Analisis Kesesuaian Ekosistem Lamun sebagai Pendukung Ekowisata Bahari Pulau Panjang Kabupaten Jepara

2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 213-224
Author(s):  
Handhikka Daffa Wira Pradhana ◽  
Hadi Endrawati ◽  
AB Susanto

Ekowisata bahari adalah kegiatan wisata berkelanjutan yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut. Sumberdaya tersebut dapat dibagi menjadi sumberdaya alam dan manusia yang keduanya bersinergi dan berintegrasi untuk pemanfaatan ekowisata tersebut. Ekowisata lamun merupakan salah satu ekowisata berpotensi dimana potensi ekosistem lamun yang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir dengan peran penting untuk melindungi wilayah pesisir tersebut. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekosistem lamun untuk dijadikan pendukung ekowisata bahari dengan melihat presentase tutupan, parameter lingkungan, dan kelimpahan biota yang berasosiasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi langsung. Metode observasi langsung adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati dan mengukur langsung objek yang diamati. Metode pengambilan data menggunakan metode transek garis LIPI dengan transek kuadran 50 x 50 cm. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa setidaknya terdapat lima spesies lamun yang dapat ditemukan di Perairan Pulau Panjang, yaitu: Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, dan Halophila ovalis. Kerapatan jenis lamun tertinggi adalah spesies Thallasia hemprichii di stasiun 1 dan kerapatan terendah adalah spesies Halophila ovalis di stasiun 1. Perairan Pulau Panjang juga memiliki potensi biota yang berasosiasi dalam ekosistem lamun, dimana terdapat berbagai jenis ikan karang, Mollusca, Cnidaria, dan Echinodermata yang meningkatkan daya dukung ekowisata lamun yang juga didukung dengan hasil persepsi masyarakat yang mendukung dan ingin berpartisipasi dalam kegiatan ekowisata pada ekosistem lamun.  Marine ecotourism is a sustainable tourism activity that utilized coastal and marine resources. These resources can be devided into natural resources and human resources that both of which can be sinergized and integrated for ecotourism use. Seagrass ecotourism is one of the potential ecotourism that seagrass ecosystem is one of the ecosystems in coastal areas with an important role in protecting the coastal area.  The purpose of this research is to determine the potential of seagrass ecosystem to support marine ecotourism in Panjang Island by also looking at the coverage percentage, environmental parameters, and the abundance of associated biotas. The research method used is direct observation method. Direct observation method is a method of collecting data by directly observing and measuring the object that being observed. The data collection method uses method by LIPI that uses quadrant transects of 50 x 50 cm. The results indicate that there’s at least five species of seagrass can be found in Panjang Island Waters, which is: Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, and Halophila ovalis. The highest coverage density of seagrass is Thallasia hemprichii in station 1, and the lowest coverage density is Halophila ovalis in station 1. Panjang Island Waters also have the potential of associated biotas in the seagrass ecosystem, where there are various types of reef fishes, Molluscas, Cnidarias, and Echinodermatas that can increase the potential of seagrass ecotourism which are also supported by the results of the community’s perception that support and want to participate in ecotourism activities in the seagrass ecosystem of Panjang Island.

2019 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 277-284
Author(s):  
Abdul Latif Mahakar ◽  
Retno Hartati ◽  
Suryono Suryono

