INTEGRITAS
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

23
(FIVE YEARS 11)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Komisi Pemberantasan Korupsi

2615-7977, 2477-118x

INTEGRITAS ◽  
2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 57-78
Author(s):  
Luthfi Hamzah Husin ◽  
Heroik Mutaqin Pratama ◽  
Wegik Prasetyo ◽  
Hendra Hendra ◽  
Wawan Budi Darmawan ◽  
...  
Keyword(s):  

Penelitian ini mencoba untuk mengkaji hubungan antara malpraktik pemilu dengan korupsi dengan berfokus pada analisis terhadap penyimpangan di dalam proses penghitungan dan rekapitulasi suara pada Pemilu Indonesia 2019, dengan fokusan pemilihan legislatif. Penelitian ini mencoba mengisi kekosongan literatur yang mengkaji malpraktik pemilu di Indonesia yang lebih banyak dilihat pada tahapan kampanye ketimbang tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara di mana peran penyelenggara pemilu menjadi sangat sentral. Untuk menganalisis hal tersebut, penelitian ini menganalisis secara lebih spesifik pada keterlibatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu di dalam malpraktik pemilu. Menggunakan metode analisis dokumen dan  studi kasus, penelitian ini menemukan bahwa tahapan rekapitulasi suara, khususnya pada tingkat kecamatan, merupakan fase paling rawan terjadinya malpraktik pemilu di mana keterlibatan penyelenggara pemilu ad-hoc dan saksi kandidat memiliki peran penting di sana.


INTEGRITAS ◽  
2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 121-142
Author(s):  
Wigke Capri ◽  
Devy Dhian Cahyati ◽  
Mahesti Hasanah ◽  
Dias Prasongko ◽  
Wegik Prasetyo

Corruption action develops way more advance compare to corruption studies in Indonesia. Corruption studies are mostly focusing on institutional corruption or using an institutional approach to understand corruption. This research offers to understand corruption better using actor-based and network approaches. Utilising social network analysis (SNA), researchers unpacking corrupt relational actors in natural resources, especially in oil and gas and forestry in Indonesia. We collected six important findings;  corruption creates dependencies amongst actors; to be corrupt, an actor must have a strong network and resources that can offer and deliver multi-interests. Corrupt action is a repeated action that creates interlocking relations amongst actors. Interlocking relation serves as a safety belt for each chauffeur. Institutionalisation of corrupt networks only requires a strong corrupt network. The institutionalised corrupt networks shape a shortcut both for the private and public sectors-a short cut that makes bribery and exchange permits possible.


INTEGRITAS ◽  
2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 23-42
Author(s):  
Mirza Satria Buana ◽  
Erlina Erlina ◽  
Eka Yulia Rahman

Political education for women politicians is ineffective because women are still considered merely as an ‘object’ to perpetuate patriarchy political dynasty. This study utilizes a legal inter-diciplinary methodology. It selects five political parties. Respondents are female politicians who have experiences on political education, anti-corruption and gender equality issues. Most of political parties are dependent with political figure as a ‘strong leader’. Political education’s curriculum is a doctrinization of parties’ political figures. It lacks of anti-corruption and gender equality perspectives. Reform should start from within by changing its paradigm into member-based mass political party, so political education can leverage female politicians. 


INTEGRITAS ◽  
2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 143-160
Author(s):  
Arman Anwar ◽  
Irma Halima Hanafi ◽  
Muhammad Irham

Kabupaten Buru sejak 1970 dikembangkan sebagai daerah transmigrasi. Nuansa pertanian menjadi karakteristik Kabupaten Buru sehingga ditetapkan sebagai daerah lumbung beras nasional. Namun sejak ditemukan emas di Gunung Botak dan Gogrea pada 2011, Kabupaten Buru berubah menjadi daerah pertambangan emas ilegal. Akibatnya terjadi kerusakan dan pencemaran lingkungan yang masif disebabkan penggunaan sianida dan mercuri oleh penambang ilegal. Mengatasi persoalan ini, Pemerintah Provinsi Maluku bekerjasama dengan pihak ketiga (swasta) melakukan normalisasi dan perbaikan lingkungan di bekas tambang ilegal tetapi kerjasama dimaksud diduga rawan korupsi. Tujuan penelitian ini adalah melakukan pencegahan korupsi disektor ini. Metode penelitian menggunakan Social Network Analysis, datanya bersifat kualitatif. Temuan penelitian yaitu kerjasama antara pemerintah Provinsi Maluku dengan pihak ketiga (swasta) yang diduga rawan korupsi dapat dicegah dengan melakukan pemetaan kerawanan korupsi untuk mengetahui pola relasi antar aktor kerjasama yang dapat cendrung mudah disuap sehingga diperoleh model kerjasama yang tidak berimplikasi korupsi. Kata kunci: Korupsi; Pertambangan; Kerjasama; Pemda; Swasta;


INTEGRITAS ◽  
2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 101-120
Author(s):  
Khairil Akbar ◽  
Zahlul Pasha Karim ◽  
Nyak Fadlullah ◽  
Muhammad Siddiq Armia

Dana Otonomi Khusus Aceh menjadi sumber korupsi terbesar yang mengantarkan para kepala daerah di Aceh ke dalam penjara. Fakta ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana sistem pengawasan DOKA selama ini dilakukan dan apa dampakpaknya terhadap agenda pemberantasan korupsi? Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan sistem pengawasan DOKA dan dampaknya terhadap pemberantasan korupsi. Teori yang digunakan adalah teori Check and Balances dan teori Willingness & Oppurtunity. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian kualitatif dengan teknik analisis deskriptif. Temuan utama dalam penelitian menunjukkan bahwa DOKA tidak diawasi secara serius. Hal ini dapat dilihat dengan belum adanya sistem pengawasan khusus dan tidak digunakannya sistem pengawasan yang berlaku secara umum terhadap DOKA. Selain itu belum ada juga lembaga khusus yang memantau proses perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan DOKA. Sistem pengawasan semacam itu tidak berdampak bagi pemberantasan korupsi. Perlu perbaikan serius dan evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan dan penyaluran DOKA demi terwujudnya kesejahteraan sosial di Aceh.


