scholarly journals PERTUMBUHAN LIMA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L) Moench) PADA TANAM BARU DAN RATUN I DI MUSIM PENGHUJAN

2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 88
Author(s):  
Qurrotu A’ayuni ◽  
Rahmad Jumadi ◽  
Rohmatin Agustina

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk memproduksi karbohidrat atau gula daritanaman yang dapat dimanfaatkan untuk sumber bahan pangan utama. Keanekaragaman jenistanaman yang potensial sebagai sumber pangan utama tumbuh subur dan tersebar luas di wilayahIndonesia, yaitu berupa tanaman bebijian seperti padi, jagung dan sorgum. Sorgum merupakantanaman pangan lahan kering yang memiliki potensi besar dikembangkan di Indonesia. Tanamansorgum mempunyai keistimewaan tahan terhadap kekeringan dan genangan bila dibandingkandengan tanaman palawija lainnya. Keistimewaan tanaman sorgum yang lain adalah memilikikemampuan tumbuh kembali setelah dipanen (ratun), peratunan dapat dilakukan 2-3 regeneresi.Tujuan dari penelitian adalah terdapat interaksi nyata antara varietas sorgum dengan sistem tanam(tanam baru dan ratun ').Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Medalem, Kecamatan Modo, KabupatenLamongan, sejak bulan Oktober hingga Desember 2017. Penelitian ini menggunakan rancangan acakkelompok petak terbagi (Split plot), yaitu petak utama (PU) Tipe tanam terdiri dari: tanam baru (T1),ratun (T2). Sedangkan pada anak petak (AP) varietas terdiri dari: varietas numbu (V1), varietas suri3 agritan (V2), varietas super 1 (V3), varietas kawali (V4) dan varietas suri 4 agritan (V5) terdapat10 kombinasi perlakuan, masing masing diulang tiga kali.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertumbuhan tanaman sorgum pada perlakuan tipetanam, tanam baru dan ratun berbeda nyata pada variabel persentase perkecambahan dan tumbuhtunas, tinggi tanaman, jumlah ruas, jumlah daun, diameter batang dan luas daun. Pertumbuhantanaman sorgum pada perlakuan varietas berbeda nyata pada variabel persentase perkecambahan dantumbuh tunas, jumlah ruas, jumlah daun, diameter batang dan luas daun. sedangkan, terdapatinteraksi nyata tertinggi terhadap tipe tanam dan varietas (T1V1) terhadap pengamatan variabelpersentase perkecambahan dan tumbuh tunas, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah ruas dan luasdaun

2021 ◽  
Vol 9 (3) ◽  
pp. 407
Author(s):  
RM Ulin Nadhif ◽  
F X Susilo ◽  
M Syamsoel Hadi ◽  
Purnomo Purnomo

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh genotipe tanaman sorgum dan pengaruh pola tanam terhadap kelimpahan kumbang kubah predator pada tanaman sorgum. Penelitian dilakukan di Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Maret sampai Agustus 2017. Perlakuan disusun dalam rancangan petak terbagi (split plot design) dengan 3 ulangan (blok).  Petak utama adalah pola tanam (monokultur vs tumpangsari) dan anak petak adalah genotipe sorgum (15 genotipe). Data dianalisis ragam (taraf nyata 0,01) dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 0,05. Genotipe sorgum berpengaruh nyata terhadap kelimpahan kumbang kubah predator coccinellidae (genotipe Talaga Bodas memiliki kelimpahan kumbang kubah tertinggi dan Numbu dengan kelimpahan kumbang kubah terendah). Pola tanam tidak bepengaruh terhadap kelimpahan kumbang kubah predator. Interaksi antara genotipe sorgum dan pola tanam terjadi pada pengamatan ke lima (7 MST), pada pengamatan ini kelimpahan kumbang kubah predator ditemukan pada GH-6 monokultur.