Lamun memiliki tingkat produktivitas primer yang tinggi dan memiliki kemampuan dalam meredam kekuatan arus dan gelombang. Membuat ekosistem lamun sangat menarik dan nyaman bagi kehidupan organisme perairan, baik sebagai tempat untuk mencari makan, tempat memijah ataupun tempat untuk pembesaran anak/larva/juvenile. Padang lamun merupakan ekosistem yang bermanfaat, tetapi kurang diperhatikan. Peneltian ini bertujuan Mengidentifikasi jenis, mengetahui kerapatan dan tutupan lamun di perairan Pulau Sintok, Pulau Kemujan dan Pulau Menjangan Besar Kepulauan karimunjawa. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survey. Pengamatan sampel lamun dilakukan dengan metode transek kuadran dan penentuan lokasi penelitian mengguanakan metode purposive sampling, dibagi berdasarkan zonasi. Analisis data berupa perhitungan kerapatan (Ind/m²) dan penutupan lamun (%). Hasil penelitian telah menemukan 6 jenis lamun, yaitu Cymodocea  serrulata, Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Thalasia hemprichi, Halophila ovalis dan Halophila minor. Pulau Sintok sebagai zona perlindungan bahari memiliki nilai kerapatan lamun tertinggi dengan kisaran  98,22-5,56 Ind/m². Diikuti oleh Pulau Menjangan Besar dengan kisaran 62,67-12,67 Ind/m sebagai zona pemanfaatan wisata bahari dan Pulau Kemujan sebagai zona pemukiman dengan kisaran 50-27,33 Ind/m². Sedangkan untuk  tutupan lamun, pada Pulau Sintok dengan kisaran 23,61-1,30%. Pulau Kemujan dengan kisaran 22,61-10,29% dan Pulau Menjangan Besar berkisar 18,75-2,39%. Thalasia hemprichi adalah spesies dengan nilai kerapatan dan tutupan tertinggi dari seluruh lokasi penelitian dengan 98,22 Ind/m² dan 23,61%. Dan spesies terendah untuk kerapatan dan tutupan adalah Cymodocea serrulata dengan 5,56 Ind/m² dan 1,30%. Seagrass have primary level of productivity is high and has the ability to soften the strength of the current and waves. Make seagrass ecosystem is very interesting and comfortable for the life of the organism the waters, both as a place to feeding ground, spawning ground or place to nursery ground. The seagrass is a useful ecosystem, but less noted. This research aims identify the species, know the density and seagrass cover at Sintok Island, Kemujan Island and Menjangan Besar Island Karimunjawa Islands. This research conducted on 15 May 2016 at Sintok Island, Kemujan Island and Menjangan Besar Island Karimunjawa Islands. The method used in this research is the survey method. Sample observation seagrass done with the transect quadrant method. The determination of the location of the research using the method purposive sampling, divided based on over zoning. Data Analysis in the form of calculating the density (Ind/m²) and seagrass cover (%).The results of research has found 6 species of seagrass, namely, Cymodocea rotundata Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Thalasia hemprichi, Halophila ovalis and Halophila minor. Sintok island as protection zone bahari has the highest seagrass density value with a range of 98,22-5.56 Ind/m². Followed by of Menjangan Besar Island with 62,67-12,67 Ind/m² as a zone of the utilization of marine tourism and Kemujan Island as residential zone with a range of 50-27,33 Ind/m². While for the seagrass cover,on the Sintok Island with a range of 23,61-1,30%. Kemujan Island with a range of 22,61-10,29% and And Menjangan Besar Island range 18,75-2.39%. Thalasia hemprichi is the species with the value of the density and the highest cover from the entire research location with 98,22 Ind/m² and 23,61%. And the species to low density and cover is Cymodocea serrulata with 5.56 Ind/m² and 1,30%.


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 83-86
Author(s):  
Suci Puspita Sari

Status mengenai kondisi ekosistem lamun di perairan Bangka Selatan diperlukan untuk menentukan terjadinya indikasi kerusakan lamun sebagai akibat dari aktifitas penambangan timah di wilayah pesisir. Kondisi kesehatan lamun dianalisis melalui kerapatan dan tutupan lamun sehingga dapat diketahui kondisinya.  Metode yang digunakan untuk memantau kondisi lamun pada penelitian ini adalah pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG), menggunakan algoritma Depth Invariant Index (DII). Distribusi lamun berdasarkan hasil pengolahan data citra Landsat tahun 2017 menunjukkan bahwa padang lamun di perairan Bangka Selatan seluas 4066,7 Ha. Spesies yang ditemukan dari 7 titik sampling, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, dan Cymodocea rotundata. Kondisi padang lamunnya secara umum termasuk dalam kategori “Miskin”.  


