan antara keduanya tidak signifikan.The attraction of fish toward the light has long been used as technology in fishing gear. This led to the development of knowledge about this subject continues to this day. The aim of this research is to study the fish response and catches toward of two differences LED light color combination. One combination was blue-red light color (BR) and the other was white-red light color (WR). Data was collected on lift nets. Data of luminous flux and acoustic taken for each light combination. Data of catched fish taken for each light combination. The result showed that BR combination slightly slower than WR combination in aggregating fish, however BR combination kept fish staying below it in longer time than WR combination. In addition, the results of statics test showed that BR combination had more catched fish than WR combination, although the different between both not significant.


2021 ◽  
Vol 26 (3) ◽  
pp. 135
Author(s):  
ACHMAD ZAMRONI ◽  
Heri Widiyastuti ◽  
Suwarso Suwarso

Perikanan teri berkembang sangat pesat khususnya di perairan utara Jawa Madura pada tahun terakhir ini. Kajian tentang karakteristik perikanan teri (Engraulidae) di sepanjang pantai utara Jawa-Madura dilaksanakan pada tahun 2017-2018, meliputi sebaran usaha perikanan, tipe armada-alat penangkapan ikan, aspek operasional penangkapan, hasil tangkapan-kelimpahan dan musim penangkapan ikan teri. Pengumpulan data pendaratan ikan teri dilakukan melalui survey di 11 lokasi pendaratan ikan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 12 lokasi tempat pendaratan utama ikan teri di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa dan Madura. Dua jenis alat dominan digunakan untuk penangkapan teri adalah pukat cincin dan payang; perikanan bersifat skala kecil, melakukan trip harian, dengan armada kapal penangkap berukuran dibawah 20 GT. Jaring umumnya menggunakan waring dengan mata jaring kecil (3/8 inch) di bagian kantong. Daerah penangkapan di perairan pantai yang dangkal, dekat dengan basis perikanan. Musim penangkapan ikan teri bervariasi, di wilayah bagian barat (Pulolampes, Larangan, Morodemak) berlangsung sekitar musim timur/tenggara (Mei Juli), sedangkan di wilayah bagian timur berlangsung pada awal musim timur dan berjalan cukup lama hingga bulan November (musim peralihan 2). Hasil tangkapan per unit upaya (CPUE, sebagai indek kelimpahan) diduga makin ke arah timur semakin rendah namun disertai musim penangkapan ikan lebih lama. Anchovy fishery has grown rapidly, especially in the northern waters of Java-Madura in the last year. The study on the characteristics of the anchovy fishery (Engraulidae) along the northern coast of Java-Madura was carried out in 2017-2018, covering the distribution of fisheries effort, types of fishing gear, operational aspects of fishing, catch-abundance and fishing season. The collection of anchovy landing data was carried out through a survey at 11 fish landing sites. The results showed that there were 12 main anchovy landing sites along the north coast (pantura) of Java and Madura. Two types of dominant fishing gear used for anchovies are purse seine and payang; Fisheries are small-scale, undertaking daily trips, with a fleet of fishing vessels under 20 GT. The nets generally use “waring” with small mesh (3/8 inch) in the codend. Fishing area in shallow coastal waters, close to the fishing base. The fishing season for anchovy varies, in the western region (Pulolampes, Larangan, Morodemak) it takes place around the east / southeast season (May-July), while in the eastern region it takes place at the beginning of the eastern season and lasts quite a long time until November (transition season 2) . The catch per unit effort (CPUE, as an abundance index) is thought to be getting lower eastward but accompanied by a longer fishing season.


