Journal of Marine Research
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

179
(FIVE YEARS 179)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Institute Of Research And Community Services Diponegoro University (LPPM UNDIP)

2407-7690

2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 321-326
Author(s):  
Muhammad Abdul Zaky ◽  
Rini Pramesti ◽  
Ali Ridlo

Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah di laut dan 3,2 juta ton di antaranya adalah plastik. Pencemaran tersebut mendorong pencarian plastik berbahan dasar ramah lingkungan yang dapat terurai . Bioplastik yang merupakan alternatif kemasan plastik dan bersifat ramah lingkungan. Berbagai bahan dasar pembuatan bioplastik telah ditemukan, salah satunya dasar karagenan. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik bioplastik hasil ekstraksi karagenan rumput laut Kappaphycus alvarezii dan mengetahui konsentrasi terbaik bioplastik hasil ekstraksi karagenan berdasarkan tebal film, kuat tarik dan persen pemanjangan. Metode yang digunakan adalah eksperimental laboratoris. Ekstraksi menggunakan perlakuan alkali dengan larutan KOH. Proses ekstraksi menghasilkan tepung karagenan yang digunakan sebagai bahan pembuatan bioplastik. Pembuatan bioplastik menggunakan campuran karagenan dengan 5 variasi massa karagenan, gliserol 10 ml dan 1,2 g CMC. Hasil ekstraksi menghasilkan rendemen 41,12%, kadar air 2,75%, kadar abu 19,10%, kekuatan gel 452,38 dyne/cm2dan viskositas 8,33 cP. Hasil penelitian tentang nilai ketebalan film bioplastik terbaik pada karagenan 3,5 g yaitu 0,093 mm, kuat tarik terbaik pada 1,5 g yaitu 2,587 Mpa, elongasi terbaik pada karagenan 1,5 g sebesar 44,992%. Berdasarkan data tersebut, hasil penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai kemasan primer produk pangan. Sea pollution in Indonesia has increased every year with one of the pollutants is plastic. Indonesia produces 64 million tons of waste at sea and 3.2 million tons of which are plastic. The pollution is encouraging researchers to create plastic-based materials that are environmentally friendly and biodegradable. Bioplastics are an environmentally friendly alternative to plastic packaging. This study aims to determine the characteristics of bioplastics extracted from Kappaphycus alvarezii seaweed carrageenan and determine the best concentration of bioplastics from the extraction based on film thickness, tensile strength, and elongation percentage. The method that used in the research is experimental laboratory. The extraction uses alkaline treatment with KOH solution. The extraction process produces carrageenan flour which will be used as a bioplastic material. Making bioplastics using a mixture of carrageenan with 5 variations of concentration, glycerol 10 ml and 1.2 g CMC. The results of extraction showing 41.12% yield, 2.75% moisture content, 19.10% ash content, 452.38 dyne / cm2 gel strength, 8.33 cP viscosity. Carrageenan with the best value of bioplastic film thickness is 3.5 g which is 0.093 mm, the best tensile strength is achieved at 1.5 g with a tensile strength value of 2.587 MPa, the best elongation is achieved at 1.5 g with a value of 44.992%. Based on data showing that this research can be applied as primary packaging for food products.


2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 413-420
Author(s):  
Annisa Rhamadany ◽  
Chrisna Adhi Suryono ◽  
Delianis Pringgenies

