scholarly journals POTENSI PADANG LAMUN SEBAGAI PENYERAP KARBON DI PERAIRAN PULAU KARIMUNJAWA, TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (Ability of Seagrass Beds as Carbon Sink in The Waters of Karimunjawa Island, Karimunjawa National Park )

Author(s):  
Ajeng Ganefiani ◽  
Suryanti Suryanti ◽  
Nurul Latifah

Perubahan iklim disebabkan karena meningkatnya kandungan Gas Rumah Kaca seperti karbon dioksida (CO2), klorofluorokarbon (CFC), ozon (O3), dinitro oksida (N2O), metana (CH4), heksafluorida (SF6), hidrofluorokarbon (HFCS), perfluorokarbon (PFCS)). Diantara kedelapan gas tersebut, konsentrasi gas CO2 di atmosfer memiliki kontribusi terbesar yaitu lebih dari 55% dari total efek GRK yang ditimbulkan. Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk menurunkan emisi GRK adalah dengan memanfaatkan lautan dan ekosistem pesisir sebagai penyerap CO2 alami (natural CO2 sink). Lamun merupakan tumbuhan laut yang berkontribusi terhadap penyerapan karbon melalui proses fotosintesis yang kemudian disimpan dalam bentuk biomassa pada bagian daun, rhizoma dan akar. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis lamun, kerapatan dan tutupan lamun serta potensi penyerapan karbon dalam biomassa berupa jaringan atas substrat dan bawah substrat lamun yang dilakukan pada bulan Maret 2018 di Pulau Karimunjawa. Identifikasi jenis lamun dilakukan dengan melihat panduan buku seagrasswatch, kerapatan dan tutupan dilakukan dengan metode transek kuadran. Analisis kandungan karbon dilakukan dengan metode pengabuan. Hasil penelitian ditemukan 8 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii, Halophila minor, Halodule uninervis, Halophila ovalis dan Syringodium isoetifolium. Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata memiliki nilai kerapatan tertinggi dengan kerapatan mencapai 450 ind/m2 dan 1204 ind/m2. Nilai biomassa dibagian bawah susbtrat berkisar 970,39 - 1.412.55 gbk/m2 yang lebih besar dibandingkan nilai biomassa lamun dibagian atas substrat berkisar 371, 88 - 546, 38 gbk/m2 diikuti nilai penyerapan karbon dibagian bawah substrat (akar dan rhizoma) berkisar antara 12,60 – 93,62 gC/m2, sementara kandungan karbon dibagian atas substrat (daun) berkisar antara 4,19 – 34,12 gC/m2. Total stok karbon di perairan Pulau Karimunjawa berkisar antara 1,28 ton karbon – 2,49 ton karbon atau sebesar 0,50 – 0,73 ton karbon/ha Climate change is caused by increasing greenhouse gases content such as carbon dioxide (CO2), chlorofluorocarbon (CFC), ozone (O3), dinitro oxide (N2O), methane (CH4), hexafluoride (SF6), hydrofluorocarbons (HFCS), perfluorocarbons (PFCS) )). Among the eight gases, the concentration of CO2 gas in the atmosphere has the largest contribution, which is more than 55% of the total GHG effects generated. One of the preventive measures that can be taken to reduce GHG emissions is to use the oceans and coastal ecosystems as natural CO2 sinks. Seagrass is a marine plant that contributes to carbon sequestration through photosynthesis which is then stored in the form of biomass in the leaves, rhizomes and roots. This research aims to know the types of seagrass, seagrass cover and potential density of biomass carbon of above the substrate (leaves) and below the substrate seagrass (roots and rhizomes) in March 2018 at Karimunjawa Island. The identification of seagrass types used guidance book of seagrasswatch and the identification of seagrass cover and density was carried out using transect quadrant method. Analysis carbon content used ashing method. The result of the present study found 8 species of seagrasses that Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii, Halophila minor, Halodule uninervis, Halodule ovalis and Syringodium isoetifolium. Thalassia hemprichii and Cymodocea rotundata have the highest density value reached 450 ind/m2 and 1,204 ind/m2. Value biomass below substrate ranged from 970.39 to 1.412.55 gbk/m2  which is greater than the value biomass above the substrate ranged from 371, 88 - 546, 38 gbk/m2 followed by the value of the carbon adsorption in below the substrate (roots and rhizomes) ranged from 12.60 to 93.63 gC/m2, whilst the carbon content above the substrate (leaves) ranged from 4.19 to 34.12 gC/m2. Total carbon stock in the waters of Karimunjawa Island ranged from 1.28 – 2.49 tons of carbon or of 0.50 to 0.73 tons of carbon/ha.