2020 ◽  
Vol 26 (4) ◽  
pp. 201
Author(s):  
Mario Limbong

Perairan Kabupaten Tangerang memiliki potensi sumber daya ikan yang cukup besar. Saat ini, pengaruh kegiatan pesisir dan pola penangkapan telah mengakibatkan terjadinya dinamika penangkapan ikan yang mempengaruhi jumlah hasil tangkapan nelayan. Tujuan penelitian adalah menganalisis keragaan perikanan tangkap seperti sebaran jumlah alat tangkap, jumlah kapal penangkap ikan, dan daerah penangkapan ikan di perairan Kabupaten Tangerang. Data keragaan perikanan tangkap dianalisis secara deskriptif, dan pemetaan spasial dianalisis menggunakan sistem informasi geografis kelautan. Hasil penelitian menunjukkan jumlah alat penangkapan ikan di Kabupaten Tangerang sekitar 22.495 unit yang didominasi alat tangkap bubu sekitar 18.750 unit. Sebaran alat penangkapan ikan terbanyak tedapat di Desa Dadap, Ketapang dan Tanjung Kait. Jumlah kapal penangkap ikan di Kabupaten Tangerang sekitar 3.212 kapal yang didominasi kapal berukuran <5 GT yaitu sekitar 2.125 kapal, berukuran 5 – 10 GT sekitar 905 kapal, dan berukuran 10 – 30 GT sekitar 182 kapal. Sebagian besar kapal terdapat di Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo, PPI Cituis, dan Desa Dadap. Daerah penangkapan ikan utama kapal <5 GT mengalami pergeseran ke arah timur laut Kabupaten Tangerang. Daerah penangkapan ikan utama kapal > 5 GT berada di Pulau Lancang, Pulau Laki, Pulau Bokor, dan Pulau Pari. The waters of Tangerang Regency have considerable potential for fish resources. At present, the influence of coastal activities and fishing patterns has resulted in fishing dynamics that affect the amount of fishermen’s catch. The research objective is to analyze the fisheries performance, such as the distribution of the number of fishing gears, the number of fishing vessels, and the fishing grounds in Tangerang Regency waters. Capture fisheries performance data were analyzed descriptively, and spatial mapping was analyzed using a marine geographic information system. The results showed that the number of fishing gear in Tangerang Regency was around 22,495 units, dominated by around 18,750 units of traps. The largest distribution of fishing gear is in the villages of Dadap, Ketapang, and Tanjung Kait. The number of fishing vessels in Tangerang Regency around 3,212 vessels, dominated by <5 GT boats size, namely 2,125 boats, 5-10 GT around 905 boats, and 10-30 GT around 182 boats. Most of the vessels were based in PPI Kronjo, PPI Cituis, and Dadap Village. The main fishing grounds for vessels <5 GT has shifted to the northeast of Tangerang Regency. The main fishing grounds for vessels over 5 GT are on Lancang Island, Laki Island, Bokor Island, and Pari Island. 


2020 ◽  
Vol 26 (4) ◽  
pp. 189
Author(s):  
Achmad Zamroni ◽  
Heri Widiyastuti ◽  
Suwarso Suwarso

Peningkatan strategi pengelolaan perikanan pelagis kecil terutama di perairan Laut Jawa tidak hanya dengan menilai stok ikan dan perikanannya, akan tetapi diperlukan juga menilai risiko dampak dari pengelolaan. Dalam tulisan ini disebutkan status estimasi stok dan risiko yang melebihi hasil tangkapan maksimum yang berkelanjutan/Maximum Sustainable Yieald (MSY) terkait dengan nilai referensi terhadap beberapa tingkat tangkapan alternatif yang dihasilkan dari penilaian stok dan risiko penangkapan. Analisis yang digunakan adalah model dinamika biomassa ikan dengan metode non-equilibrium. Data yang digunakan berasal dari PPI Sarang, Rembang yang merupakan basis perikanan pelagis kecil terbesar di Laut Jawa selain Pekalongan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai MSY yang diperoleh adalah 13.820 ton yang dihasilkan dari upaya penangkapan sekitar 1.759 trip kapal pukat cincin mini. Jika pemanfaatan perikanan sesuai dengan kondisi saat ini, maka estimasi nilai risiko akan berada pada tingkat risiko tinggi, begitu juga jika tingkat pemanfaatan berada pada nilai MSY nya. Nilai risiko akan turun menjadi sedang-tinggi jika pemanfaatan dikurangi 10% - 20% dari kondisi saat ini. Jika tingkat pemanfaatan dikurangi 30% atau lebih, maka nilai risiko dalam 10 tahun berikutnya akan berada pada kondisi sedang-rendah.Improving the management strategy of small pelagic fisheries, especially in the waters of the Java Sea, not only by assessing fish stocks and fisheries, but also needs to determine the risk of management impacts. In this paper, it is stated that the status of stock and risk estimation that exceeds the Maximum Sustainable Yield (MSY) is related to the reference value in several alternative catch levels resulting from stock and risk assessment. The analysis used is a fish biomass dynamics model with a non-equilibrium method. The data used was from TPI Sarang in Rembang, which is one of the largest small pelagic fisheries bases in the Java Sea. Results show that the MSY value obtained is 13,820 tons resulting from the capture effort of approximately 1,759 mini purse seine trips. Suppose the fishery utilization is in accordance with the current conditions, in that case, the estimated risk value will be at a high-risk level, and also if the utilization level is at the MSY value. The risk value will decrease to moderate-high if utilization is reduced by 10% - 20% from the current condition. If the utilization level is reduced by 30% or more, the next ten-year risk value will be in the medium-low condition.


