<em>In accordance with Law Number 5 of 1999 concerning Competition Law, every corporate action that causes monopoly must be notified to the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) in less than 30 (thirty) days. However, not all entrepreneurs are aware of this provision. As consequence of the delay, entrepreneurs are potentially subject to wide range of sanctions starting from warning letter, fines, to the worst scenario which is the cancellation of the corporate action. Law Number 40 of 2007 concerning Company Law governs that all corporate action including mergers, acquisition and consolidation should be drawn in form of notarial deed and the Notary has an access to report such action to the Minister of Law and Human Rights if necessary. While the entrepreneurs appear before the Notary to make merger, acquisition or consolidation deed, the Notary may advise the entrepreneurs to notify KPPU if such merger is potentially fulfill certain condition under Law No.5 of 1999. However, Notary must also be aware that his role is limited by his responsibility to keep private information disclosed by the party before him. In connection with those conditions, this research provides elaboration on how Notary should take a role in merger action and his limitation in it.</em><p><strong>BAHASA INDONESIA ABSTRACT: </strong>Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha mengatur bahwa dalam hal terjadi aksi korporasi yang menyebabkan monopoli, maka pelaku usaha wajib untuk memberikan pemberitahuan atas peristiwa tersebut dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Akan tetapi, tidak semua pelaku usaha memahami ketentuan ini. Oleh sebab itu, pada beberapa kasus pelaku usaha dikenai sanksi yang bervariasi, mulai dari surat teguran, denda dalam jumlah besar, hingga pembatalan<em> </em>aksi korporasi tersebut. Sehubungan dengan kondisi ini, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa setiap aksi korporasi yang meliputi penggabungan, peleburan dan pengambilalihan akuisisi harus dituangkan persetujuannya oleh para pemegang saham dalam suatu akta notariil dan dilaporkan oleh Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia apabila diperlukan. Sehubungan dengan pengaturan tersebut, maka setiap kali para pelaku usaha hadir di hadapan Notaris untuk membuat akta<em> </em>atas aksi korporasi, Notaris dapat mengambil peran untuk mencegah terjadinya keterlambatan pemberitahuan tersebut melalui pemberian penyuluhan kepada para penghadap. Akan tetapi, Notaris juga harus tahu bahwa perannya tersebut juga terbatas pada kewajibannya untuk menjaga informasi dari para pihak yang menghadapnya. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini mencoba untuk mengelaborasi peran Notaris dalam mencegah keterlambatan pemberitahuan tersebut sejauh mana peran yang dapat diambil Notaris sehubungan dengan hal tersebut.</p>