2019 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 351
Author(s):  
Agnes Ratnasari ◽  
Efri Efri ◽  
Muhammad Syamsoel Hadi ◽  
Hasriadi Mat Akin

Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui ketahanan 15 genotipe sorgum yang ditanam pada dua sistem tanam berbeda yaitu monokultur dan tumpangsari. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017- Februari 2018 di Desa Sukanegara, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Perlakuan disusunmenggunakan rancangan acak kekompok dalam Split Plot Design dengan faktor utama adalah sistem pola tanam (tumpangsari, monokultur), dan anak petak adalah 15 genotipe sorgum (Numbu, Samurai 1, GH3, UPCA, GH4, P/I WHP, GH6, Super 2, GH13, P/F 51-93-C, Super 1, GH5, Mandau, GH7 dan TalagaBodas). Monokultur sorgum ditanam pada jarak 80 cm x 20 cm. Tumpangsari sorgum ubikayu dilakukan dengan cara menanam sorgum di antara tanaman ubikayusehingga jarak tanam sorgum tetap 80 cm x 20 cm, sedangkan jarak tanam ubikayu 80 cm x 60 cm, baik sorgum maupun ubikayu ditanam secara bersamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tanam tumpangsari lebih efektif untuk menekan intensitas penyakit antraknosa. Pada penelitian ini intensitas penyakit antraknosa terhadap 15 genotipe sorgum yang diamati dikelompokan menjadi 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Genotipe Numbu, GH3, Talaga Bodas, Super 1, dan Mandau adalah genotipe dengan intensitas penyaki terendah dibandingkan genotipe Samurai 1, UPCA, GH4, P/I WHP, GH13, P/F 5-193-C, GH5, GH6 dan GH7 . Genotipe Samurai 1, UPCA, GH4, P/I WHP, GH13, P/F 5-193-C, GH5, GH6 dan GH7 adalah genotipe yang intensitas penyakitnya lebih rendah dibandingkan genotipe Super 2. Dan genotipe Super 2 adalah genotipe dengan intnsitas penyakit antraknosa tertinggi.


2020 ◽  
Vol 145 ◽  
pp. 14880-14891
Author(s):  
TIENDREBEOGO Josiane ◽  
SAWADOGO Nerbéwendé ◽  
KIENDREBEOGO Timbilfou ◽  
KIEBRE Zakaria ◽  
SAWADOGO Boureima ◽  
...  

Le sorgho grains sucrés est une culture produite essentiellement pour ses grains sucrés et riches en oligoéléments consommés au stade grains pâteux. Objectif: L’étude vise à déterminer l’effet de la fertilisation minérale (NPK) sur l’expression des paramètres agro-morphologiques du sorgho grains sucrés [Sorghum bicolor (L.) Moench]. Méthodologie et résultats: L’essai a été réalisé en saison pluvieuse selon un dispositif en split plot avec trois répétitions. Quatorze génotypes de sorgho grains sucrés ont été soumis à trois niveaux de fertilisation à savoir 100 kg NPK/ha (TR); 125 kg NPK/ha (T1) et 150 kg NPK/ha (T2). Au total, neuf variables quantitatives relatives à la phénologie de la plante, au tallage et aux rendements grains et paille ont été mesurées. Les résultats ont révélé que seule la teneur en matière sèche de la paille (TMS) a présenté une différence significative (p ˂ 0.05) en fonction du facteur traitement. La dose TR (100 kg NPK/ha) a été optimale pour la production en grains et en paille du sorgho grains sucrés. Les rendements à l’hectare pour l’ensemble des trois traitements ont varié respectivement de 3397,092 kg (MTC2) à 8969,937 kg (SBR7) pour le grain et de 4154,948 kg (MTC2) à 12683,594 kg (SBR7) pour la paille. Conclusion et applications : Il ressort de cette étude que le niveau de fertilisation a eu très peu d’influence sur la plupart des paramètres agro-morphologiques de la plante. La dose de 100 kg NPK/ha est une dose optimale pour la production de cette culture. Cela permet d’orienter le producteur en matière de fertilisation et sur le choix des génotypes de sorgho grains sucrés à double usage (grains et fourrage). Mots clés: Sorgho grains sucrés, génotypes, NPK, diversité, Burkina Faso. Agromorphological response of 14 genotypes of sweet grain sorghum from Burkina Faso to mineral fertilization ABSTRACT Sweet grain sorghum is a crop produced mainly for its sweet grains and rich in trace elements consumed in the pasty grains stage. Objective: The study aims to determine the effect of mineral fertilization (NPK) on the expression of agro-morphological parameters of sorghum sweet grains [Sorghum bicolor (L.) Moench]. Methodology and results: The experiment was carried out in the rainy season according to a split plot design with three repetitions. Fourteen sweet grain sorghum genotypes were submitted to three levels of fertilization, defined as 100 kg NPK/ha (TR); 125 kg NPK/ha (T1) and 150 kg NPK/ha (T2). A total of nine quantitative variables related to plant phenology, tillering and grain and straw yields were measured. The results revealed that only the dry matter content of straw (TMS) showed a significant difference (p ˂ 0.05) depending on the treatment factor. The TR dose (100 kg NPK/ha) was optimal for grain and straw production of sweet grain sorghum. Yields per hectare for all treatments varied from 3397.092 kg (MTC2) to 8969.937 kg (SBR7) and from 4154.948 kg (MTC2) to 12683.594 kg (SBR7) respectively for grain and straw. This study shows that the level of fertilization has had very little influence on most of the agromorphological parameters of the plant. The 100 kg NPK/ha dose is an optimal dose for the production of this crop. This allows to guide the producer in fertilization and the choice of sweet grain sorghum genotypes for dual-use (grains and feed). Key words: Sweet grain sorghum, genotypes, NPK, diversity, Burkina Faso.