2020 ◽  
Vol 26 (3) ◽  
pp. 189
Author(s):  
Redaksi Pelaksana

2020 ◽  
Vol 26 (3) ◽  
Author(s):  
Redaksi Pelaksana

2020 ◽  
Vol 26 (3) ◽  
pp. 167
Author(s):  
Teddy Triandiza ◽  
Agus Kusnadi ◽  
Novita Sari ◽  
Rosmi Nuslah Pesilette

Kima merupakan jenis kerang yang secara ekologis penting pada ekosistem terumbu karang. Biota laut ini mengalami tekanan antropogenik hampir di sebagian besar wilayah Indonesia. Meskipun status spesies kima ini dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 1999, namun aktivitas pengambilan ilegal kima di alam masih terjadi. Hal ini tidak hanya menyebabkan penurunan jumlah jenis dan kelimpahan individu, tetapi dapat mengurangi keragaman genetik jenis kima tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian keragaman genetik Tridacna maxima berdasarkan marka genetik COI dari Pulau Kur, Pulau Biak dan Manado. Penelitian menggunakan 15 sampel dari Pulau Kur (Penelitian ini), kemudian dibandingkan dengan data genbank (11 sampel dari Biak dan 8 sampel dari Manado). Analisis sekuens DNA mitokondria (mtDNa) T. maxima menghasilkan 432 pasang basa. Terdapat 23 haplotipe dengan jumlah situs bervariasi sebanyak 59 situs. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman genetik populasi T. maxima termasuk sangat tinggi, yaitu 0,95. Jarak genetik antar populasi, berkisar antara 0,009 (Kur-Manado) sampai 0,051 (Biak-Manado). Hasil analisis pohon filogenetik menunjukkan dua kluster utama, yaitu kluster Kur, Biak, dan Manado, dan kluster Biak. Hasil analis Fst berpasangan menunjukkan perbedaan struktur genetik yang signifikan pada populasi T. maxima di Kur dengan Biak (Fst = 0,558; p = 0,000) dan Manado dengan Biak (Fst = 0,427; p = 0,012), sedangkan populasi Kur dan Manado tidak menunjukkan perbedaan genetik yang signifikan (Fst = 0,087; p = 0,064). Upaya Konservasi pada populasi T. maxima di Pulau Kur dapat dilakukan melalui penerapan konservasi sumber daya alam dalam bentuk kearifan lokal berupa sasi yang diperkuat dengan pembentukan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) di lokasi penelitian. sedangkan untuk populasi Manado dan biak adalah penetapan wilayah konservasi. Selain itu, upaya pengawasan dan penegakan hukum terhadap aktifitas perburuan liar perlu ditingkatkan agar upaya konservasi tersebut dapat berhasil sehingga populasi kima tetap lestari. Giant clams are ecologically important bivalves in coral reefs. These marine organisms have been under anthropogenic pressures in almost all part of Indonesia. Even though this species is protected under Government Regulation (PP) No. 7, 1999, but the illegal harvesting is still happened. This not only caused the declining the number of individual and species, but also could lead to a decrease the genetic diversity of this species. Therefore, it is necessary to conduct research on the genetic diversity of Tridacna maxima based on COI genetic markers from Kur Island, Biak Island and Manado. The study used 15 samples T. maxima from Kur Islan (This study) then compared with genbank data (11 samples from Biak and 8 samples from Manado). Sequence analysis of mitochondrial (mt) DNA T. maxima resulted 432 base pairs, which contained 23 haplotypes with total numbers of 59 polymorphic sites. The results show that genetic diversity of the T. maxima population was very high (0.95). The genetic distance between populations in this study ranged from the lowest (0,009) for Kur vs Manado to the highest (0,043) for Biak vs Manado. The filogenetic tree showed that there were two main clades, i.e. 1) T. maxima calde of Kur, Biak, and Manado and 2) T. maxima clade of Biak. The pairwise method analysis (FST) showed a significant genetic structure in the population of T. maxima in Kur with Biak (Fst = 0.558; p = 0.000) and Manado with Biak (Fst = 0.427; p = 0.012), whereas there was relatively no significant differentiation within population in Kur and Manado (Fst = 0.087; p = 0.064). The conservation effort for T. maxima population in Kur island is prioritized by implementing the local wisdom called Sasi with strengthened by the formation of regional marine conservation area on research sites. 