2018 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 38
Author(s):  
Stevani Rawung ◽  
Ferdinand F Tilaar ◽  
Ari B Rondonuwu

This study was conducted in Marine Field Station of Faculty of Fisheries and Science of Sam Ratulangi University, Sub-district of East Likupang, North Minahasa. This study aims to identified the seagrasses in the water of Marine Field Station. The benefits of this study are for the database of seagrasses ecosystem management and comparative for other studies. The Observation and data collection was using random survey technic by analyzed the areas to collecting all the seagrass species found. Furthermore, the seagrass samples were categorised into each species. The result showed the amount of seagrass species in Marine Field Station are 8 species from 6 genera and 2 families: Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,  Halophila ovalis, dan Halophila minor.Keyword: Inventory, Seagrass, Marine Field Station ABSTRAKPenelitian dilakukan di perairan Marine Field Station Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Kecamatan Likupang Timur Kabupatan Minahasa  Utara. Tujuan penelitian  untuk mengidentifikasi lamun yang ada di Perairan Marine Field station. Manfaat penelitian dapat menjadi data pengelolaan ekosistem padang lamun dan dapat menjadi perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Pengamatan dan pengambilan sampel menggunakan teknik survei jelajah, yaitu dengan menjelajahi wilayah pengamatan sambil mencari semua spesies lamun. Lamun yang diambil adalah semua jenis yang ditemui. Selanjutnya, sampel lamun dikelompokan berdasarkan spesies. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah spesies lamun pada lokasi penelitian di Perairan Marine Field Station adalah 8 spesies dari 6 genera dan 2 famili yaitu, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,  Halophila ovalis, dan Halophila minor. Kata kunci: Inventarisasi, Lamun, Marine Field Station


2017 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 74 ◽  
Author(s):  
Retno Hartati ◽  
Ibnu Pratikto ◽  
Tria Nidya Pratiwi

Isu blue carbon telah menjadi perhatian dunia, melalui konsep UNEP 2009 yang telah memasukan vegetasi padang lamun sebagai penyerap karbon di lautan. Penyerapan karbon yang disimpan melalui sedimen dan jaringan pada lamun dalam bentuk biomassa. Penelitian yang dilakukan di Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Sintok, Karimunjawa bertujuan untuk melihat tingkat kerapatan, tutupan  dan penyerapan karbon yang tersimpan dalam biomassa jaringan lamun (akar, rhizoma dan daun). Kerapatan serta tutupan lamun diukur dengan melakukan sampling lapangan menggunakan metode transek kuadrat 1m x 1m, identifikasi jenis lamun melihat panduan dari buku seagrasswatch. Hubungan kerapatan, biomassa dilakukan untuk melihat nilai kandungan karbon pada lamun. Sampling kerapatan, tutupan lamun dan nilai biomassa dilakukan pada semua titik, sedangkan untuk analisa karbon pada metode pengabuan dilakukan pada titik 50 m yang kemudian dikonversikan dengan nilai biomassa pada titik lainnya. Hasil pada penelitian ini ditemukan 8 jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor, dan Halophila decipiens. Cymodocea rotundata mendominasi dikedua lokasi dengan kerapatan mencapai 1030 ind/m2. Nilai biomassa dibawah substrat (554,54 gbk/m2) lebih besar dibandingkan nilai biomassa diatas substrat (342,72 gbk/m2) diikuti nilai kandungan karbon dibawah substrat (193,31 gC/m2) yang lebih besar dibandingkan nilai kandungan karbon diatas substrat (119,99 gC/m2). Total kandungan karbon pada lokasi Pulau Menjangan Kecil adalah 32,18 ton karbon/ha dan Pulau Sintok adalah 4,18 ton karbon/ha.


Jurnal Segara ◽  
2018 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
Author(s):  
Indarto Happy Supriyadi ◽  
Ricky Rositasari ◽  
Marindah Yulia Iswari