2021 ◽  
Vol 9 (3) ◽  
pp. 523
Author(s):  
M. Eldhino Mardhitiar Alayubie ◽  
F X Susilo ◽  
M Syamsoel Hadi ◽  
Lestari Wibowo

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh genotipe tanaman sorgum dan pola tanam sorgum (tumpangsari versus monokutur) terhadap tingkat serangan hama kutu daun pada tanaman sorgum.  Pada plot-plot percobaan dilakukan 1) penanaman tumpangsari tanaman sorgum-ubikayu, 2) penggunaan 15 genotipe sorgum, dan 3) pengamatan terhadap serangan hama kutu daun pada tanaman sorgum.  Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Maret sampai Agustus 2017.  Perlakuan disusun dalam Rancangan Petak Terbagi (split plot design) dengan petak utama adalah pola tanam (tumpangsari dan monokultur) dan anak petak adalah 15 genotipe sorgum, dengan tiga ulangan (blok).  Data dianalisis ragam (taraf nyata 0,01 atau 0,05), dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 0,05.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe sorgum berpengaruh nyata terhadap serangan hama kutu daun.  Genotipe GH-13 rentan terhadap serangan kutu daun.Genotipe GH-3, GH-7, Super 2, P/F 5-193C, dan Talaga Bodas ketahanannya sedang cenderung rentan terhadap serangan kutu daun.  Genotipe yang tahan terhadap serangan kutu daun yaitu P/I WHP.  Genotipe GH-4, GH-5, GH-6, Samurai 1, Super 1, Numbu, Mandau, dan UPCA ketahanannya sedang cenderung tahan terhadap kutu daun.Selain itu terlihat bahwa pola tanam tumpangsari dan monokultur berpengaruh nyata terhadap serangan kutu daun yakni pola tanam tumpangsari dapat menurunkan serangan kutu daun pada tanaman sorgum.


2015 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
Author(s):  
Novri Novri ◽  
Muhammad Kamal ◽  
Sunyoto Sunyoto ◽  
Kuswanta Futas Hidayat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis bahan organik yang diaplikasikan pada tanaman sorgum pertama terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I, pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I yang terbaik pada tiga varietas yang dicoba, dan mengetahui pengaruh interaksi antara dosis bahan organik yang diaplikasikan pada tanaman sorgum pertama dengan tiga varietas yang dicoba terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember 2013. Perlakuan disusun secara faktorial dengan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dalam Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) dengan tiga ulangan. Petak percobaanyang digunakan pada penelitian ini berukuran 4m x 4 m. Tiap satu satuan percobaan seluas 16 m dengan jarak tanam 80x20 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ; Perlakuan dosis bahan organik 15 ton/ha menghasilkan bobot biji/malai sorgum ratoon I tertinggi yaitu 45,64 g/tanaman atau setara 285,25 g/m2 2; Varietas Numbu menunjukkan hasil bobot biji/ malai sorgum ratoon I tertinggi yaitu 55,37 g/tanaman atau setara 346,06 g/m sedangkan, varietas Wray menghasilkan bobot brangkasan basah tertinggi, yaitu 0,54 kg/tanaman atau setara 3,37 kg/m2 2 ; dan Kombinasi antara dosis bahan organik dan varietas sorgum yang tepat untuk menghasilkan bobot brangkasan basah tertinggi adalah dosis bahan organik 5 ton/ha dengan varietas Wray yaitu 0,54 kg/tanaman atau setara 3,37 g/m2.


