Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

359
(FIVE YEARS 60)

H-INDEX

3
(FIVE YEARS 1)

Published By Agency For Marine And Fisheries Research And Development

2406-9264, 1907-9133

2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 83
Author(s):  
Yusma Yennie ◽  
Gunawan Gunawan ◽  
Farida Ariyani

Listeria monocytogenes adalah salah satu bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit bawaan pangan. Penolakan ekspor produk udang beku Indonesia karena kontaminasi L. monocytogenes masih terjadi yang berdampak pada kerugian material bagi pelaku usaha. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan tingkat kontaminasi L. monocytogenes pada produk udang beku untuk pasar ekspor. Sampel yang diambil merupakan udang segar dari tambak dan bahan baku dari bagian penerimaan di Unit Pengolahan Ikan (UPI) serta udang beku sebagai produk akhir UPI, dengan menerapkan sistem ketertelusuran. Lokasi penelitian adalah Sumatra Utara (Medan), DKI Jakarta, Jawa Timur (Surabaya dan Banyuwangi), dan Sulawesi Selatan (Makassar). Identifikasi dan enumerasi L. monocytogenes dilakukan dengan metode MPN-PCR dengan target gen hlyA (~456bp). Prevalensi L. monocytogenes pada udang vaname secara keseluruhan sebesar 6,7% (9/135 sampel), dengan prevalensi di masing-masing titik pengambilan sampel berturut-turut 6,1% di tambak, 9,6% di bahan baku, dan 4% di produk akhir, yang merupakan sampel udang dari batch yang sama. Tingkat kontaminasi L. monocytogenes pada sampel udang vaname berkisar 6,1-1.100 APM/g. Persyaratan L. monocytogenes pada bahan pangan adalah negatif/25g, sehingga sampel udang yang terkontaminasi L. monocytogenes tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagai pangan yang aman untuk dikonsumsi berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia maupun di negara lain. Kontaminasi L. monocytogenes pada udang beku kemungkinan berasal dari tambak ataupun lingkungan pengolahan. Penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) di lingkungan tambak udang, serta Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) di UPI perlu dilakukan dengan benar sebagai upaya pengendalian kontaminasi L. monocytogenes. Selain itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai sumber dan titik kritis kontaminasi L. monocytogenes di sepanjang rantai pengolahan udang beku mulai dari tambak sampai produk akhir.ABSTRACTListeria monocytogenes is pathogenic bacteria that can cause foodborne illness. Rejection of frozen shrimp exports due to L. monocytogenes contamination still occurs and causes economical losses for the industries. The objective of this study was to determine the prevalence and the level of L. monocytogenes contamination in frozen shrimp for export markets. Samples collected were fresh shrimp from shrimp culture and raw material from the receiving point of fish processing plants (UPI), and frozen shrimp as the end product, by implementing a traceability system. Study locations were in North Sumatra (Medan), Special Capital Region of Jakarta, East Java (Surabaya dan Banyuwangi), and South Sulawesi (Makassar). Identification and enumeration of L. monocytogenes were carried out using the MPN-PCR method with the target gene hlyA (~456bp). The prevalence of L. monocytogenes in vanname shrimp was 6.7% (9 out of 135 samples), where 6.1%, 9.6%, and 4% of the prevalence were found in samples from shrimp culture, raw material, and end product, respectively. These samples were from the same batch. The contamination level ranged from 6.1 to 1,100 MPN/g. L. monocytogenes in food should be negative/25g, thus the contaminated samples do not meet requirements as safe for human consumption based on food regulation in Indonesia and other countries. Findings from this study suggested that shrimp culture or fish processing environment are potential sources of L. monocytogenes contamination in frozen shrimp. Therefore, the implementation of Good Aquaculture Practices (GAP) in shrimp culture environment, as well as Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) and Good Manufacturing Practices (GMP) in shrimp processing plant are necessary to control L. monocytogenes contamination. Further studies regarding the sources and critical points of L. monocytogenes contamination throughout the processing of frozen shrimp from shrimp culture to end product are also needed.


