Unram Medical Journal
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

14
(FIVE YEARS 0)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Mataram

2527-7154, 2301-5977

2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Pandu Putra Anugrah ◽  
Pandu Ishaq Nandana ◽  
Marie Yuni Andari

Kanker kandung kemih (ca buli-buli) merupakan kanker yang paling umum ke 4 terjadi pada pria dan ke 12 pada wanita. Kanker kandung kemih paling banyak terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian kanker kandung kemih di RSUP NTB periode tahun 2017-2018. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Data diambil dari register di bagian instalasi bedah sentral dan bagian kemoterapi RSUP NTB. Total angka kejadian kasus ca buli-buli pada periode 2017-2018 sebesar 90 kasus. Terdiri dari 42 kasus pada tahun 2017 dan 48 kasus pada tahun 2018. Angka kejadian kasus ca buli-buli lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan wanita. Ca buli-buli paling banyak terdiagnosis pada usia 50-80 tahun. TURB merupakan pilihan tindakan yang paling sering dilakukan di RSUP NTB dan hanya sebagian kasus yang dilakukan kemoterapi.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 17
Author(s):  
Elma Shari Pagehgiri ◽  
Deasy Irawati ◽  
Anom Josafat

Latar belakang: Diabetes melitus adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. Obesitas sentral merupakan kontributor terjadinya diabetes melitus dan prevalensinya dapat meningkat seiring pertambahan usia. Penelitian menyatakan pengukuran rasio lingkar pinggang terhadap tinggibadan merupakan pengukuran terbaik untuk mendeteksi risiko penyakit kardiometabolik dibandingkan pengukuran antropometri lain, seperti indeks massa tubuh dan lingkar pinggang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara rasio lingkar pinggang terhadap tinggi badan denganglukosa darah puasa. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross-sectional yang dilakukan di Kota Mataram. Subjek penelitian ini adalah lansia berusia >60 tahun yang tinggal di panti jompo dan lansia di populasi umum. Sebanyak 76 sampel didapatkan dengan teknik consecutive sampling. Cara pengambilan data dengan mengukur secara langsung rasio lingkar pinggang terhadap tinggi badan menggunakan pita ukur dan microtoise serta pemeriksaan glukosa darah puasa. Analisis statistik yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis bivariat. Data dianalisis menggunakan uji Chi-square dan uji korelasi Spearman. Hasil: Dari 76 subjek penelitian, 61 orang (80,3%) responden mengalami obesitas sentral berdasarkan rasio lingkar pinggang terhadap tinggi badan serta 25 orang (32,9%) mengalami pre-diabetes dan 15 orang (19,7%) mengalami diabetes berdasarkan kadar glukosa darah puasa. Pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara rasio lingkar pinggang terhadap tinggi badan dengan glukosa darah puasa. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara rasio lingkar pinggang terhadap tinggi badan dengan glukosa darah puasa pada lansia


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 5
Author(s):  
Wahida Hajrin ◽  
Yohanes Juliantoni
Keyword(s):  

Latar belakang: Senyawa radikal dapat merusak serabut kalogen kulit dan matrik dermis sehingga kulit menjadi kering, keriput, bahkan dapat menjadi penuaan dini. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan penggunaan bahan yang memiliki aktivitas antioksidan. Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antioksidan adalah ashitaba. Metode: Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah variasi pengeringan ashitaba untuk melihat pengaruhnya terhadap aktivitas penangkapan radikal DPPH dan kadar fenolik total ekstrak etanoliknya. Sampel dengan metode pengeringan yang lebih baik, digunakan untuk membuat sediaan lotion. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sampel yang dikeringkan dengan oven memiliki rendemen lebih tinggi dari pada dengan sinar matahari. Aktivitas penangkapan radikal DPPH sampel oven dengan IC50 sebesar 350,24 µg/mL lebih baik dari pada sampel matahari yaitu sebesar 3979,46 µg/mL (p0.05). Hasil uji kadar fenolik total sampel oven sebesar 2,9817±0,0935 gEAG/100g lebih tinggi dari pada sampel matahari sebesar 1,7168±0,0142 gEAG/100g sampel. Sampel yang dikeringkan dengan oven kemudian diformulasi dalam bentuk sediaan lotion. Uji acceptabilitas menunjukkan ekstrak etanolik herba ashitaba cocok dibuat sediaan lotion. Kesimpulan: Ekstrak etanolik herba Ashitaba dapat dibuat sediaan lotion namun perlu dilakukan optimasi formula dan uji stabilitas untuk memperoleh sediaan lotion yang baik.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 29
Author(s):  
I Gede Andre Putra Rio ◽  
Ilsa Hunaifi ◽  
Pujiarohman