Agrometeoros ◽  
2020 ◽  
Vol 27 (2) ◽  
Author(s):  
Cleber Pereira Alves ◽  
Thieres George Freire Silva ◽  
Hygor Kristoph Muniz Nunes Alves ◽  
Alexandre Maniçoba da Rosa Ferraz Jardim ◽  
Luciana Sandra Bastos de Souza ◽  
...  

Objetivou-se neste estudo quantificar a evapotranspiração real (ETr) e máxima da cultura (ETc) e os coeficientes da cultura (Kc) do consórcio palma-sorgo. O experimento foi conduzido no município de Serra Talhada, PE. O delineamento usado foi em blocos ao acaso, envolvendo cinco lâminas de irrigação (0, 25, 50, 75 e 100% da evapotranspiração de referência - ETo), sob sistema de cultivo consorciado palma-sorgo. O clone de palma forrageira utilizado foi a Orelha de Elefante Mexicana (Opuntia stricta (Haw.) Haw.) e o cultivar de sorgo, Sorghum bicolor (L.) Moench, a SF 15. O sorgo foi conduzido durante dois ciclos (planta e rebrota) compreendidos em um ciclo anual da palma. A quantificação da ETr e da ETc foi realizada através do resíduo do balanço de água no solo (BAS) a cada 14 dias, com a mensuração dos componentes hidrodinâmicos. As determinações da ETc e do Kc foram realizadas com base na lâmina de 75% da ETo. Os componentes do BAS foram submetidos à análise de regressão, sendo testados modelos polinomiais. Com exceção da variação do armazenamento de água no solo, os demais componentes hidrodinâmicos do solo cultivado sob sistema consorciado palma-sorgo respondem linearmente ao aumento de lâminas de irrigação. A evapotranspiração média diária do consórcio palma-sorgo é igual a 3,0 mm dia-1, independentemente da lâmina de irrigação. Os coeficientes do consórcio palma-sorgo são iguais a 0,40, 0,68, 0,90 e 0,52 durante as fases I, II, III e IV de emissão de cladódios.


2018 ◽  
Vol 16 (S1) ◽  
pp. S273-S283
Author(s):  
Z. Mami-Soualem ◽  
N. Brixi ◽  
C. Beghdad ◽  
M. Belarbi

Le changement des habitudes alimentaires au cours de ces dernières années a abouti à l’apparition des maladies dites de civilisation, parmi elles le diabète sucré. Des approches diétothérapeutiques privilégient la consommation des produits céréaliers sous la forme la plus complète possible. Ce travail a pour but de tester l’efficacité des régimes expérimentaux préparés à base des grains complets des deux céréales, le sorgho (Sorghum bicolor L.) et le seigle (Secale cereale L.), sur la correction de l’hyperglycémie et des marqueurs du stress oxydant associés au diabète chez le rat mâle Wistar. Les résultats montrent que les rats diabétiques, soumis au régime seigle pendant quatre semaines, présentent une diminution significative de la glycémie qui atteint les 53,95 % à la fin de l’expérimentation, ce qui fait que leur taux en glycémie se rapproche de celui des normoglycémiques. Le sorgho blanc présente, d’une part, une diminution significative de la peroxydation lipidique intracellulaire et, d’autre part, une augmentation de l’activité de la glutathion peroxydase, la glutathion réductase ainsi que la vitamine C. Ces approches méthodologiques peuvent, en améliorant la connaissance de l’importance des céréales (fibres alimentaires solubles et des polyphénols) dans l’évolution du diabète, aboutir à des recommandations et à une éducation nutritionnelle du diabétique.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document