INTEGRITAS ◽  
2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 161-178
Author(s):  
Wawan Heru Suyatmiko

Korupsi, pandemi, demokrasi dan investasi adalah faktor-faktor yang terefleksi dalam skor Indeks Persepsi Korupsi tahun 2020. Relasi antara penanganan pandemi Covid-19 dengan korupsi; integritas politik dan demokrasi pada proses pembuatan kebijakan hingga pengambilan keputusan politik penting yang berpotensi menghadirkan korupsi politik; sampai dengan risiko korupsi dalam problem kemudahan berusaha selama masa penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang dalam waktu bersamaan terjadi pemangkasan sejumlah proses bisnis hingga potensi resentralisasi; adalah kelindan yang dipotret dalam Indeks Persepsi Korupsi 2020. Turunnya skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada tahun 2020 menjadi 37 menandakan masih jauhnya upaya pemberantasan korupsi di tengah situasi pandemi yang melanda dengan cita-cita dan harapan bersama.


INTEGRITAS ◽  
2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 43-56
Author(s):  
Fauzan Misra ◽  
Sudarmoko Sudarmoko ◽  
Apriwan Apriwan ◽  
Amri Hakim ◽  
Muhammad Ichsan Kabullah ◽  
...  

Pemilihan Umum Kepala Daerah sebagai kompetisi elektoral tidak lepas dari ancaman politik uang dan pola relasi yang terbangun. Studi ini berupaya mengekplorasi pola relasi klientalistik dalam lingkungan sosial-budaya masyarakat Riau dan mengidentifikasi besaran politik uang yang diterima pemilih dalam Pemilukada. Hal ini penting mengingat tidak ada parameter yang terukur dalam menghitung biaya riil yang dikeluarkan kandidat dalam Pemilukada. Padahal pengukuran terhadap besaran biaya riil yang diterima pemilih sesungguhnya dapat membantu dalam memetakan potensi korupsi dan relasi klientelistik yang terjadi antara kandidat dan pemilih. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor sosiokultural memainkan peranan penting dalam pemilukada di Riau. Studi ini juga menemukan bahwa terdapat tiga jenis relasi klientalistik yang terbangun yakni relasi berbasis etnisitas, relasi berbasis makelar, dan relasi berbasis pelayanan konstituen. Hasil studi juga menunjukkan adanya indikasi politik uang yang kuat dalam Pemilukada Riau 2018.


INTEGRITAS ◽  
2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 79-100
Author(s):  
Wendra Yunaldi Zainal ◽  
Jasman Nazar ◽  
Yenni Fitri Z ◽  
Irwan Irwan

The strength of civil society with cultural values ​​as cultural awareness that characterizes the social order of Kenagarian Situjuah Batua and Kenagarian Sarilamak has the potential to determine the direction of democratic elections. This study aims to answer how the function, involvement and role of civil society in Kenagarian Kab. Fifty Cities carry out democratic general elections without money politics through democracy awareness movements based on customary values ​​(local wisdom). With the KPK's strategic role in preventing the development of money politics in general elections, civil society groups play an important role together with the KPK in creating the implementation of democratic elections. Through a phenomenological approach with inductive analysis. The research found that civil society in Kenagarian Situjuah Batua, which is homogeneous and consistent with the customary system, is more effective in campaigning against money politics, compared to civil society in Kenagarian Sarilamak, whose community structure is heterogeneous. Referring to these two experiences, a custom-based cultural approach with the strength of respected community leaders has turned out to be very effective in creating anti-corruption groups in the midst of society. With the results of this study, efforts can be made to take an original cultural approach to prevent the growing use of money politics in the implementation of democratic elections.


INTEGRITAS ◽  
2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 179-196
Author(s):  
Wijayanto Wijayanto ◽  
Nur Hidayat Sardini ◽  
Gita N. Elsitra

This research aims to reflect cyber-terror cases in the anti-corruption movement by Indonesian scholars in protest against the revision of the KPK Law in September 2019 and formulates the alternative solutions for anti-corruption activists’ cyber safety in the digital era. Based on focus group discussion with anti-corruption scholar activists and digital ethnography, this research found that, in general, anti-corruption activist prone to cyber-terror, and it weakened their movement. For strengthening the anti-corruption movement in the digital era, this research formulated three alternative solutions, which are: 1) strengthening consolidation of civil society organizations; 2) supporting the formulation of comprehensive cyber regulations; and 3) implementing campus mitigation. Those solutions could be the foundation for fulfilling and guaranteeing anti-corruption activists’ digital rights, especially for the freedom of expression and right to be protected in cyber-space, which is crucial for digital democracy in Indonesia.


INTEGRITAS ◽  
2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 1-22
Author(s):  
Agil Oktaryal ◽  
Proborini Hastuti

The large number of corruption cases whose funds flow to political parties becomes a problem when regulations cannot trap them. This brings awareness to create an ideal law enforcement design against criminal acts of corruption by political parties. As for the law enforcement design that initiated, reducing state financial assistance to the party; prohibition of participating in elections; and dissolution of political parties followed by restrictions on the rights of former officials to carry out political-based activities. This is accompanied by a broad and progressive interpretation by law enforcers to define political parties as corporations.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document