Ekosistem lamun memiliki fungsi ekologi dan ekonomi yang tinggi. Peran ekosistem lamun dalam penyimpanan karbon akan tetapi masih belum menjadi sorotan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui nilai biomassa dan estimasi simpanan karbon pada ekosistem lamun di Perairan Batulawang, Pulau Kemujan serta Pulau Sintok, Taman Nasional Karimunjawa. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 – 14 Noevmber 2019 di Perairan Batulawang dan Pulau Sintok, Taman Nasional Karimunjawa. Metode penelitian di lapangan menggunakan metode SeagrassWatch, sementara nilai biomassa dan nilai estimasi simpanan karbon dihitung menggunakan metode Metode Loss of Ignition (LOI) di laboratorium. Data yang diperoleh berupa pengukuran berat kering untuk menghitung biomassa dan analisa kandungan karbon pada lamun dan sedimen. Hasil penelitian didapatkan empat jenis lamun di Perairan Batulawang yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, dan Thalassodendron ciliatum sedangkan di Pulau Sintok terdapat tiga jenis lamun yang ditemukan yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophila ovalis. Nilai total biomassa lamun terbesar pada Perairan Batulawang yaitu Enhalus acoroides dengan nilai 849,75 gbk/m2 dan nilai total biomassa lamun terkecil Thalassodendron ciliatum dengan nilai 29 gbk/m2. Nilai total biomassa lamun terbesar pada Pulau Sintok yaitu Cymodocea rotundata dengan nilai 177,75 gbk/m2dan nilai total biomassa lamun terkecil Halophila ovalis dengan nilai 4,75 gbk/m2. Hasil pengukuran karbon lamun pada Perairan Batulawang yaitu 12,97 – 359,87 gC/m2­ dan 258,20 – 541,51 gC/m2 pada sedimennya. Hasil pengukuran karbon pada lamun di Pulau Sintok yaitu 2,35 – 85,80 gC/m2 dan 204,92 – 765,92 gC/m2 pada sedimen. Kandungan karbon paling besar terdapat pada bagian bawah substrat (below ground). Kandungan karbon pada bagian bawah substrat tidak terganggu oleh faktor lingkungan (gelombang, arus, dan ulah manusia) sehingga terakumulasi baik. Seagrass ecosystems have high ecological and economic functions. The role of seagrass ecosystems in carbon storage, however, has not yet been highlighted. The purpose of this study was to determine the value of biomass and estimated carbon storage in seagrass ecosystems in Batulawang waters, Kemujan Island and Sintok Island, Karimunjawa National Park. This research was conducted on 7 − 14 November 2019 in Batulawang waters and Sintok Island, Karimunjawa National Park. The research method in the field uses the SeagrassWatch method, while the biomass value and the estimated value of carbon storage are calculated using the Loss of Ignition (LOI) method in the laboratory. The data obtained were measurements of dry weight to calculate biomass and analysis of carbon content in seagrass and sediments. The result shows that there are four species of seagrass in Batulawang Waters, they are Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, and Thalassodendron cliatum meanwhile in Sintok Island there are three species, they are, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, and Halophila ovalis. The measurement of carbon is done by using Loss on Ignition Method. The highest total seagrass biomass in Batulawang waters is Enhalus acoroides with a value of 849.75 gbk/m2 and the lowest total seagrass biomass is Thalassodendron ciliatum with a value of 29 gbk/m2. The highest total seagrass biomass on Sintok Island is Cymodocea rotundata with a value of 177.75 gbk/m2 and the lowest total seagrass biomass is Halophila ovalis with a value of 4.75 gbk/m2. The results of measurements of seagrass carbon in Batulawang waters are 12,97 – 359,87 gC/m2­ and 258,20 – 541,51 gC/m2 on the sediments. The result of seagrass carbon measurement in Sintok Island is 2,35 – 85,80 gC/m2 and 204,92 – 765,92 gC/m2 on the sediments. The largest carbon content is at the bottom of the substrate (below ground). The carbon content at the bottom of the substrate is not disturbed by environmental factors (waves, currents, and human activities) so that it accumulates well.