Padang lamun memiliki peran penting sebagai sumber utama produktivitas primer atau penghasil bahan organik, habitat untuk berbagai biota, tempat asuhan, tempat memijah, sumber makanan bagi biota langka dan penyokong keanekaragaman jenis-jenis biota laut serta bernilai ekonomis dari jasa ekosistem lamun. Aktivitas pembangunan di wilayah pesisir yang terus meningkat telah mengakibatkan kerusakan padang lamun di perairan timur pulau Bintan. Saat ini kajian terbaru terkait dengan kondisi lamun belum tersedia. Kajian ini dilakukan pada Mei dan September (2015-2016) dengan tujuan untuk mengetahui dampak perubahan tutupan lahan terhadap kondisi lamun di perairan timur pulau Bintan. Kondisi lamun ditentukan berdasarkan persentase tutupan lamun. Analisis perubahan penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak ENVI 5.1 dan ArcGIS 10.1. Pengukuran debit sungai dan penanganan sampel air dilakukan di lapangan dan laboratorium P2O-LIPI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbuka, perkebunan dan semak belukar pada DAS Kawal telah memberikan dampak menurunnya kondisi lamun khususnya di sekitar muara Sungai Kawal. Secara umum kondisi lamun di perairan timur Pulau Bintan menurun ditunjukkan dengan persentase tutupan lamun yaitu 46 % (2006) dan 41 % (2015). Dalam penelitian ini ditemukan tujuh spesies lamun, antara lain Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis, Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium.


2019 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 42-47
Author(s):  
Refaldi Baihaqi

Lamun merupakan salah satu tumbuhan penyokong kehidupan dilaut, khususnya daerah pesisir.Banyak manfaat yang dihasilkan dari adanya ekosistem lamun atau seagrass baik untuk ekosistem dan biota di laut maupun bagi ekonomi dan sosial bagi masyarakat lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikanjenis- jenis, ciri-ciri dan manfaat lamun yang ada di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, khususnya di Pulau Pramuka, Provinsi DKI Jakarta. Metode yang digunakan adalah data lamun berupa jenis-jenis lamun dan ciri-cirinya. selain itu, ada wawancara bebas dengan petugas dari Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) dan melalui dokumen yang diperoleh melalui penelusuran dengan menggunakan kata kunci distribusi lamun, spesies lamun melalui internet.Analisis data berupa deskriptif analisis untuk memaparkan mengenai jenis dan ciri lamun serta status konservasinya. Hasil yang didapatkan terdapat 7 jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii dan Syringodium isoetifolium. manfaat lamun bagi daerah pesisir dan akibat yang ditimbulkan dari aktivitas manusia di daerah sekitar pesisiryang juga mempengaruhi kondisi komunitas lamun.


Jurnal MIPA ◽  
2015 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 20
Author(s):  
Zakiah Susanti Kamarrudin ◽  
Sendy B. Rondonuwu ◽  
Pience Veralyn Maabuat

Lamun adalah tumbuhan berbunga yang dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal. Penelitian ini dilaksanakan di Pesisir Desa Lihunu dengan menggunakan metode purposive random sampling yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 saat surut terendah. Analisis data meliputi perhitungan dengan menggunakan rumus menurut Shannon & Wienner dan buku identifikasi lamun. Berdasarkan hasil penelitian terdapat tujuh jenis lamun yang ditemukan yaitu, Enhalus acoroides (L.f.) Royle, Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson, Cymodocea rotundata (Ehrenberg) Ascherson, Cymodocea serrulata (R. Brown) Ascherson, Halophila ovalis (R. Brwon) Hooker, Halodule pinifolia (Miki) den Hartog dan Syringodium isoetifolium (Ascherson) Dandy. Lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii memiliki penyebaran terluas, karena ditemukan di seluruh transek pada lokasi penelitian. Jenis yang jarang dijumpai adalah Halophila ovalis dan Cymodocea serrulata. Jumlah individu lamun yang ditemukan adalah 2316 individu. Nilai indeks keanekaragaman di Pesisir Desa Lihunu memperlihatkan bahwa di wilayah ini keanekaragaman jenis lamun sedang dengan H’ = 1 ≤ H’ ≤ 3.Seagrass is flowering plants that can grow so well in shallow marine environments. This research was conducted in Seashore Lihunu Village on August 2015 using field observation with purposive random sampling when low withdraw. Data analysis was performed using the formula of Shannon-Wienner and identification of seagrass. Results obtained in this research showed that there are seven types of seagrass, namely Enhalus acoroides (L.f) Royle, Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson, Cymodocea rotundata (Ehrenberg) Ascherson, Cymodocea serrulata (R. Brown) Ascherson, Halophila ovalis (R. Brwon) Hooker, Halodule pinifolia (Miki) den Hartog and Syringodium isoetifolium (Ascherson) Dandy. Enhalus acoroides and Thalassia hemprichii have wide distribution because they can be found in all transect line at research site. Species that are rarely found are Halophila ovalis and Cymodocea serrulata. Number of individual found was 2316 individuals. Value of diversity index at Seashore Lihunu Village showed that this area has moderate seagrass diversity with H’ = 1 ≤ H’ ≤ 3.