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 131
Author(s):  
Nurhayati Nurhayati ◽  
Dina Fransiska ◽  
Agusman Agusman

Caulerpa racemosa merupakan rumput laut hijau dengan kandungan air yang tinggi sehingga mudah mengalami kerusakan. Penyimpanan dalam suhu beku merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan suatu produk. Namun, pembekuan produk juga dapat menyebabkan terjadinya berbagai perubahan yang tidak dikehendaki. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyimpanan pada suhu beku terhadap karakteristik kimia dan fisik C. racemosa, drip, dan filtrat yang dihasilkan. Sampel berupa C. rasemosa disimpan dalam ruangan penyimpan beku (cold storage) dan diamati setiap minggunya hingga minggu ke-4. Parameter uji yang diamati meliputi rendemen, komposisi proksimat, kadar garam, uji warna (L*, a*, b*), dan viskositas, masing-masing pada C. racemosa yang ditiriskan, drip, dan filtrat C. racemosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan beku C. racemosa dapat mengurangi berat pada sampel akhir karena sebagian besar drip keluar setelah pelelehan/thawing, yaitu sekitar 77,88-84,81%. Karakteristik fisik maupun kimia C. racemosa yang disimpan selama 1 hingga 4 minggu tidak berbeda nyata antar waktu penyimpanan, namun berbeda nyata pada C. racemosa tanpa disimpan beku, yaitu pada kadar air, abu, dan garam.ABSTRACTCaulerpa racemosa is a green seaweed that has a high moisture content, so it is easily damaged. Frozen storage is one way to extend the shelf life of a product. However, freezing the product can cause various undesirable changes to occur. This study was aimed to analyze the effect of storage at freezing temperature on the chemical and physical characteristics of C. racemosa, drip, and the resulting filtrate. C. racemosa samples were stored in cold storage and observed every week until the 4th week. The test parameters observed were yield, proximate composition, salt content, color (L*, a*, b*), and viscosity on drained C. racemosa, drip, and C. racemosa filtrate. The results showed that frozen storage of C. racemosa could cause weight loss in the final sample because most of the drip came out after thawing, which was around 77.88 - 84.81%. Physical and chemical characteristics of C. racemosa stored for 1 to 4 weeks were not significantly different from unfrozen C. racemosa, i.e. water, ash, and salt content.


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 121
Author(s):  
Bagus Hadiwinata ◽  
Fera Roswita Dewi ◽  
Dina Fransiska ◽  
Niken Dharmayanti

2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 151
Author(s):  
Dewi Seswita Zilda ◽  
Gintung Patantis ◽  
Yusro Nuri Fawzya ◽  
Pujoyuwono Martosuyono

2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 141
Author(s):  
Maulidya Julita Sari ◽  
Seftylia Diachanty ◽  
Irman Irawan ◽  
Bagus Fajar Pamungkas ◽  
Ita Zuraida

2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 63
Author(s):  
Ellya Sinurat ◽  
Dina Fransiska ◽  
Sihono Sihono ◽  
Rinta Kusumawati

Rumput laut Ulva sp. memiliki kandungan serat pangan tinggi yang diketahui memiliki aktivitas hipoglikemik. Penelitian ini telah melakukan penambahan Ulva sp. pada biskuit sebagai makanan sehat yang kaya serat pangan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian biskuit Ulva terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus jantan yang diinduksi sukrosa jenuh. Selain itu, diamati profil hematologi dan biokimia klinis darah sebelum dan setelah pemberian biskuit Ulva. Uji antidiabetes dilakukan menggunakan uji toleransi glukosa oral terhadap tikus jantan yang diinduksi sukrosa jenuh. Biskuit Ulva yang diberikan 1 g/kg berat badan (BB) tikus dengan perlakuan kontrol negatif (pakan tanpa biskuit), biskuit tanpa Ulva sp., dan biskuit Ulva setara dengan Ulva sp. 1, 5, dan 10 mg/kg BB. Perlakuan dosis diberikan pada 5 ekor tikus percobaan sekali sehari selama 14 hari. Pengamatan terhadap intoleransi glukosa dilakukan melalui pengukuran glukosa darah setelah pemberian sukrosa jenuh ke semua perlakuan pada hari ke-14, dan diukur pada menit ke-0, 30, 60, dan 120. Penimbangan tikus dilakukan pada hari ke-0, 7, dan 14, sedangkan analisis hematologi dan biokimia klinis darah dilakukan pada hari ke-0 dan ke-14. Pemberian biskuit Ulva berpengaruh signifikan terhadap kadar glukosa darah, serta menurunkan hematokrit dan hemoglobin darah tikus. Biskuit dengan dosis Ulva setara 1 mg/kg BB mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus secara efektif pada menit ke-60. Tidak ada perbedaan kenaikan berat badan tikus jantan antara kelompok kontrol negatif dan biskuit Ulva pada hari ke-0, 7, dan 14. Pemberian biskuit Ulva sampai dengan 10 mg/kg BB tidak mempengaruhi SGOT, SGPT, ureum, dan kreatinin tikus. ABSTRACTSeaweed Ulva sp. contains high dietary fiber which is known to have hypoglycemic activity. In this study, the addition of Ulva sp. in biscuit products as a healthy food rich in dietary fiber. The objective of this study was to determine the effect of Ulva added biscuits on blood glucose levels reduction in male rats induced by saturated sucrose. In addition, clinical hematology and blood biochemical profiles before and after the administration of Ulva biscuits were also observed. Antidiabetic method used the oral glucose intolerance test method on male rats induced by saturated sucrose. Ulva biscuits were given at 1 g/kg body weight of rats for each treatment. This test used five treatments, namely negative control (rats feeding without biscuits), rat feeding without Ulva added biscuits; and rat feeding with Ulva biscuits equivalent to 1, 5, and 10 mg Ulva sp. /kg BW. Each dose treatment was given to five experimental rats once a day for 14 days. Observations on glucose intolerance included measurement of blood glucose levels by giving saturated sucrose to all treatments and measured at 0, 30, 60, and 120 minutes after administration of saturated sucrose. The weighing was carried out on day 0, 7, and 14, while clinical hematological and blood biochemical analyzes were performed on day 0 and 14. The administration of Ulva biscuits had a significant effect on the blood glucose levels of male rats, lowering  hematocrit and hemoglobin in rat blood. The concentration of 0.1% Ulva biscuits in biscuits (equivalent to a dose of Ulva sp. 1 mg/kg BW) was able to effectively reduce the blood glucose levels of rats after 60 minutes. There was no difference in weight gain of male rats between the negative control group and Ulva biscuits on days 0, 7, and 14. The diet of Ulva biscuits with 10 mg/kg BW Ulva sp. did not affect the SGOT, SGPT, urea, and creatinine of rats.


