scholarly journals KELIMPAHAN KUMBANG KUBAH PREDATOR PADA BERBAGAI GENOTIPE TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench) YANG DITANAM SECARA MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI DENGAN TANAMAN UBIKAYU

2021 ◽  
Vol 9 (3) ◽  
pp. 407
Author(s):  
RM Ulin Nadhif ◽  
F X Susilo ◽  
M Syamsoel Hadi ◽  
Purnomo Purnomo

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh genotipe tanaman sorgum dan pengaruh pola tanam terhadap kelimpahan kumbang kubah predator pada tanaman sorgum. Penelitian dilakukan di Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Maret sampai Agustus 2017. Perlakuan disusun dalam rancangan petak terbagi (split plot design) dengan 3 ulangan (blok).  Petak utama adalah pola tanam (monokultur vs tumpangsari) dan anak petak adalah genotipe sorgum (15 genotipe). Data dianalisis ragam (taraf nyata 0,01) dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 0,05. Genotipe sorgum berpengaruh nyata terhadap kelimpahan kumbang kubah predator coccinellidae (genotipe Talaga Bodas memiliki kelimpahan kumbang kubah tertinggi dan Numbu dengan kelimpahan kumbang kubah terendah). Pola tanam tidak bepengaruh terhadap kelimpahan kumbang kubah predator. Interaksi antara genotipe sorgum dan pola tanam terjadi pada pengamatan ke lima (7 MST), pada pengamatan ini kelimpahan kumbang kubah predator ditemukan pada GH-6 monokultur.

2019 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 351
Author(s):  
Agnes Ratnasari ◽  
Efri Efri ◽  
Muhammad Syamsoel Hadi ◽  
Hasriadi Mat Akin

Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui ketahanan 15 genotipe sorgum yang ditanam pada dua sistem tanam berbeda yaitu monokultur dan tumpangsari. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017- Februari 2018 di Desa Sukanegara, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Perlakuan disusunmenggunakan rancangan acak kekompok dalam Split Plot Design dengan faktor utama adalah sistem pola tanam (tumpangsari, monokultur), dan anak petak adalah 15 genotipe sorgum (Numbu, Samurai 1, GH3, UPCA, GH4, P/I WHP, GH6, Super 2, GH13, P/F 51-93-C, Super 1, GH5, Mandau, GH7 dan TalagaBodas). Monokultur sorgum ditanam pada jarak 80 cm x 20 cm. Tumpangsari sorgum ubikayu dilakukan dengan cara menanam sorgum di antara tanaman ubikayusehingga jarak tanam sorgum tetap 80 cm x 20 cm, sedangkan jarak tanam ubikayu 80 cm x 60 cm, baik sorgum maupun ubikayu ditanam secara bersamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tanam tumpangsari lebih efektif untuk menekan intensitas penyakit antraknosa. Pada penelitian ini intensitas penyakit antraknosa terhadap 15 genotipe sorgum yang diamati dikelompokan menjadi 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Genotipe Numbu, GH3, Talaga Bodas, Super 1, dan Mandau adalah genotipe dengan intensitas penyaki terendah dibandingkan genotipe Samurai 1, UPCA, GH4, P/I WHP, GH13, P/F 5-193-C, GH5, GH6 dan GH7 . Genotipe Samurai 1, UPCA, GH4, P/I WHP, GH13, P/F 5-193-C, GH5, GH6 dan GH7 adalah genotipe yang intensitas penyakitnya lebih rendah dibandingkan genotipe Super 2. Dan genotipe Super 2 adalah genotipe dengan intnsitas penyakit antraknosa tertinggi.


2021 ◽  
Vol 9 (3) ◽  
pp. 523
Author(s):  
M. Eldhino Mardhitiar Alayubie ◽  
F X Susilo ◽  
M Syamsoel Hadi ◽  
Lestari Wibowo