Latar belakang: Dukungan sosial merupakan dukungan hidup berupa bantuan dan interaksi sosial yang diberikan oleh keluarga dan lingkungan kepada seseorang. Dukungan sosial dapat meningkatkan kualitas hidup. Pasien pasca stroke dapat mengalami suatu depresi dan penurunan kualitas hidup akibat kondisi yang dialaminya sehingga akan menjadi kurang responsif dalam proses rehabilitasi. Hal tersebut menyebabkan pasien pasca stroke membutuhkan dukungan sosial terutama dari keluarga dan orang-orang terdekat sehingga dapat menerima kondisinya setelah mengalami serangan stroke. Kemampuan seseorang menerima kondisi hidupnya disebut penerimaan diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial  dengan penerimaan diri pada pasien pasca stroke. Metode: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data secara cross-sectional. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner dukungan sosial dan kuesioner penerimaan diri. Responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih dengan tehnik consecutive sampling. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis bivariat dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil: Jumlah responden pada penelitian ini adalah 55 orang. Sebanyak 43 orang (78,2%) responden memiliki dukungan sosial baik dan sebanyak 12 orang (21,8%) responden memiliki dukungan sosial cukup. Sebanyak 13 orang (23,6%) responden memiliki penerimaan diri baik, sebanyak 39 orang (70,9%) memiliki penerimaan diri cukup, dan sebanyak 3 orang (5,5%) memiliki penerimaan diri kurang baik. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai p=0,008 dengan r=0,356. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri pada pasien pasca stroke


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 34
Author(s):  
Ummul Khair Binti Amir ◽  
I gde Yasa Asmara ◽  
Rifana Cholidah

Pendahuluan: Dispepsia merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek klinis sehari-hari. Selain pada orang dewasa, dispepsia juga umum ditemui pada anak-anak dan remaja. Meskipun dispepsia jarang menimbulkan kematian, sebagian besar pasien mengalami nyeri perut signifikan yang mengganggu aktivitas mereka sehari-hari. Banyak pasien melaporkan gejala yang mereka alami terkait dengan konsumsi makanan. Selain itu, perilaku makan juga dikaitkan dengan dispepsia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara diet iritatif dan ketidakteraturan makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada remaja santri Madrasah Aliyah Al-Aziziyah Putri. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang dirancang secara analitik menggunakan metode cross sectional. Responden penelitian adalah 202 orang remaja perempuan berusia 10-19 tahun yang bersekolah di Madrasah Aliyah Al-Aziziyah Putri dan tinggal di asrama Pondok Pesantren Al-Aziziyah. Responden diambil menggunakan teknik proportionate stratified sampling. Data diperoleh melalui kuesioner yang telah diisi oleh responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square. Hasil: Responden yang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman iritatif sebanyak 47%. Responden yang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan secara tidak teratur sebanyak 46%. Angka kejadian sindrom dispepsia yang didapatkan sebanyak 60%. Berdasarkan hasil uji chi square, tidak terdapat hubungan antara diet iritatif dengan kejadian sindrom dispepsia (p=0,239) dan tidak terdapat hubungan antara ketidakteraturan makan dengan kejadian sindrom dispepsia (p=0,216). Kesimpulan: Angka kejadian sindrom dispepsia yang didapatkan sebanyak 60%. Tidak terdapat hubungan antara diet iritatif dan ketidakteraturan makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada remaja santri Madrasah Aliyah Al-Aziziyah Putri


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 24
Author(s):  
I Made Wikrama Resindra ◽  
Ilsa Hunaifi ◽  
I Gede Yasa Asmara