2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 395-402
Author(s):  
Septi Beladini ◽  
A.B. Susanto ◽  
Ali Ridlo

Paparan sinar ultraviolet yang terus menerus dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. Upaya pencegahan dapat dengan menggunakan sediaan krim tabir surya. Rumput laut K. alvarezii adalah salah satu organisme laut yang diduga mengandung senyawa yang dapat dijadikan sebagai agen tabir surya alami. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik krim tabir surya dari ekstrak K. alvarezii. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput laut K. alvarezii kering yang diperoleh dari PT. Rumah Rumput Laut, Bogor. Rumput laut K. alvarezii diekstraksi dengan pelarut yaitu n-heksana, etil asetat, metanol Krim tabir surya dibuat menurut Mishara, (2018), dengan menambahkan empat ekstrak rumput laut K. alvarezii yang berbeda, kemudian dilakukannya uji yang meliputi uji organoleptik, uji stabilitas, uji tipe emulsi, uji clycling test, uji nilai pH, uji nilai SPF,. Hasil penelitian menunjukkan keempat ekstrak K. alvarezii memiliki serapan panjang gelombang pada daerah ultraviolet, untuk hasil analisis sediaan krim tabir surya menunjukkan krim tabir surya dari ekstrak K. alvarezii stabil secara fisik selama penyimpanan 28 hari, tidak ada perubahan warna dan bau, tidak terdapat pertumbuhan jamur, tipe emulsi  krim minyak dalam air dan memiliki nilai SPF >15 sehingga termasuk dalam kategori tabir surya ultra  Continuous exposure to ultraviolet rays can cause damage to the skin. Prevention efforts can use sunscreen cream preparations.seaweed K. alvarezii is a marine organism that is thought to contain compounds that can be used as natural sunscreen agents. The purpose of this study was to determine the characteristics of the sunscreen cream fromextract K. alvarezii. The sample used in this study was theseaweed K. alvarezii driedobtained from PT. Seaweed House, Bogor.seaweed was K. alvarezii extracted with solvents, namely n-hexane, ethyl acetate, methanol and distilled water. Sunscreen cream made, by adding four seaweed extract K. alvarezii different, then do a test covering the organoleptic test, stability test, test emulsion type,test clyclingtest, test the pH value, test the SPF value, . The results showed that the four extracts of K. alvarezii had wavelength absorption in the ultraviolet area, for the analysis of sunscreen cream preparations showed that the sun cream fromextract K. alvarezii was physically stable during 28 days of storage, no change in color and odor, no growth. fungus, a type of oil-in-water cream emulsion and has an SPF value of> 15 so it is included in the ultra sunscreen category. 


2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 403-412
Author(s):  
Krisman Umbu Henggu ◽  
Petrus Takanjanji ◽  
Efran Yohanes ◽  
Noven Tinggi Nalu ◽  
Astuti Bomba Amah ◽  
...  