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh genotipe tanaman sorgum dan pola tanam sorgum (tumpangsari versus monokutur) terhadap tingkat serangan hama kutu daun pada tanaman sorgum.  Pada plot-plot percobaan dilakukan 1) penanaman tumpangsari tanaman sorgum-ubikayu, 2) penggunaan 15 genotipe sorgum, dan 3) pengamatan terhadap serangan hama kutu daun pada tanaman sorgum.  Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Maret sampai Agustus 2017.  Perlakuan disusun dalam Rancangan Petak Terbagi (split plot design) dengan petak utama adalah pola tanam (tumpangsari dan monokultur) dan anak petak adalah 15 genotipe sorgum, dengan tiga ulangan (blok).  Data dianalisis ragam (taraf nyata 0,01 atau 0,05), dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 0,05.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe sorgum berpengaruh nyata terhadap serangan hama kutu daun.  Genotipe GH-13 rentan terhadap serangan kutu daun.Genotipe GH-3, GH-7, Super 2, P/F 5-193C, dan Talaga Bodas ketahanannya sedang cenderung rentan terhadap serangan kutu daun.  Genotipe yang tahan terhadap serangan kutu daun yaitu P/I WHP.  Genotipe GH-4, GH-5, GH-6, Samurai 1, Super 1, Numbu, Mandau, dan UPCA ketahanannya sedang cenderung tahan terhadap kutu daun.Selain itu terlihat bahwa pola tanam tumpangsari dan monokultur berpengaruh nyata terhadap serangan kutu daun yakni pola tanam tumpangsari dapat menurunkan serangan kutu daun pada tanaman sorgum.


2015 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
Author(s):  
Novri Novri ◽  
Muhammad Kamal ◽  
Sunyoto Sunyoto ◽  
Kuswanta Futas Hidayat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis bahan organik yang diaplikasikan pada tanaman sorgum pertama terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I, pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I yang terbaik pada tiga varietas yang dicoba, dan mengetahui pengaruh interaksi antara dosis bahan organik yang diaplikasikan pada tanaman sorgum pertama dengan tiga varietas yang dicoba terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum ratoon I. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember 2013. Perlakuan disusun secara faktorial dengan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dalam Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) dengan tiga ulangan. Petak percobaanyang digunakan pada penelitian ini berukuran 4m x 4 m. Tiap satu satuan percobaan seluas 16 m dengan jarak tanam 80x20 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ; Perlakuan dosis bahan organik 15 ton/ha menghasilkan bobot biji/malai sorgum ratoon I tertinggi yaitu 45,64 g/tanaman atau setara 285,25 g/m2 2; Varietas Numbu menunjukkan hasil bobot biji/ malai sorgum ratoon I tertinggi yaitu 55,37 g/tanaman atau setara 346,06 g/m sedangkan, varietas Wray menghasilkan bobot brangkasan basah tertinggi, yaitu 0,54 kg/tanaman atau setara 3,37 kg/m2 2 ; dan Kombinasi antara dosis bahan organik dan varietas sorgum yang tepat untuk menghasilkan bobot brangkasan basah tertinggi adalah dosis bahan organik 5 ton/ha dengan varietas Wray yaitu 0,54 kg/tanaman atau setara 3,37 g/m2.


2020 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 347
Author(s):  
Farastika Unjunan Muli ◽  
Efri Efri ◽  
Muhammad Syamsoel Hadi ◽  
Radix Suharjo

One of the diseases that often found in sorghum plants is anthracnose disease caused by Colletotrichum sp. The purposed of this study was to determine the effect of adding micro fertilizer and the use of several sorghum genotypes on the intensity of anthracnose disease. The study was conducted in Sukanegara, Tanjung Bintang, South Lampung in April 2017 - February 2018 and at the Laboratory of Plant Diseases and Pests, Faculty of Agriculture, University of Lampung. The treatments were arranged using a randomized block design in a split plot design (3 times replications), the main plot was micro nutrients (with micro addition and without micro addition) and 15 subgroups of sorghum genotypes (Numbu, Samurai 1, GH3, UPCA, GH4, P / I WHP, GH6, Super 2, GH13, P / F 51-93-C, Super 1, GH5, Mandau, GH7, and Talaga Bodas). The results showed that the addition of "ZincMicro" micro fertilizers to sorghum plants did not affect the intensity of anthracnose disease, however there were differences in the intensity of anthracnose diseases between sorghum genotypes. Numbu Genotype, GH 3, and GH 13 were relatively more resistant to anthracnose disease than the other genotypes.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 88
Author(s):  
Qurrotu A’ayuni ◽  
Rahmad Jumadi ◽  
Rohmatin Agustina