2018 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 38
Author(s):  
Stevani Rawung ◽  
Ferdinand F Tilaar ◽  
Ari B Rondonuwu

This study was conducted in Marine Field Station of Faculty of Fisheries and Science of Sam Ratulangi University, Sub-district of East Likupang, North Minahasa. This study aims to identified the seagrasses in the water of Marine Field Station. The benefits of this study are for the database of seagrasses ecosystem management and comparative for other studies. The Observation and data collection was using random survey technic by analyzed the areas to collecting all the seagrass species found. Furthermore, the seagrass samples were categorised into each species. The result showed the amount of seagrass species in Marine Field Station are 8 species from 6 genera and 2 families: Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,  Halophila ovalis, dan Halophila minor.Keyword: Inventory, Seagrass, Marine Field Station ABSTRAKPenelitian dilakukan di perairan Marine Field Station Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Kecamatan Likupang Timur Kabupatan Minahasa  Utara. Tujuan penelitian  untuk mengidentifikasi lamun yang ada di Perairan Marine Field station. Manfaat penelitian dapat menjadi data pengelolaan ekosistem padang lamun dan dapat menjadi perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Pengamatan dan pengambilan sampel menggunakan teknik survei jelajah, yaitu dengan menjelajahi wilayah pengamatan sambil mencari semua spesies lamun. Lamun yang diambil adalah semua jenis yang ditemui. Selanjutnya, sampel lamun dikelompokan berdasarkan spesies. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah spesies lamun pada lokasi penelitian di Perairan Marine Field Station adalah 8 spesies dari 6 genera dan 2 famili yaitu, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,  Halophila ovalis, dan Halophila minor. Kata kunci: Inventarisasi, Lamun, Marine Field Station


Jurnal Segara ◽  
2018 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
Author(s):  
Indarto Happy Supriyadi ◽  
Ricky Rositasari ◽  
Marindah Yulia Iswari

Padang lamun memiliki peran penting sebagai sumber utama produktivitas primer atau penghasil bahan organik, habitat untuk berbagai biota, tempat asuhan, tempat memijah, sumber makanan bagi biota langka dan penyokong keanekaragaman jenis-jenis biota laut serta bernilai ekonomis dari jasa ekosistem lamun. Aktivitas pembangunan di wilayah pesisir yang terus meningkat telah mengakibatkan kerusakan padang lamun di perairan timur pulau Bintan. Saat ini kajian terbaru terkait dengan kondisi lamun belum tersedia. Kajian ini dilakukan pada Mei dan September (2015-2016) dengan tujuan untuk mengetahui dampak perubahan tutupan lahan terhadap kondisi lamun di perairan timur pulau Bintan. Kondisi lamun ditentukan berdasarkan persentase tutupan lamun. Analisis perubahan penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak ENVI 5.1 dan ArcGIS 10.1. Pengukuran debit sungai dan penanganan sampel air dilakukan di lapangan dan laboratorium P2O-LIPI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbuka, perkebunan dan semak belukar pada DAS Kawal telah memberikan dampak menurunnya kondisi lamun khususnya di sekitar muara Sungai Kawal. Secara umum kondisi lamun di perairan timur Pulau Bintan menurun ditunjukkan dengan persentase tutupan lamun yaitu 46 % (2006) dan 41 % (2015). Dalam penelitian ini ditemukan tujuh spesies lamun, antara lain Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis, Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium.