Jurnal Segara ◽  
2016 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
Author(s):  
Mariska A. Kusumaningtyas ◽  
Agustin Rustam ◽  
Terry L. Kepel ◽  
Restu Nur Afi Ati ◽  
August Daulat ◽  
...  

Penelitian mengenai ekologi dan struktur komunitas lamun ini dilakukan tanggal 10 – 15 Juni 2013 di perairan pesisir Teluk Ratatotok, Minahasa Tenggara. Metode penelitian dilakukan secara purposive sampling terkait dengan keberadaan lamun. Penelitian yang dilakukan meliputi pengukuran prosentase tutupan lamun, kerapatan, struktur komunitas, dan kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Terdapat tujuh jenis lamun yang terdiri dari dua famili. Famili Hydrocharitaceae ditemukan tiga jenis lamun yaitu Enhalus acoroides (Ea), Thalassia hemprichii (Th) dan Halophila ovalis (Ho). Empat jenis lamun dari famili Cymodoceaceae yaitu Cymodocea serrulata (Cs), Cymodocea rotundata (Cr), Halodule pinifolia (Hp), dan Syringodium isoetifolium (Si). Kisaran prosentase penutupan rata-rata antara 22,5% - 89,5%. Kerapatan lamun perstasiun berkisar antara 17 – 473 ind/m2, dengan kerapatan tertinggi lamun jenis Ho sebesar 473 ind/m2 di stasiun 6. Nilai INP tertinggi pada lamun jenis Ea sebesar 128% diikuti berturut-turut oleh Si (41%), Th (36%), Ho (27%), Cs (26%), Cr (24%) dan Hp (17%). Berdasarkan kriteria status kondisi padang lamun (Kepmen LH no 200 tahun 2004), kondisi padang lamun di Teluk Ratatotok antara rusak/miskin sampai dengan baik/sehat. Stasiun 5 kondisi rusak/miskin, stasiun 3 dan 4 kondisi rusak/kurang sehat dan tiga stasiun kondisi baik/sehat yaitu stasiun 1, 2 dan 6. Secara keseluruhan kondisi lingkungaan Teluk Ratatotok masih mendukung pertumbuhan lamun.


2012 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 44-50
Author(s):  
Fiki Feryatun

Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di lingkungan laut. Ekosistem lamun berperan penting di wilayah pesisir karena menjadi habitat penting untuk berbagai jenis hewan laut seperti ikan, moluska, crustacea, echinodermata. Penelitian yang dilakukan pada bulan April 2012 di Perairan Pantai Pulau Pramuka bertujuan untuk mengetahui komunitas lamun (jenis, kelimpahan, penutupan) dan distribusinya di berbagai zona di Perairan Pantai Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Sampling dilakukan di tiga stasiun, yakni stasiun 1 (zona alami), stasiun 2 (zona pemukiman) dan stasiun 3 (zona resort wisatawan) menggunakan kuadran transek. Hasil yang didapatkan 7 jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii dan Syringodium isoetifolium. Kerapatan lamun yang tertinggi diperoleh di stasiun 1 yaitu 1.620 individu/15m2. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 20 Tahun 2004 bahwa stasiun 1 (zona alami) dengan persentase penutupan 68% masuk kedalam kondisi sehat (penutupan > 60%), sedangkan untuk stasiun 2 (zona pemukiman) dan 3 (zona resort) dengan persentase masing-masing 59% dan 48% masuk dalam kategori kondisi kurang sehat (penutupan 30-59,9%). Pola sebaran (distribusi) lamun pada stasiun 1 mengelompok (cluster) dan seragam (uniform) untuk stasiun 2 dan 3, dengan demikian ada pengaruh dari kegiatan manusia terhadap komunitas lamun.Kata kunci : Lamun, Kerapatan dan Distribusi, Zona kegiatanAbstractSeagrasses are plants adapted to live fully in the marine environment. Seagrass plays an important role in coastal areas due to critical habitat for many kinds of marine animals such as fish, mollusks, crustaceans, echinoderms. The research was conducted on April 9 to 22, 2012 at Pramuka Island Coastal Waters in order to know seagrass community (type, abundance, coverage) distribution in different activity zones. The method used transect quadrates in three stations, namely stations 1 (natural zone), station 2 (residential zone) and station 3 (tourist resort zone). The results obtained 7 seagrass species that was of Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii and Syringodium isoetifolium. The highest seagrass density was in station 1 the total 1620 individuals/15m2. Based on the Ministry of Environment No. 20 In 2004 the station 1 (natural zone) was in healthy condition (coverage > 60%), while for station 2 (residential zone) and 3 (resort zone) were in the category of unhealthy conditions (coverage 30 to 59,9%). The pattern of distribution of seagrass at stations 1 was clumped, however distribution it was cluster at station 2 and 3, thus there is the influence of human activities on seagrass communities.Keywords : Seagrass, Density and Distribution, Activity zones