Kelimpahan ikan tongkol di Kabupaten Sumba Timur tersebut, tidak berkorelasi positif terhadap pemanfaatannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan pemanfaatan ikan tongkol. Salah satu produk yang dapat dihasilkan dari ikan tongkol ialah kamaboko. Faktor yang paling penting dalam produk kamaboko ialah kualitas kimia serta korelasinya terhadap kualitas organoleptik dan fisik (uji gigit). Penelitian ini difokuskan pada pengaruh perbedaan lama waktu pengukusan kamaboko pada suhu suwari (20 menit dan 30 menit) terhadap karakteristik fisika-kimia dan tingkat penerimaan produk kamaboko dari ikan tongkol. Data yang diperoleh lalu dianalisis statistik menggunakan uji beda (t-independent). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan suhu pengukusan kamaboko 20 menit dan 30 menit memiliki kadar air berkisar 77,04-78,99%, protein 10,49-10,79% (berat basah), lemak kasar 2,91-2,12% (berat basah) dan pH berkisar 7. Hasil analisis statistik menunjukkan lama pengukusan hanya memberikan dampak signifikan (P<0,05) terhadap kadar air kamaboko. Sedangkan kualitas organoleptik menunjukkan, semakin lama waktu pengukusan pada suhu suwari, semakin tinggi tingkat kesukaan panelis terhadap warna yang mencapai skor 7 atau skala “suka”, tekstur yang mencapai skor 7-8 (suka hingga sangat suka), memiliki skor 6-7 (agak suka hingga suka) dan rasa kamaboko memiliki skor 7-8. Demikian pula pada tingkat kekenyalan (springiness) kamaboko, semakin lama waktu pengukusan tingkat kekenyalan semakin tinggi. Hasil analisis statistik tingkat kekenyalan kamaboko yang dihasilkan dengan perlakuan lama pengukusan suhu suwari tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05)  The abundance of tuna in East Sumba Regency is not positively correlated with its utilization. Therefore, further processing is needed to increase the utilization of tuna. One of the products that can be produced from tuna is kamaboko. This study focused on the effect of differences in kamaboko steaming time at suwari temperature on the physico-chemical characteristics and the level of acceptance of kamaboko products from Euthynnus affini. The data obtained were then analyzed statistically using a different test (t-independent). The results showed that the kamaboko steaming temperature treatment of 20 minutes and 30 minutes had moisture ranging from 77.04-78.99%, protein 10.49-10.79% (wet weight), crude fat 2.91-2.12% (wet weight) and pH around 7. The results of statistical analysis showed that the steaming time only had a significant impact (P<0.05) on the water content of kamaboko. Meanwhile, the organoleptic quality showed that the longer the steaming time at the Suwari temperature, the higher the panelist's preference for colors that reached a score of 7 or the "like" scale, textures that reached a score of 7-8 (“like” to “very like”), the appearance of a score of 6-7 (“somewhat like” to “like”) and the taste of kamaboko has a score of 7-8. Similarly, at the level of springiness of kamaboko, the longer the steaming time the higher the elasticity level. The results of statistical analysis of the elasticity level of kamaboko produced by the long treatment of steaming the temperature of Suwari there was no significant difference (P>0.05).   


2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 387-394
Author(s):  
Ulin Ni'mah ◽  
Delianis Pringgenies ◽  
Gunawan Widi Santosa

Peningkatan imunitas udang vaname dengan menggunakan imnostimulator merupakan salah satu upaya untuk mencegah kegagalan panen pada budidaya udang vaname. Ekstrak teripang emas memiliki senyawa yang berperan sebagai peningkat imun. Beberapa senyawa yang terkandung pada teripang emas yaitu saponin dan steroid. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak teripang emas terhadap jumlah total hemosit Litopenaeus vannamei dan konsentrasi ekstrak teripang emas yang paling tepat untuk meningkatkan jumlah total hemosit udang vaname. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen laboratoris dengan perlakuan konsentrasi ekstrak teripang emas yang ditambahkann pada pakan udang komersil yaitu 0 ppm; 40 ppm; 80 ppm; 120 ppm. Hasil penelitian jumlah total hemosit udang vaname terjadi peningkatan akibat pemberian ekstrak teripang emas dibandingkan kontrol. Peningkatan tersebut terlihat pada jumlah total hemosit udang vaname yang diberi ekstrak teripang emas dengan konsentrasi 40 dan 120 ppm pada hari ke-8. Pemberian ekstrak teripang emas dengan konsentrasi 120 ppm memberikan hasil terbaik yaitu jumlah total hemosit sebanyak 1,18x106 sel/mL, dan untuk kelangsungan hidup udang vaname yang diberikan ekstrak teripang emas dan kontrol memiliki persentase sebesar 100%. Kesimpulannya adalah pemberian ekstrak teripang emas berpengaruh terhadap jumlah hemosit udang vaname.  Increased immunity of vaname shrimp by using imnostimulator is one of the efforts to prevent crop failure in the cultivation of vaname shrimp. gold sea cucumber extract has a compound that acts as an immune enhancer. Some of the compounds contained in Stichopus hermanii are saponins and steroids. The purpose of this study was to determine the effect of gold sea cucumber extract on the total amount of vaname shrimp haemocyte and the most appropriate concentration of golden sea cucumber extract to increase the total amount of vaname shrimp haemocyte. The method used was a method of laboratory experimentation with the treatment of the concentration of Stichopus hermanii extract added to commercial shrimp feed that is 0 ppm; 40 ppm; 80 ppm; 120 ppm. The results of the study the total amount of shrimp haemocyte Litopenaeus vananamei increased due to administration of Stichopus hermanii extract compared to control. The increase was seen in the total amount of vaname shrimp haemocyte given gold sea cucumber extract with concentrations of 40 and 120 ppm on day 8. Administration of gold sea cucumber extract with a concentration of 120 ppm gives the best result that is the total amount of haemocyte as much as 1.18x106 cells / mL, and for the survival of Litopenaeus vannamei given extract gold sea cucumber and control has a percentage of 100%. The conclusion is that the administration of gold sea cucumber extract affects the amount of haemocyte shrimp vaname.