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk memproduksi karbohidrat atau gula daritanaman yang dapat dimanfaatkan untuk sumber bahan pangan utama. Keanekaragaman jenistanaman yang potensial sebagai sumber pangan utama tumbuh subur dan tersebar luas di wilayahIndonesia, yaitu berupa tanaman bebijian seperti padi, jagung dan sorgum. Sorgum merupakantanaman pangan lahan kering yang memiliki potensi besar dikembangkan di Indonesia. Tanamansorgum mempunyai keistimewaan tahan terhadap kekeringan dan genangan bila dibandingkandengan tanaman palawija lainnya. Keistimewaan tanaman sorgum yang lain adalah memilikikemampuan tumbuh kembali setelah dipanen (ratun), peratunan dapat dilakukan 2-3 regeneresi.Tujuan dari penelitian adalah terdapat interaksi nyata antara varietas sorgum dengan sistem tanam(tanam baru dan ratun ').Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Medalem, Kecamatan Modo, KabupatenLamongan, sejak bulan Oktober hingga Desember 2017. Penelitian ini menggunakan rancangan acakkelompok petak terbagi (Split plot), yaitu petak utama (PU) Tipe tanam terdiri dari: tanam baru (T1),ratun (T2). Sedangkan pada anak petak (AP) varietas terdiri dari: varietas numbu (V1), varietas suri3 agritan (V2), varietas super 1 (V3), varietas kawali (V4) dan varietas suri 4 agritan (V5) terdapat10 kombinasi perlakuan, masing masing diulang tiga kali.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertumbuhan tanaman sorgum pada perlakuan tipetanam, tanam baru dan ratun berbeda nyata pada variabel persentase perkecambahan dan tumbuhtunas, tinggi tanaman, jumlah ruas, jumlah daun, diameter batang dan luas daun. Pertumbuhantanaman sorgum pada perlakuan varietas berbeda nyata pada variabel persentase perkecambahan dantumbuh tunas, jumlah ruas, jumlah daun, diameter batang dan luas daun. sedangkan, terdapatinteraksi nyata tertinggi terhadap tipe tanam dan varietas (T1V1) terhadap pengamatan variabelpersentase perkecambahan dan tumbuh tunas, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah ruas dan luasdaun


2015 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
Author(s):  
Hixkia J. Marpaung ◽  
Eko Pramono ◽  
Muhammad Kamal

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis bahan organik yang berbeda pada mutu fisiologis benih tiga varietas sorgum.Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014. Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Petak Terbagi (Split plot Design) yang diulang tiga kali sebagai ulangan. Petak utama adalah dosis bahan organik dari pupuk kandang sapi (B) yang terdiri atas 0 (b0), 5 (b1), 10 (b2) dan 15 t ha -1 (b3) dan anak petak adalah varietas tanaman sorgum (G) yang terdiri dari varietas Numbu (g1), Keller (g2), Wray (g3). Benih yang telah dipanen dari setiap kombinasi perlakuan di uji viabilitasnya dengan metode Uji Kertas digulung (UKD). Pengujian mutu fisiologis benih dilakukan pada saat setelah panen sebelum disimpan, tiga bulan setelah disimpan, dan lima bulan disimpan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis bahan organik 15 t ha -1 menghasilkan mutu fisiologis benih sorgum lebih tinggi daripada tanpa bahan organik. Varietas Numbu menghasilkan benih dengan mutu fisiologis yang lebih tinggi daripada varietas Keller dan varietas Wray terutama setelah benih disimpan selama 3 dan 5 bulan. Pemberian bahan organik 15 t ha -1 menunjukkan peningkatan mutu fisiologis benih sorgum pada varietas Numbu dan Keller.


2020 ◽  
Vol 145 ◽  
pp. 14880-14891
Author(s):  
TIENDREBEOGO Josiane ◽  
SAWADOGO Nerbéwendé ◽  
KIENDREBEOGO Timbilfou ◽  
KIEBRE Zakaria ◽  
SAWADOGO Boureima ◽  
...  