2019 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 42-47
Author(s):  
Refaldi Baihaqi

Lamun merupakan salah satu tumbuhan penyokong kehidupan dilaut, khususnya daerah pesisir.Banyak manfaat yang dihasilkan dari adanya ekosistem lamun atau seagrass baik untuk ekosistem dan biota di laut maupun bagi ekonomi dan sosial bagi masyarakat lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikanjenis- jenis, ciri-ciri dan manfaat lamun yang ada di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, khususnya di Pulau Pramuka, Provinsi DKI Jakarta. Metode yang digunakan adalah data lamun berupa jenis-jenis lamun dan ciri-cirinya. selain itu, ada wawancara bebas dengan petugas dari Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) dan melalui dokumen yang diperoleh melalui penelusuran dengan menggunakan kata kunci distribusi lamun, spesies lamun melalui internet.Analisis data berupa deskriptif analisis untuk memaparkan mengenai jenis dan ciri lamun serta status konservasinya. Hasil yang didapatkan terdapat 7 jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii dan Syringodium isoetifolium. manfaat lamun bagi daerah pesisir dan akibat yang ditimbulkan dari aktivitas manusia di daerah sekitar pesisiryang juga mempengaruhi kondisi komunitas lamun.


2012 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 44-50
Author(s):  
Fiki Feryatun

Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di lingkungan laut. Ekosistem lamun berperan penting di wilayah pesisir karena menjadi habitat penting untuk berbagai jenis hewan laut seperti ikan, moluska, crustacea, echinodermata. Penelitian yang dilakukan pada bulan April 2012 di Perairan Pantai Pulau Pramuka bertujuan untuk mengetahui komunitas lamun (jenis, kelimpahan, penutupan) dan distribusinya di berbagai zona di Perairan Pantai Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Sampling dilakukan di tiga stasiun, yakni stasiun 1 (zona alami), stasiun 2 (zona pemukiman) dan stasiun 3 (zona resort wisatawan) menggunakan kuadran transek. Hasil yang didapatkan 7 jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii dan Syringodium isoetifolium. Kerapatan lamun yang tertinggi diperoleh di stasiun 1 yaitu 1.620 individu/15m2. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 20 Tahun 2004 bahwa stasiun 1 (zona alami) dengan persentase penutupan 68% masuk kedalam kondisi sehat (penutupan > 60%), sedangkan untuk stasiun 2 (zona pemukiman) dan 3 (zona resort) dengan persentase masing-masing 59% dan 48% masuk dalam kategori kondisi kurang sehat (penutupan 30-59,9%). Pola sebaran (distribusi) lamun pada stasiun 1 mengelompok (cluster) dan seragam (uniform) untuk stasiun 2 dan 3, dengan demikian ada pengaruh dari kegiatan manusia terhadap komunitas lamun.Kata kunci : Lamun, Kerapatan dan Distribusi, Zona kegiatanAbstractSeagrasses are plants adapted to live fully in the marine environment. Seagrass plays an important role in coastal areas due to critical habitat for many kinds of marine animals such as fish, mollusks, crustaceans, echinoderms. The research was conducted on April 9 to 22, 2012 at Pramuka Island Coastal Waters in order to know seagrass community (type, abundance, coverage) distribution in different activity zones. The method used transect quadrates in three stations, namely stations 1 (natural zone), station 2 (residential zone) and station 3 (tourist resort zone). The results obtained 7 seagrass species that was of Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii and Syringodium isoetifolium. The highest seagrass density was in station 1 the total 1620 individuals/15m2. Based on the Ministry of Environment No. 20 In 2004 the station 1 (natural zone) was in healthy condition (coverage > 60%), while for station 2 (residential zone) and 3 (resort zone) were in the category of unhealthy conditions (coverage 30 to 59,9%). The pattern of distribution of seagrass at stations 1 was clumped, however distribution it was cluster at station 2 and 3, thus there is the influence of human activities on seagrass communities.Keywords : Seagrass, Density and Distribution, Activity zones


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 51-60
Author(s):  
Jan Ericson Wismar ◽  
Wilis Ari Setyati ◽  
Ita Riniatsih