2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 446-452
Author(s):  
Radila Widya Shafiya ◽  
Ali Djunaedi ◽  
Raden Ario

Peningkatan emisi karbon yang berasal dari berbagai aktivitas manusisa dapat mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Salah satu upaya untuk mengurangi emisi gas karbon adalah dengan memanfaatkan vegetasi pesisir seperti lamun yang dikenal dengan istilah blue carbon. Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang dapat menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerapatan, tutupan lamun, nilai biomassa dan simpanan karbon pada lamun di Pantai Blebak dan Pantai Prawean, Kabupaten Jepara. Metode survei dan penentuan lokasi dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling, sedangkan metode pengambilan data lamun melalui metode line transect quadrant dengan ukuran 50x50 cm yang mengacu pada metode LIPI 2017. Perhitungan kandungan karbon menggunakan metode Loss On Ignition (LOI). Hasil kerapatan lamun total pada Pantai Prawean yaitu sebesar 221,45 ind/m2 dan nilai tutupan total lamun sebesar 45,98%. Kerapatan lamun total pada Pantai Blebak yaitu sebesar 160 ind/m2 dan nilai tutupan total lamun sebesar 41,67%. Nilai biomassa bawah substrat dan atas substrat pada Pantai Prawean (726,25 gbk/m2 dan 500,50 gbk/m2) menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan nilai biomassa bawah substrat dan atas substrat pada Pantai Blebak (606,50 gbk/m2 dan 370,75 gbk/m2). Total kandungan karbon pada Pantai Prawean adalah 464,10 gC/m2 sedangkan pada Pantai Blebak adalah 357,79 gC/m2. Hasil perhitungan total stok karbon yang didapatkan menunjukkan bahwa Pantai Prawean memiliki nilai biomassa dan total stok karbon yang lebih tinggi daripada Pantai Blebak.  Human activities lead to the increasing of carbon emission, which caused global warming. Seagrass and other coastal vegetation are being used to reduce carbon emission. This is known as blue carbon. The seagrass ecosystem is one of coastal ecosystem that can absorb and stock high amount of carbon in a short period of time. This study was done to determine the density, seagrass coverage, biomass, and carbon stock within the seagrass in Prawean and Blebak Beach, Jepara. Survey method and location determination method were done with purposive sampling method. Whereas, the seagrass data was collected by Line Transect Quadrant method 50x50 cm based on LIPI’s 2017 method. Loss on Ignition method was used to measure the carbon’s content. The density of total seagrass in Prawean beach is 221,45 ind/m2 and the total percentage of seagrass coverage is 45,98%. Total density of seagrass in Blebak Beach is 160 ind/m2 with a coverage percentage of 41,67%. The biomass below the substrate level and above the substrate level in Prawean Beach (726,25 gbk/m2 and 500,50 gbk/m2) showed a bigger amount than the amount of biomass in Blebak Beach (606,50 gbk/m2 and 370,75 gbk/m2). Total amount of carbon in Prawean is 464,10 gC/m2 meanwhile in Blebak, the amount of carbon is 357,79 gC/m2. The results of the total carbon stock obtained indicate that Prawean Beach has higher biomass and total carbon stock values than Blebak Beach.