Le sorgho grains sucrés est une culture produite essentiellement pour ses grains sucrés et riches en oligoéléments consommés au stade grains pâteux. Objectif: L’étude vise à déterminer l’effet de la fertilisation minérale (NPK) sur l’expression des paramètres agro-morphologiques du sorgho grains sucrés [Sorghum bicolor (L.) Moench]. Méthodologie et résultats: L’essai a été réalisé en saison pluvieuse selon un dispositif en split plot avec trois répétitions. Quatorze génotypes de sorgho grains sucrés ont été soumis à trois niveaux de fertilisation à savoir 100 kg NPK/ha (TR); 125 kg NPK/ha (T1) et 150 kg NPK/ha (T2). Au total, neuf variables quantitatives relatives à la phénologie de la plante, au tallage et aux rendements grains et paille ont été mesurées. Les résultats ont révélé que seule la teneur en matière sèche de la paille (TMS) a présenté une différence significative (p ˂ 0.05) en fonction du facteur traitement. La dose TR (100 kg NPK/ha) a été optimale pour la production en grains et en paille du sorgho grains sucrés. Les rendements à l’hectare pour l’ensemble des trois traitements ont varié respectivement de 3397,092 kg (MTC2) à 8969,937 kg (SBR7) pour le grain et de 4154,948 kg (MTC2) à 12683,594 kg (SBR7) pour la paille. Conclusion et applications : Il ressort de cette étude que le niveau de fertilisation a eu très peu d’influence sur la plupart des paramètres agro-morphologiques de la plante. La dose de 100 kg NPK/ha est une dose optimale pour la production de cette culture. Cela permet d’orienter le producteur en matière de fertilisation et sur le choix des génotypes de sorgho grains sucrés à double usage (grains et fourrage). Mots clés: Sorgho grains sucrés, génotypes, NPK, diversité, Burkina Faso. Agromorphological response of 14 genotypes of sweet grain sorghum from Burkina Faso to mineral fertilization ABSTRACT Sweet grain sorghum is a crop produced mainly for its sweet grains and rich in trace elements consumed in the pasty grains stage. Objective: The study aims to determine the effect of mineral fertilization (NPK) on the expression of agro-morphological parameters of sorghum sweet grains [Sorghum bicolor (L.) Moench]. Methodology and results: The experiment was carried out in the rainy season according to a split plot design with three repetitions. Fourteen sweet grain sorghum genotypes were submitted to three levels of fertilization, defined as 100 kg NPK/ha (TR); 125 kg NPK/ha (T1) and 150 kg NPK/ha (T2). A total of nine quantitative variables related to plant phenology, tillering and grain and straw yields were measured. The results revealed that only the dry matter content of straw (TMS) showed a significant difference (p ˂ 0.05) depending on the treatment factor. The TR dose (100 kg NPK/ha) was optimal for grain and straw production of sweet grain sorghum. Yields per hectare for all treatments varied from 3397.092 kg (MTC2) to 8969.937 kg (SBR7) and from 4154.948 kg (MTC2) to 12683.594 kg (SBR7) respectively for grain and straw. This study shows that the level of fertilization has had very little influence on most of the agromorphological parameters of the plant. The 100 kg NPK/ha dose is an optimal dose for the production of this crop. This allows to guide the producer in fertilization and the choice of sweet grain sorghum genotypes for dual-use (grains and feed). Key words: Sweet grain sorghum, genotypes, NPK, diversity, Burkina Faso.


2019 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
Author(s):  
Uray Nurtati ◽  
Hanna Artuti Ekamawanti ◽  
Wiwik Ekyastuti

The research was to obtain information about the combination of fertilizers in the production of arbuscular mycorrhizal inoculums of various depths. This research is using an experimental method. The research uses divided plot design (RPT) with a basic RAK pattern. The treatment factor consists of the main plot (peat depth 0-50 cm and 50-100 cm) and subplot is a combination of fertilizer (P1 = without fertilizing; P2 = NPK+rubberwood vinegar; P3 = NPK+peat vinegar; P4 = NPK+fern-root vinegar). Spore breeding process is ± 3 months. Hosts use sorghum with sterile sand media. The observation variable consisted of the percentage of root infections and the number of spores. Data analysis using ANOVA. Identification of spores based on morphology and Melzer reaction. The results showed that fertilization factors affected the number of spores. The number of spores without fertilization was higher, namely 1642,500 spores compared to combination fertilizers (NPK+fern-root vinegar was 707,667 spores; NPK+rubberwood vinegar was 606,833 spores; NPK+peat vinegar was 206,667 spores). The rate of 0-50 cm colonization without fertilization, NPK+peat vinegar, NPK+rubberwood vinegar is included in the high category. Then in the treatment at 50-100 cm without fertilizing, NPK+peat vinegar, NPK+fern-root vinegar infection rates are also high. The type of spore found is Glomus sp.1; Glomus sp.2; Glomus sp.3; Glomus sp.4. The results of the number of spores and the percentage of root infections showed that organic vinegar was known to not stimulate FMA sporulation, but organic vinegar did not inhibit FMA colonization.Keyword: Mycorrhizal, organic vinegar, peat depth, sorghum


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document