Konsep blue carbon adalah salah satu upaya untuk mengurangi emisi gas karbon pemicu pemanasan global dengan cara memanfaatkan vegetasi pesisir sebagai penyerap karbon. Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang dapat menyerap  karbon dalam jumlah besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lamun dan kandungan karbon pada lamun di Perairan Pulau Besar Utara, Maumere, Sikka.  Pengamatan lamun menggunakan transek kuadrat 50x50cm menurut panduan LIPI. Sampling lamun dilakukan acak menggunakan seagrass core berdiameter 15 cm di setiap lokasi. Perhitungan kandungan karbon menggunakan metode Loss On Ignition (LOI) yang kemudian dikonversikan dengan nilai biomassa pada setiap titiknya. Jenis lamun yang ditemukan sebanyak 4 spesies yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii,, Cymodocea rotundata,dan Syringodium isoetifolium. Lokasi pengamatan memiliki tutupan lamun sangat padat. Nilai biomassa dibawah  dan diatas substrat pada lokasi pengamatan didapat nilai 424,60 gbk/m2  dan 79,67 gbk/m2. Total kandungan karbon pada lokasi pengamatan  adalah 41,95 gC/m2. Kandungan karbon terbesar disimpan pada jaringan lamun (akar dan rhizoma) dengan spesies E. acoroides sebagai penyumbang nilai biomassa  dan kandungan karbon tertinggi. Lokasi perairan Pulau Besar Utara, Maumere memiliki kondisi perairan yang baik dengan kerapatan lamun yang tinggi, secara umum kandungan karbon yang terdapat pada perairan tersebut memiliki kandungan yang tinggi. Kondisi lamun yang baik akan memiliki simpanan karbon yang baik dan hal ini merupakan salah satu upaya dalam mitigasi perubahan iklim sekaligus menjaga kelestarian laut.  The concept of blue carbon is one of the efforts to reduce carbon gas emissions that trigger global warming by utilizing coastal vegetation as a carbon sink. Seagrass ecosystems are one of the coastal ecosystems that can absorb large amounts of carbon. This study aims to find seagrass conditions and carbon content in seagrasses on the waters of Besar Utara Island, Maumere, Sikka. Seagrass observations used a 50x50cm quadrant transect according to the LIPI guideline, 2017. Seagrass sampling was using seagrass cores with 15cm diameter in each location. Calculation of carbon content using the Loss On Ignition (LOI) method which is then converted to biomass values at each point. Seagrass species found in location sampling were 4 species, namely Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, and Syringodium isoetifolium. The Location  has very dense seagrass cover. Biomass values below and above the substrate at location sampling (424.60 gbk / m2 and 79.67 gbk / m2). The total carbon content in location sampling is 41.95 gC / m2. The largest carbon content is stored in seagrass tissues (roots and rhizomes) with E. acoroides as a contributor to the highest biomass and carbon content. The location of Besar North island, Maumere has good water conditions with high seagrass density, in general the carbon storage at the location of Besar North island is high condition. Seagrass with good condition will have good carbon storage and this is one of the efforts in mitigating climate change at once preserving the sea.


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 83-86
Author(s):  
Suci Puspita Sari

Status mengenai kondisi ekosistem lamun di perairan Bangka Selatan diperlukan untuk menentukan terjadinya indikasi kerusakan lamun sebagai akibat dari aktifitas penambangan timah di wilayah pesisir. Kondisi kesehatan lamun dianalisis melalui kerapatan dan tutupan lamun sehingga dapat diketahui kondisinya.  Metode yang digunakan untuk memantau kondisi lamun pada penelitian ini adalah pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG), menggunakan algoritma Depth Invariant Index (DII). Distribusi lamun berdasarkan hasil pengolahan data citra Landsat tahun 2017 menunjukkan bahwa padang lamun di perairan Bangka Selatan seluas 4066,7 Ha. Spesies yang ditemukan dari 7 titik sampling, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, dan Cymodocea rotundata. Kondisi padang lamunnya secara umum termasuk dalam kategori “Miskin”.  


2020 ◽  
Vol 24 (1) ◽  
pp. 45-54
Author(s):  
Muhammad Al Rizky Ratno Budiarto ◽  
Johan Iskandar ◽  
Tri Dewi Kusumaningrum Pribadi

