case base
Recently Published Documents


TOTAL DOCUMENTS

318
(FIVE YEARS 63)

H-INDEX

16
(FIVE YEARS 2)

2021 ◽  
Vol 14 ◽  
pp. 168-171
Author(s):  
Haixia Wang ◽  
Mingliang Zhang

Case method teaching is a common teaching method, and the construction of teaching case base is its important foundation. Environmental impact assessment (EIA) is one of the important courses for the students majoring in environment engineering. Compiling excellent EIA cases is very important to cultivate innovative engineering and scientific talents. The main problems existing in the current case database was analyzed and specific methods and suggestions were put forward.


2021 ◽  
pp. 1-19
Author(s):  
Akila Djebbar ◽  
Hayet Farida Merouani ◽  
Hayet Djellali

Case-Based Reasoning (CBR) system maintenance is an important issue for current medical systems research. Large-scale CBR systems are becoming more omnipresent, with immense case libraries consisting of millions of cases. Case-Base Maintenance (CBM) is the implementation of the following policies allowing to revise the organization and/or the content (information content, representation field of application, or the implementation) of the Case Base (CB) to improve future thinking. Diverse case-base deletion and addition policies have been proposed which claim to preserve case-base competence. This paper presents a novel clustering-based deletion policy for CBM that exploits the K-means clustering algorithm. Thus, CBM becomes a central subject whose objective is to guarantee the quality of the CB and improve the performance of CBM. The proposed approach exploited clustering, which groups similar cases using the K-means algorithm. We rely on the characterization made of the different cases in the CB, and we find this characterization by a method based on a criterion of competence and performance. From this categorization, case deletion becomes obvious. This quality depends on the competence and performance of the CB. Test results show that the proposed deletion strategy improved the efficiency of the CB while preserving competence.Furthermore, its performance was 13% more reliable. The effectiveness of the proposed approach examined on the medical databases and its performance has been compared with the existing approaches on deletion policy. Experimental results are very encouraging.


2021 ◽  
Author(s):  
Muhammad Aldi Pratama

Kondisi Infrastruktur TIK di Daerah data Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) yang dilakukan Kemenkes pada tahun 2011, menggambarkan kondisi infrastruktur TIK di fasilitas pelayanan kesehatan di daerah pada umumnya belum cukup memadai.Di Puskesmas, Mengutip sebanyak 87,4% Puskesmas sudah tersambung listrik 24 jam, sebanyak 78,4% sudah memiliki perangkat komputer. Namun, baru 17,1% yang telah dilengkapi internet dan 15% yang memiliki sistem informasi Puskesmas (SIMPUS) dengan local area network (LAN).Sementara itu, kondisi infrastuktur TIK di rumah sakit (RS), sebanyak 82% RS Pemerintah sudah memiliki akses internet. Selain itu, dilaporkan juga bahwa sebanyak 740 RS telah memiliki sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS). SIMRS merupakan sebuah sistem informasi yang terintegrasi yang disiapkan untuk menangani keseluruhan proses manajemen RS, mulai dari pelayanan diagnosa dan tindakan untuk pasien, medical record, apotek, gudang farmasi, penagihan, database personalia, penggajian karyawan, proses akuntansi sampai dengan pengendalian oleh manajemen. Di era JKN saat ini, 1.227 RS telah menggunakan aplikasi Indonesia Case Base Group (INA-CBG), meliputi RS Pemerintah maupun swasta. INA-CBG merupakan sistem pembayaran dengan sistem paket, berdasarkan penyakit yang diderita pasien dan cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. “Dengan demikian, sistem INA-CBG sudah menghitung layanan apa saja yang akan diterima pasien tersebut berikut pengobatannya sampai dinyatakan sembuh”, jelas Menkes. Telemedicine Di beberapa RS juga tengah dikembangkan pilot project telemedicine yng merupakan pelayanan kesehatan jarak jauh melalui pemanfaatkan teknologi informasi dalam upaya diagnosis dan tatalaksana. Pelayanan telemedicine yang dapat dikembangkan yaitu teleradiologi, telekardiologi, radio komunikasi medik (teleconference), videoconference (vicon), teleradiotherapy, dan sebagainya. Kondisi Infrastruktur TIK di Daerah data Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) yang dilakukan Kemenkes pada tahun 2011, menggambarkan kondisi infrastruktur TIK di fasilitas pelayanan kesehatan di daerah pada umumnya belum cukup memadai.Di Puskesmas, Mengutip sebanyak 87,4% Puskesmas sudah tersambung listrik 24 jam, sebanyak 78,4% sudah memiliki perangkat komputer. Namun, baru 17,1% yang telah dilengkapi internet dan 15% yang memiliki sistem informasi Puskesmas (SIMPUS) dengan local area network (LAN).Sementara itu, kondisi infrastuktur TIK di rumah sakit (RS), sebanyak 82% RS Pemerintah sudah memiliki akses internet. Selain itu, dilaporkan juga bahwa sebanyak 740 RS telah memiliki sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS). SIMRS merupakan sebuah sistem informasi yang terintegrasi yang disiapkan untuk menangani keseluruhan proses manajemen RS, mulai dari pelayanan diagnosa dan tindakan untuk pasien, medical record, apotek, gudang farmasi, penagihan, database personalia, penggajian karyawan, proses akuntansi sampai dengan pengendalian oleh manajemen. Di era JKN saat ini, 1.227 RS telah menggunakan aplikasi Indonesia Case Base Group (INA-CBG), meliputi RS Pemerintah maupun swasta. INA-CBG merupakan sistem pembayaran dengan sistem paket, berdasarkan penyakit yang diderita pasien dan cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. “Dengan demikian, sistem INA-CBG sudah menghitung layanan apa saja yang akan diterima pasien tersebut berikut pengobatannya sampai dinyatakan sembuh”, jelas Menkes. Telemedicine Di beberapa RS juga tengah dikembangkan pilot project telemedicine yng merupakan pelayanan kesehatan jarak jauh melalui pemanfaatkan teknologi informasi dalam upaya diagnosis dan tatalaksana. Pelayanan telemedicine yang dapat dikembangkan yaitu teleradiologi, telekardiologi, radio komunikasi medik (teleconference), videoconference (vicon), teleradiotherapy, dan sebagainya.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 89-94
Author(s):  
Aliy Hafiz ◽  
Verawati Verawati