2020 ◽  
Vol 26 (3) ◽  
pp. 147
Author(s):  
Ana Faricha ◽  
Isa Nagib Edrus ◽  
Rizkie Satriya Utama ◽  
Ahmad R. Dzumalex ◽  
Abdullah Salatalohi ◽  
...  

Ikan terumbu karang memiliki peranan penting baik secara ekonomi maupun ekologi, namun kondisi terumbu karang termasuk di perairan Indonesia yang menjadi habitat utama ikan karang mengalami degradasi. Penelitian ikan karang sudah banyak dilakukan, namun di Indonesia kondisi habitat ikan karang memiliki karakter yang berbeda-beda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komposisi ikan karang target dan tutupan karang hidup. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2019 di Kepulauan Kei Kecil, Maluku. Metode yang digunakan adalah UVC (Underwater Visual Census) untuk data ikan karang dan UPT (Underwater Photo Transect) untuk mengkaji tutupan karang hidup. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat 130 spesies ikan karang target yang mewakili 19 famili, dengan variasi jenis ikan target antar lokasi pengamatan berkisar antara 25-66 spesies. Kepadatan rata-rata ikan karang target sebesar 8.811 ± 4.107 Ind/ha, dan biomassa rata-rata 1.335 ± 899 Kg/ha. Komposisi ikan karang target yang memiliki kedekatan dengan tutupan karang hidup yaitu famili Siganidae, Serranidae, Lutjanidae, Holocentridae, dan Pomacentridae. Akan tetapi hubungan tersebut rendah, dan kemungkinan besar ada faktor lain yang mempengaruhi. Reef fishes have an important economic and ecological values. However, the coral reef of the globe including in the most of the Indonesian waters which is the vital habitat for reef fishes is degraded. Study on the reef fishes is an abundance, while the habitat characteristic of reef fishes in Indonesian waters has a differences. The aim of this study is to determine the relationship between the target reef fishes compositions and the percentage live coral covers. This study was carried out in October 2019 at the Kei Kecil islands, Maluku. The method used in this study is UVC (Underwater Visual Census) for collecting the reef fishes data, and the UPT (Underwater Photo Transect) for assessing the live coral coverage. The result shows that there are about 130 fishes, which representing 19 families, with species variation ranges from 25 to 66 species among the observation sites. The average density of target fishes was about 8.811 ± 4.107 Ind/ha, whereas the average biomass of target fishes was 1,335 ± 899 Kg/ha. The target reef fishes compositions that has relation with live coral covers is family Siganidae, Serranidae, Lutjanidae, Holocentridae, and Pomacentridae. However, this relationship is weak, and may influenced by other factors.


2020 ◽  
Vol 26 (3) ◽  
pp. 159
Author(s):  
Muhammad Arif Rahman ◽  
Ledhyane Ika Harlyan ◽  
Feni Iranawati ◽  
Riska Oktaviana ◽  
Imam Subali ◽  
...  