2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 73
Author(s):  
Sri Haryani Anwar ◽  
Rosa Wildatul Hifdha ◽  
Syarifah Rohaya ◽  
Hafidh Hasan

Ikan tuna termasuk komoditi yang mudah rusak sehingga perlu diolah untuk memperpanjang umur simpan, salah satu caranya dengan pengalengan. Penelitian tentang pengalengan tuna dari perairan Aceh belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kualitas tuna kaleng yang disterilisasi menggunakan alat pressure canner berkapasitas 24L dengan memvariasikan suhu dan lama sterilisasi (suhu 121°C selama 20 menit dan suhu 115°C selama 50 menit) serta jenis medium (larutan garam dan minyak kelapa sawit). Ikan tuna yang dikalengkan diperoleh dari perairan Aceh. Parameter kualitas bahan baku yang diuji pada tuna segar adalah kadar histamin, angka lempeng total (ALT) dan pH. Sementara itu, parameter kualitas yang diuji pada tuna kaleng adalah ALT, pH, kandungan logam berat (timbal dan merkuri) serta tingkat penerimaan konsumen melalui uji organoleptik (hedonik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ALT tuna kaleng pada semua perlakuan <1x101 koloni/g, sedangkan kandungan timbal (Pb) <0,0001 mg/kg dan merkuri (Hg) berkisar antara 0,29-0,58 mg/kg. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa panelis secara umum dapat menerima kedua jenis produk tuna kaleng, namun panelis lebih menyukai rasa tuna kaleng dalam larutan garam serta warna tuna kaleng dalam minyak kelapa sawit. Hasil penelitian ini menyarankan pengalengan tuna sebaiknya dilakukan pada suhu 121°C selama 20 menit.ABSTRACTTuna is a perishable commodity thus it needs to be preserved to prolong its shelf life. The Canning process is one of the solutions to increase tuna shelf life at room temperature. Research on the tuna canning processes from Aceh waters has never been reported. Therefore, this research aimed to investigate the quality of canned tuna which was sterilized using a 24L pressure canner with varying the temperature and duration of sterilization (121°C for 20 minutes and 115°C for 50 minutes) and the type of medium (brine and palm oil). The fresh tuna used for canning was caught from Aceh water. The quality parameters evaluated for fresh tuna were histamine levels, total plate count (TPC), and pH. Meanwhile, the parameters tested on the quality of the canned tuna were TPC, pH value, heavy metals lead (Pb) and mercury (Hg) contamination, and levels of consumer acceptance through organoleptic tests (hedonic). The results indicated that the TPC values for all canned tuna were <1x101 cfu/g, the metal contaminations were <0.0001 mg/kg for Pb and in the range of 0.29-0.58 mg/kg for Hg. The hedonic tests proved that although all the panelists accepted these two types of canned tuna, they prefer the taste of canned tuna in a salt solution and the color of canned tuna in palm oil. This research suggests that the sterilization process for canned tuna using a 24L pressure canner should be carried out at 121°C for 20 min.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document