Kakao merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi penyumbang perekonomian yang menjadi andalan bagi negara Indonesia. Hal ini karena Indonesia merupakan penghasil biji kakao (kakao beans) terbesar ketiga di dunia dengan pangsa produksi sebesar 15,68%. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas cokelat di Indonesia adalah karena perkebunan kakao di Indonesia selalu diancam oleh hama dan penyakit tumbuhan. Serangga merupakan jenis hama yang jumlahnya terbesar untuk tanaman kakao di Indonesia lebih dari 130 spesies. Kurangnya informasi yang diketahui oleh pihak perkebunan kakao tentang jenis penyakit yang menyerang tanaman cokelat, menyebabkan banyaknya tanaman cokelat yang tidak tertangani dengan benar. Hal ini mengakibatkan banyak tanaman cokelat yang seharusnya bisa diselamatkan menjadi mati dan kualitas cokelat tersebut menurun. Berdasarkan uraian di atas, pihak perkebunan cokelat membutuhkan sebuah sistem pakar yang dapat memberikan informasi mengenai penyakit yang menyerang tanaman kakao dan memberikan solusi untuk menangani penyakit tersebut. Sistem pakar merupakan paket perangkat lunak atau paket program komputer yang ditunjuk sebagai penyedia nasehat dan sarana bantuan dalam memecahkan masalah dibidang spesialisasi tertentu seperti sains, perekayasaan, matematika, kedokteran, pendidikan dan sebagainya. Tujuan praktis dari sistem pakar ini adalah membuat komputer semakin berguna bagi manusia. Adapun metode yang digunakan dalam membangun sistem pakar ini adalah metode case base reasoning (CBR). Kemudian metode pengembangan sistem yang digunakan adalah extreme programmingpenelitian yang dihasilkan yaitu aplikasi sistem pakar  berbasis web mobile yang membantu petani dalam memecahkan masalah dalam pertanian kakao.  


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 66-73
Author(s):  
Dr. Nur Afny Catur Andryani, S.Si., MSc. ◽  
Muhamad Femy Mulya ◽  
Surnanto Surnanto ◽  
M. Rizam Kusfandi

The prevalence of heart disease has been consistently increasing in five recent years. In average 15 out of 1000 people have heart disease. Currently heart disease becomes the second leading cause of death in Indonesia. Early detection will guide the appropriate treatments to increase recovery opportunity. In another hand, many healthcare facilities in Indonesia are not equipped with the cardiologist. It triggers many heart disease cases are late to handle due late detection. Thus, we propose web based early heart disease detection application prototype using Case Base Reasoning framework. It is intended to support small clinic or other healthcare facilities which have no cardiologist to provide early detection of heart disease. The application is equipped with data security to handle the data privacy of the patient. Based on the black box evaluation by the expert, it is concluded that all the provided features can be run functionally.