Latar belakang: HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan suatu jenis retrovirus yang berasal dari famili lentivirus. Virus ini memiliki kemampuan khusus yaitu merubah komponen RNA (Ribonucleic Acid) menjadi DNA (Deoxyribonucleic Acid). Virus HIV merupakan jenis virus yang menyerang sel limfosit CD (Cluster Differentiation) 4+ . Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang masih memiliki keterbatasan dalam melakukan pemeriksaan CD4+. Hitung jumlah limfosit total dapat dijadikan alternatif menggantikan pemeriksaan CD4+ dalam menentukan waktu terapi HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy) atau melakukan monitoring. Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara jumlah limfosit total dan limfosit CD4+ pada pasien HIV/AIDS di RSUD Provinsi NTB. Metode: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan metode pengambilan data secara cross-sectional. Sampel penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih berdasarkan teknik consecutive sampling. Pengambilan data menggunakan data rekam medis pasien HIV/AIDS pada klinik VCT (Voluntary Conseling and Testing). Analisis statistik yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan bivariat dengan uji korelasi pearson. Hasil: Sebanyak 52 sampel yang masuk kedalam kriteria inklusi didapatkan nilai korelasi positif lemah antara jumlah limfosit total dan CD4+ pada sampel pre-HAART (r = 0.396) dengan nilai sig 0.004 sedangkan pada sampel post-HAART didapatkan korelasi positif kuat (r = 0.665) dengan nilai sig 0.000. Kesimpulan: Terdapat korelasi yang signifikan antara TLC dan CD4+ pre-HAART dan post-HAART


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 12
Author(s):  
Yunita Hapsari ◽  
Dedianto Hidajat ◽  
Rika Hastuti Setyorini ◽  
Farida Hartati

Pendahuluan: Virus Human Papilloma (HPV) tipe onkogenik merupakan agen penyebab kanker serviks. Wanita dengan HPV tipe ini memiliki risiko 4 kali lebih besar untuk mengalami CIN derajat 2 atau lebih. Pemeriksaan HPV DNA merupakan pemeriksaan skrining kanker serviks yang paling baik namun biaya mahal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko dan prevalensi hr-HPV pada wanita dengan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) positif yang dapat digunakan sebagai prioritas skrining dengan HPV DNA. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang melibatkan 31 wanita dengan IVA positif. Penelitian diawali dengan pengisian kuesioner dan pemeriksaan hr-HPV dengan metode Hybrid Capture 2. Data dianalisis secara deskriptif dan bivariat. Hasil: Sebanyak 31 wanita IVA positif mengisi kuesioner. Highrisk HPV didapatkan pada 11 orang (32,3%). Analisis bivariat menunjukkan hubungan yang signifikan antara usia muda OR 0,54 (95% CI 0,37-0,78), tingkat pendidikan rendah OR 12,0 (95% CI 1,29-112,67), jumlah pasangan seksual lebih dari satu OR 0,02 (95% CI 0,002-0,20), riwayat infeksi menular seksual dan infeksi hr-HPV. Diskusi: Prevalensi tinggi infeksi hr-HPV dipengaruhi oleh usia pertama berhubungan seksual, jumlah pasangan seksual wanita dan pasangannya, dan IMS lainnya, termasuk HIV. Kesimpulan: Skrining diprioritaskan pada wanita IVA positif dengan usia yang lebih muda, berpendidikan rendah, memiliki lebih dari 1 pasangan seksual dan riwayat IMS. Faktor perilaku dapat mempengaruhi faktor risiko infeksi hr-HPV pada semua wanita yang aktif secara seksual


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 25
Author(s):  
Bambang Priyanto ◽  
Rohadi ◽  
Bayu Fidaus Siradz
Keyword(s):  

Tumor pada spinal adalah kasus yang langka, hanya sekitar 15% dari seluruh kasus tumor sistem saraf pusat dan 90% kasusnya terjadi pada usia >20 tahun, usia yang produktif bagi seseorang. Tumor spinal dapat tumbuh di luar dura (ekstradural) atau di dalam lapisan dura (intradural). Tumor intradural-intramedula hanya 5%. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor spinal. Tanda dan gejala kompresi korda spinalis terdiri dari sensorik (nyeri, mati rasa dan paresthesia), motorik dan gangguan otonom. Manifestasi klinis dari tumor spinal adalah lesi non-spesifik. Gejala awal yang paling umum adalah nyeri, dapat bersifat local dan nokturnal atau menyebar ke ekstremitas baik lengan dan/atau kaki. Nyeri pada punggung bersifat progresif, tidak tergantung pada aktivitas dan kadang semakin nyeri apabila berbaring. Tatalaksana pada tumor spinal bervariasi bergantung pada stabilitas tulang belakang, status neurologis dan tingkat nyeri pasien. Tatalaksana utama pada tumor spinal adalah pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Yunita Hapsari ◽  
Dedianto Hidajat ◽  
Farida Hartati