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 39-47
Author(s):  
Septiyani Kusuma Dewi ◽  
Wilis Ari Setyati ◽  
Ita Riniatsih

Lamun memiliki kemampuan menyimpan karbon di dalam biomassanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai estimasi simpanan karbon dalam biomassa pada vegetasi lamun di Pulau Kemujan serta Pulau Bengkoang, Taman Nasional Karimunjawa. Pengambilan data menggunakan metode purposive sampling dan metode Seagrass Watch dengan mempertimbangkan kondisi lamun di lokasi tersebut. Pengukuran estimasi karbon dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Nutrisi Pakan FPP Undip menggunakan metode Loss on Ignition dengan prinsip pengabuan. Jenis lamun yang ditemukan di Pulau Kemujan yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Cymodocea serrulata, dan pada Pulau Bengkoang ditemukan lamun jenis Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, dan Enhalus acoroides. Nilai biomassa bawah substrat dan atas substrat pada Stasiun I Pulau Kemujan (3104,5 gbk/m2 dan 1868 gbk/m2) menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan nilai biomassa bawah substrat dan atas substrat pada Stasiun II Pulau Bengkoang (714,25 gbk/m2 dan 534,25 gbk/m2). Nilai estimasi simpanan karbon pada Stasiun I yaitu 138,47 – 1533,28 gC/m2 dan pada Stasiun II yaitu 17,02– 498,31 gC/m2. Mayoritas nilai karbon lebih tinggi pada jaringan lamun bawah substrat.  Nilai estimasi simpanan karbon sedimen pada Stasiun I yaitu 52,60–339,81 gC/m2 dan 86,85–1329,08 gC/m2 pada Stasiun II. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai fungsi lain ekosistem lamun yaitu sebagai penyerap karbon sehingga dapat dijadikan edukasi kepada masyarakat umum untuk melestarikan ekosistem lamun sebagai ekosistem yang dapat berperan penting dalam mengatasi masalah emisi gas rumah kaca dan pemanasan global. Seagrass have ability to store carbon mass in their biomass. The aim of this research is to find out the value of carbon stock on seagrass biomass in Kemujan Island and Bengkoang Island seagrass vegetation. The research was retrieval in purposive sampling method and collected seagrass vegetation data by using Seagrass Watch. Measurement of carbon stock estimation held  in INP FPP Undip Laboratory by using Loss on Ignition method. The type of seagrass found in Kemujan Island were Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, and Cymodocea serrulata, meanwhile in Bengkoang Island there were found Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, and Enhalus acoroides. The value of below ground and above ground biomass in Station I Kemujan Island (3104,5 gbk/m2 dan 1868 gbk/m2) is higher than the value of below ground and above ground biomass in Station II Bengkoang Island (714,25 gbk/m2 and 534,25 gbk/m2). Carbon stock estimation value in Station I is 138,47–1533,28 gC/m2  and 17,02–498,31 gC/m2 in Station II. Most of carbon stock value is higher in below ground seagrass tissue. The value of carbon stock estimation of sediment in Station I is 52,60–339,81 gC/m2 and 86,85–1329,08 gC/m2 in Station II. The research gives information about another function of seagrass, as carbon absorber and can be as education for public to conserve seagrass ecosystem and has important role in resolving greenhouse gas emission and global warming.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document