2021 ◽  
pp. 262-269
Author(s):  
Indah Werdiningsih ◽  
Rimuljo Hendradi ◽  
P. Purbandini ◽  
Barry Nuqoba ◽  
Elly Anna

Children from newborns to six years old are more susceptible to diseases. A common methodology to diagnose childhood diseases is by using a reasoning technique. Reasoning techniques is one of a reliable method for expert systems. Reasoning techniques using the correct case of results have provided enormous support for predicting the diagnosis and treatment of diseases. This paper focuses on the main technical characteristics of two common reasoning techniques, namely; rule-based reasoning and case-based reasoning. This paper describes a comparative analysis of rule-based and case-based reasoning techniques using several commonly used similarity measures and a study on its performance for classification tasks. Moreover, this study proposes a new case-based reasoning approach using an alternative similarity measure, called Distance-Weighted Case Base Reasoning (DW-CBR). The proposed method aims to improve classification performance. The main result of this study shows that case-based reasoning is a more powerful methodology regarding the issues of maintenance and knowledge representations over the rule-based system and reveals that DWCBR has the best accuracy, which is 92%.


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
Author(s):  
Dora Buonfrate ◽  
Lorenzo Zammarchi ◽  
Zeno Bisoffi ◽  
Antonio Montresor ◽  
Sara Boccalini

Abstract Background Implementation of control programmes for Strongyloides stercoralis infection is among the targets of the World Health Organization Roadmap to 2030. Aim of this work was to evaluate the possible impact in terms of economic resources and health status of two different strategies of preventive chemotherapy (PC) compared to the current situation (strategy A, no PC): administration of ivermectin to school-age children (SAC) and adults (strategy B) versus ivermectin to SAC only (strategy C). Methods The study was conducted at the IRCCS Sacro Cuore Don Calabria hospital, Negrar di Valpolicella, Verona, Italy, at the University of Florence, Italy, and at the WHO, Geneva, Switzerland, from May 2020 to April 2021. Data for the model were extracted from literature. A mathematical model was developed in Microsoft Excel to assess the impact of strategies B and C in a standard population of 1 million subjects living in a strongyloidiasis endemic area. In a case base scenario, 15% prevalence of strongyloidiasis was considered; the 3 strategies were then evaluated at different thresholds of prevalence, ranging from 5 to 20%. The results were reported as number of infected subjects, deaths, costs, and Incremental-Effectiveness Ratio (ICER). A 1-year and a 10-year horizons were considered. Results In the case base scenario, cases of infections would reduce dramatically in the first year of implementation of PC with both strategy B and C: from 172 500 cases to 77 040 following strategy B and 146 700 following strategy C. The additional cost per recovered person was United States Dollar (USD) 2.83 and USD 1.13 in strategy B and C, respectively, compared to no treatment in the first year. For both strategies, there was a downtrend in costs per recovered person with increasing prevalence. The number of adverted deaths was larger for strategy B than C, but cost to advert one death was lower for strategy C than B. Conclusions This analysis permits to estimate the impact of two PC strategies for the control of strongyloidiasis in terms of costs and adverted infections/deaths. This could represent a basis on which each endemic country can evaluate which strategy can be implemented, based on available funds and national health priorities.


Jurnal SOLMA ◽  
2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 133-140
Author(s):  
Mahfut Mahfut ◽  
Yunda Heningtyas ◽  
Sukimin

Keberadaan anggrek alam di Kebun Raya Liwa merupakan salah satu kekayaan flora asli Sumatera Bagian Selatan yang perlu dijaga kelestariannya. Berdasarkan hasil identifikasi diketahui bahwa beberapa individu anggrek menunjukkan gejala terinfeksi virus. Tujuan dari kegiatan pengabdian ini adalah untuk mencari metode pengendalian penyakit virus yang tepat, efektif, dan efisien. Metode yang dilakukan melalui pendekatan beberapa bidang ilmu seperti biologi, proteksi tanaman, dan ilmu komputer. Aplikasi induksi ketahanan agensia hayati mikoriza endofit sebagai agen biokontrol yang mampu menekan replikasi penyakit pada tanaman dapat digunakan sebagai cara yang murah dan ramah lingkungan dibandingkan pestisida. Selain itu, penggunaan metode sistem pakar diagnosis penyakit tanaman dengan metode case-base reasoning berbasis web. Pelaksanaan kegiatan pengabdian ini masih dalam masa pandemi Covid-19 sehingga sebagian besar kegiatan dilakukan secara daring (online). Keseluruhan metode identifikasi penyakit berbasis ilmu biologi, penyakit tanaman, dan ilmu komputer serta upaya pengendaliannya yang merupakan hasil produk (output) kegiatan pengabdian masyarakat ini diadopsi oleh pihak Kebun Raya Liwa sebagai upaya pengembangan dan pelestarian koleksi anggrek alam di era industri 4.0. Hasil evaluasi diperoleh peningkatan pengetahuan dan pemahaman peserta pelatihan dengan peningkatan sebesar 21,64 point (34,72%). Hasil kegiatan ini diharapkan tidak hanya sebatas peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam peserta kegiatan, tetapi juga dapat menerapkan dan menularkan pengetahuan yang diperoleh selama pelatihan kepada komunitas pecinta anggrek dan masyarakat luas.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document