Secara global, ekosistem lamun dianggap sebagai penyerap karbon sehingga dapat berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim. Penelitian bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis, biomassa dan cadangan karbon pada komunitas padang lamun di perairan Siantan Tengah Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Anambas. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 s.d Januari 2020. Uji kandungan karbon dilakukan dengan metode Welkley and Black sedangkan untuk mendapatkan biomassa menggunakan metode gravimetrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Cymodocea rotundata. Nilai biomassa lamun berkisar antara 171,89 – 275,68 gbk/m2 dan nilai cadangan karbon berada pada kisaran 51,89 – 80,66 gC/m2. Padang lamun di Siantan Tengah memiliki luas 130,45 ha, sehingga total Cadangan karbon pada ekosistem padang lamun di perairan Siantan Tengah diperkirakan 95,88 ton C. Penelitian ini membuktikan adanya kandungan karbon pada biomassa lamun sehingga dapat disimpulkan bahwa padang lamun berperan sebagai penyerap karbon (carbon sink).  Globally, seagrass ecosystems are considered as carbon sink so that it can contribute to climate change mitigation. This research aims to determine the species composition, biomass, and carbon stock in seagrass communities in Siantan Tengah Marine Tourism Park of Anambas Islands. The research was conducted in Agustus 2019 – January 2020.  The carbon content test was carried out by the Walkley and Black method while to obtain biomass using the gravimetric method. The result od study showed that there are three species of seagrasses, namely Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, and Cymodocea rotundata. Seagrass biomass value range 171,89 – 275,68 gbk/m2 and seagrass carbon stock value range 51,89 – 80,66 gC/m2. The area of seagrass beds in Central Siantan is 130,45 ha so that the total carbon stock estimated reach 95,88 tons C. This research proves the presence of carbon in the biomass of seagrass beds, so it can be concluded that seagrass beds act as carbon sinks.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 24
Author(s):  
Risandi D Sitaba ◽  
Carolus P Paruntu ◽  
Billy Theodorus Wagey

This research was conducted in the waters of Tarabitan Peninsula, West Likupang North Minahasa using quadants transect method. The purpose of this study was to determine the community structure of seagrass found in that waters as initial information for sustainable management seagrass ecosystem . Field observation was conducted to identify the seagrass species, number of individuals/shoots, percent cover for each type of seagrass in those plotting quadrants. The result of this study documented 6 types of seagrass namely, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis and Halodule uninervis. The species composition and distribution of seagrass were varied and was dominated by Thalassia hemprichii was the most dominant seagrass species with a relative density of 55.55%, a relative frequency of 33.67%, 39.92% relative cover, an important value index of 129.03%, a diversity index of 1.30 belonging to this condition, moderate, the uniformity index of 0.72 is classified as high and the dominance index of 0.2 is classified as low. Based on Minister of Environment Decree Republic Indonesia No. 200 of 2004 concerning the status of seagrass beds, the condition of the seagrass beds in the waters of Tarabitan Village is classified as rich / healthy with a cover value of ≥ 60. Keywords : Seagrass Community, Species Composition,  distribution, Tarabitan Peninsula           Penelitian ini dilakukan di perairan Semenanjung Tarabitan Likupang Barat Minahasa Utara dengan menggunakan metode transek kuadran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas lamun yang terdapat di perairan tersebut sebagai informasi awal untuk pengelolaan lamun secara berkelanjutan. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi jenis lamun, jumlah individu/tegakan, persentase tutupan tiap jenis lamun pada tiap kuadran. Hasil penelitian ini mendokumentasikan 6 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis dan Halodule uninervis. Komposisi jenis dan sebaran lamun bervariasi dan didominasi oleh jenis lamun Thalassia hemprichii merupakan jenis lamun yang paling dominan dengan kerapatan relatif 55,55%, frekuensi relatif 33,67%, tutupan relatif 39,92%, indeks nilai penting 129,03%, indeks keanekaragaman 1,30 tergolong dalam kondisi sedang, indeks keseragaman 0,72 tergolong tinggi dan indeks dominansi 0,2 tergolong rendah. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004, kondisi padang lamun di perairan Desa Tarabitan tergolong kaya / sehat dengan nilai tutupan ≥ 60.Kata Kunci: Komunitas Lamun, Komposisi Jenis, Distribusi, Semenanjung Tarabitan


2018 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 74 ◽  
Author(s):  
Supriadi Mashoreng ◽  
Muhammad Banda Selamat ◽  
Khairul Amri ◽  
Yayu Anugerah La Nafie

Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang berperan sebagai penyimpan karbon yang cukup penting.  Selama ini estimasi karbon tersimpan pada komunitas lamun masih dilakukan menggunakan metode pencuplikan secara langsung. Namun untuk kepentingan survey pada kawasan yang luas, cara tersebut membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu diperlukan metode untuk mengestimasi karbon tersimpan lamun dengan memanfaatkan citra satelit sehingga dapat dilakukan secara cepat, mudah dan murah. Sebagai tahap awal untuk mengestimasi karbon tersimpan menggunakan citra satelit, diperlukan model hubungan antara tutupan jenis lamun dengan karbon tersimpannya sebagaimana yang dilakukan pada penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2016 di Pulau Barranglompo Makassar. Penelitian diawali dengan mengambil biomassa 6 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis, Halophila ovalis dan Syringodium isoetifolium pada area seluas 25cm x 25 cm. Pengambilan biomassa setiap jenis lamun dilakukan untuk masing-masing jenis dengan 10 tingkatan persentase tutuapn lamun. sebanyak 10 kali pada persen tutupan jenis lamun yang berbeda-beda, mulai dari tutupan rendah sampai tutupan tertinggi yang ditemukan di lapangan. Penentuan penutupan lamun dilakukan dengan cara visual pada plot berukuran 50cm x 50cm. Selanjutnya dilakukan analisis karbon organik jaringan lamun (daun, rhizoma, akar dan seludang) masing-masing jenis, dengan ulangan 5 kali.  Hasil perkalian antara biomassa lamun dengan kandungan karbonnya merupakan karbon tersimpan lamun tersebut. Hubungan antara persen tutupan jenis lamun dan karbon tersimpan dianalisis menggunakan regresi polynomial.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada semua jenis lamun yang diamati, hubungan antara persen tutupan dengan simpan karbonnya mempunyai hubungan positif yang kuat. Koefisien determinasi, r2 berkisar 0,7413-0,9838 untuk simpanan karbon bagian bawah dan 0,8017-0,9683 untuk simpanan karbon bagian atas.


Jurnal MIPA ◽  
2015 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 20
Author(s):  
Zakiah Susanti Kamarrudin ◽  
Sendy B. Rondonuwu ◽  
Pience Veralyn Maabuat

Lamun adalah tumbuhan berbunga yang dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal. Penelitian ini dilaksanakan di Pesisir Desa Lihunu dengan menggunakan metode purposive random sampling yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 saat surut terendah. Analisis data meliputi perhitungan dengan menggunakan rumus menurut Shannon & Wienner dan buku identifikasi lamun. Berdasarkan hasil penelitian terdapat tujuh jenis lamun yang ditemukan yaitu, Enhalus acoroides (L.f.) Royle, Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson, Cymodocea rotundata (Ehrenberg) Ascherson, Cymodocea serrulata (R. Brown) Ascherson, Halophila ovalis (R. Brwon) Hooker, Halodule pinifolia (Miki) den Hartog dan Syringodium isoetifolium (Ascherson) Dandy. Lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii memiliki penyebaran terluas, karena ditemukan di seluruh transek pada lokasi penelitian. Jenis yang jarang dijumpai adalah Halophila ovalis dan Cymodocea serrulata. Jumlah individu lamun yang ditemukan adalah 2316 individu. Nilai indeks keanekaragaman di Pesisir Desa Lihunu memperlihatkan bahwa di wilayah ini keanekaragaman jenis lamun sedang dengan H’ = 1 ≤ H’ ≤ 3.Seagrass is flowering plants that can grow so well in shallow marine environments. This research was conducted in Seashore Lihunu Village on August 2015 using field observation with purposive random sampling when low withdraw. Data analysis was performed using the formula of Shannon-Wienner and identification of seagrass. Results obtained in this research showed that there are seven types of seagrass, namely Enhalus acoroides (L.f) Royle, Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson, Cymodocea rotundata (Ehrenberg) Ascherson, Cymodocea serrulata (R. Brown) Ascherson, Halophila ovalis (R. Brwon) Hooker, Halodule pinifolia (Miki) den Hartog and Syringodium isoetifolium (Ascherson) Dandy. Enhalus acoroides and Thalassia hemprichii have wide distribution because they can be found in all transect line at research site. Species that are rarely found are Halophila ovalis and Cymodocea serrulata. Number of individual found was 2316 individuals. Value of diversity index at Seashore Lihunu Village showed that this area has moderate seagrass diversity with H’ = 1 ≤ H’ ≤ 3.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document