Latar Belakang: Antibiotik merupakan terapi utama penatalaksanaan Akne vulgaris derajat sedang-berat namun peningkatan prevalensi resistensi mikrobiota akne merupakan tantangan bagi keber-hasilan terapi. Identifikasi dan pola kepekaan bakteri pada akne di Mataram, NTB belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri pada lesi akne derajat sedang-beratdan kepekaannya terhadap antibiotik yang bermanfaat sebagai pedoman penatalaksanaan akne di Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Sampel diperoleh dari 43 pelajar SMA penderita akne derajat sedang-berat. Isolat diambil dari lesi akne, dikultur dalam kondisi aerobik dan anaerobik, diidentifikasi dan diuji kepekaannya terhadap beberapa antibiotik. Hasil: Subjek terdiri dari 25 laki-laki (58,1%) dan 18 perempuan (41,9%) dengan dominan Acne vulgaris derajat sedang (98%). Identifikasi bakteri didapatkan S. epidermidis (48.8%), S. aureus (27.9%), Bacillus cereus (14%), dan Bacillus subtilis (2.3%), Providencia stuartii (4.7%) dan Aeromonas veronii (2.3%). Kepekaan Staphylococci terhadap levofloksasin (97%), ciprofloksasin (95%), tetrasiklin, doksisiklin dan kotrimoksasol (90.0%). Resistensi tertinggi didapatkan pada azitromisin (24.2%), eritromisin (21.2%), dan klindamisin (18.2%). Staphylococci merupakan penyebab utama Akne vulgaris yang ditandai dominasi Firmicutes dan Proteobacteria pada isolat pasien akne. Pada akne, Staphylococci telah dilaporkan resistensinya terhadap golongan β-Laktam, Makrolida, Klindamisin dan Gentamisin. Resistensi diperankan oleh gen erm(C) dan gen MLSB− yang menyebabkan resistensi terhadap makrolida, dan klindamisin. Kesimpulan: S. epidermidis dan S. aureus merupakan bakteri utama pada lesi akne derajat sedang-berat dengan kepekaan yang baik terhadap levofloksasin, ciproflokasin, tetrasiklin, doskisiklin dan kotrimoksasol namun resisten terhadap azitromisin, eritromisin dan klindamisin.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 21
Author(s):  
Indah Sapta Wardani

Chronic myeloid lekemia (CML) merupakan salah satu jenis leukemia yang banyak dijumpai pada usia dewasa. Tasigna (Nilotinib) merupakan salah satu pengobatan yang digunakan sebagai target terapi pada CML. Efek samping Tasigna jarang ditemui dan sampai saat ini patogenesisnya belum jelas. Dalam naskah ini dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki 34 tahun yang telah tegak dengan CML fase kronis berdasarkan pemeriksaan sitogenetik dengan BCR-ABL Ph+ dan mendapat targeted therapy Tasigna yang merupakan suatu multiprotein kinase inhibitor dengan target menghambat autofosforilasi BCR-ABL, dengan dosis 2x300 mg. Dalam perjalanannya pasien mengalami suatu efek samping terapi yang bermanifestasi berupa perdarahan yang disebabkan oleh trombositopenia yang diinduksi oleh Tasigna dan manifestasi muskuloskeletal yang kemungkinan disebabkan oleh gangguan keseimbangan elektrolit dan mineral, yang membaik dengan penundaan pemberian Tasigna selama perawatan. Tata laksana pasien dilakukan penghentian pemberian Tasigna dan diberikan terapi suportif. Pemberian kembali Tasigna dipertimbangkan apabila efek samping yang ada telah hilang. Bila efek samping menetap, berat, atau muncul pada pemberian ulang, dianggap pasien tersebut tidak toleran terhadap Tasigna dan harus diganti dengan agen target terapi yang lain.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document