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting yang ditangkap dengan alat tangkap pasif, seperti bubu lipat. Penggunaan celah pelolosan pada bubu diharapkan mampu memenuhi ukuran rajungan yang diperbolehkan untuk ditangkap sebagaimana yang tertulis pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 12/2020 (lebar karapas >10 cm). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ukuran celah pelolosan yang sesuai untuk meloloskan rajungan dengan lebar karapas 10 cm serta mampu menahan rajungan dengan lebar karapas >10 cm. Sebanyak 30 ekor rajungan dengan lebar karapas 9-10,8 cm diuji cobakan terhadap tiga ukuran celah pelolosan yang berbeda (4,6 x 2,6 cm; 5 x 3 cm; dan 7 x 2,5 cm), dengan tiga kali ulangan. Uji coba dilaksanakan di laboratorium pada bulan Maret 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat pelolosan rajungan pada ketiga ukuran celah pelolosan. Meski demikian, ukuran 4,6 x 2,6 cm diyakini merupakan ukuran yang paling efektif karena mampu meloloskan rajungan dengan lebar karapas 10 cm (46,9%), serta paling bagus dalam menahan rajungan dengan lebar karapas >10 cm tetap berada di dalam bubu. Percobaan lapang terhadap ukuran celah pelolosan ini pada beberapa perairan diperlukan untuk mengkonfirmasi penggunaannya pada perikanan rajungan.The blue swimming crab (Portunus pelagicus, BSC) is one of fishery commodities caught by passive gears, such as collapsible traps. The use of escape-vent on traps was supposed to comply with the legal size of BSC’s catch declared in the Ministerial Decree 12/2020 (i.e. >10 cm of carapace width). To determine an appropriate escape-vent size which is able to release BSC of 10 cm Carapace Width (CW) and to retain BSC of > 10 cm CW, 30 samples of BSC were tested on three different sizes of escape-vent (4.6 x 2.6 cm; 5 x 3 cm; and 7 x 2.5 cm) with three replications of each size. The results show that there was no significant difference of BSC’s escape rate among the escape-vent sizes. However, the size of 4.6 x 2.6 cm was assumed as the most effective escape-vent as it could release BSC of 10 cm CW (46.9%), and best to retain BSC of >10 cm CW inside the trap compared to other sizes. Field investigation might be needed to confirm the effect of the appropriate escape-vent size of collapsible trap on BSC fishery.


2020 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
pp. 125
Author(s):  
Fismatman Ruli ◽  
Robert Alik ◽  
Dominggus Polnaya ◽  
Nurjirana Nurjirana ◽  
Sufardin Sufardin ◽  
...  

Achantaster planci atau Crown-of-thorns starfish merupakan hewan pemangsa karang yang secara langsung dapat menyebabkan degradasi pada ekosistem terumbu karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dari A. planci dan kondisi karang di Pulau Saparua. Jumlah lokasi pengamatan sebanyak lima stasiun. Penelitian ini dilaksanakan pada November 2018 di Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Pengamatan tutupan karang hidup dan kelimpahan Achantaster planci dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT), pengamatan Acanthaster planci menggunakan metode sabuk (Belt Transect) yang mengikuti garis LIT dengan panjang 70 meter dan lebar 2 meter sehingga luasan area pengamatan sebesar 140 m2. Hasil penelitian menunjukkan kondisi tutupan karang hidup tergolong kedalam kriteria sedang hingga sangat baik (26,5%-89,54%) dan terdapat sepuluh bentuk pertumbuhan yang ditemukan pada lokasi ini. Indeks mortalitas karang tertinggi pada Stasiun (Stn) 2, daerah dimana tidak ditemukan A. planci. Keberadaan A. planci hanya ditemukan pada Stn 1, Stn 4 dan Stn 5, dengan kelimpahan A. planci tertinggi ditemukan pada Stn 1 sebanyak 0,036 ind/m2. Bentuk pertumbuhan karang Acropora mendominasi hampir pada seluruh stasiun dan A. planci ditemukan pada stasiun yang memiliki tutupan karang hidup yang didominasi oleh bentuk pertumbuhan Acropora branching dan coral branching. Korelasi baik tutupan karang dan kelimpahan A. planci maupun karang mati dan A. planci tergolong cukup dan tidak signifikan. Achantaster planci or Crown-of-thorns starfish are coral predators that can directly cause degradation of coral reef ecosystems. This study aims to determine the abundance of A. planci, live coral cover on Saparua Island. The number of observation stations was five locations. This research was conducted in November 2018 on Saparua Island, Central Maluku Regency, Maluku Province. Observations of live coral cover and Achantaster planci abundance were carried out using the Line Intercept Transect (LIT) method, Acanthaster planci observations using the Belt Transect method which followed the LIT with a length of 70 meters and a width of 2 meters so that the area of   the observation area was 140 m2. The results showed the condition of live coral cover was classified as moderate to very good criteria (26.5% -89.54%) and there were ten of coral lifeforms found at this location. The highest coral mortality index was determined in St 2 areas where A. planci was not found. The presence of A. planci was only found in St 1, St 4 and St 5, where the highest abundance of A. planci was found in St 1 by 0.036 ind / m2. Acropora coral growth forms dominate almost all stations and A. planci is found in stations that have live coral cover dominated by Acropora branching and coral branching growth forms. Correlation of both coral cover and abundance of A. planci and dead coral and A. planci is classified as sufficient and not significant.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document