2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 340-344
Author(s):  
Angelina Yusniar Christanty Sihotang ◽  
Gunawan Widi Santosa ◽  
Sunaryo Sunaryo

Logam berat Zn merupakan salah satu logam berat essensial yang dibutuhkan tumbuhan dalam jumlah sedikit, termasuk mikroalga Dunaliella salina. Konsentrasi logam pada media kultur diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kandungan proksimatnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pertumbuhan dan kandungan proksimat pada mikroalga Dunaliella salina pada konsentrasi logam berat Zn yang berbeda. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroalga D. salina yang diperoleh dari stok murni Laboratorium Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Hasil penelitian menunjukkan penambahan konsentrasi logam berat Zn yang berbeda pada media tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan D. salina (p≥0,05). Heavy metal Zn is one of the essential heavy metals needed by plants in small amounts, including the microalgae Dunaliella salina. Metal concentration in the living medium is thought to have an effect on growth and proximate content. The purpose of this study was to determine the growth and proximate content of green microalgae D. salina at different concentrations of heavy metal Zn. The material used in this study was D. salina microalgae obtained from pure stock from the Laboratory of the Center for Brackish Water Cultivation Development (BBPBAP) Jepara. The results showed that the addition of different heavy metal concentrations affected the growth cellular counts at the last expontial phase, though it did not affect the cellular growth rate of D. salina at (p≥0,05).


2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 377-386
Author(s):  
Alvi Akhmad Arifin ◽  
Chrisna Adhi Suryono ◽  
Wilis Ari Setyati

Kerang hijau (Perna viridis) merupakan komoditas perikanan yang sering dikonsumsi sebagai bahan pangan. Sampel yang diambil berasal dari perairan Morosari Demak pada bulan Juni, Juli dan Agustus 2020. Tujuan dari penelitian ini untuk menduga kandungan logam berat Pb dan Cu yang terdapat pada air, sedimen dan kerang hijau serta menentukan batas toleransi untuk mengkonsumsi kerang hijau yang mengandung logam berat. Penelitian ini bertujuan juga untuk menentukan Faktor biokonsentrasi (BCF) yang merupakan nilai akumulasi bahan kimia (polutan) dalam tubuh kerang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, sedangkan metode penentuan lokasi menggunakan metode purposive sampling. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kerang hijau, air dan sedimen. Parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, kecerahan, pH diukur secara in situ. Hasil penelitian menunjukkan nilai kandungan logam berat dalam daging kerang hijau berkisar 0,140-0,617 mg/kg (Pb) dan 0,035-0,851 mg/kg (Cu). Kandungan Pb dan Cu pada kerang hijau di semua stasiun dan bulan pengambilan sampel masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (2009) untuk logam berat Pb sebesar 1,5 mg/kg dan FAO (1972) untuk logam berat Cu sebesar 1 mg/kg. Kemampuan kerang hijau dalam mengakumulasi logam berat Pb dan Cu pada setiap bulan bervariasi, sebagian besar memiliki kemampuan akumulasi organisme rendah dengan nilai FBK < 1, sebagian memiliki kemampuan akumulasi organisme sedang dengan nilai FBK >1 dan ≤2 dan beberapa memiliki kemampuan akumulasi organisme tinggi dengan nlai FBK >2. Analisis batas aman konsumsi kerang hijau yang tercemar logam berat pada lokasi penilitian menunjukan kerang hijau masih aman dikonsumsi hingga 2,43 kg/minggu pada orang dewasa dengan berat badan rata-rata 60 kg Green mussels, Perna viridis is a fishery commodity that is often consumed as a food. The purpose of this study is to evaluate the concentration of pb and cu heavy metals contained in water, sediment and green mussels. The sample was collected in Morosari coastal waters Demak in June, July and August 2020 and determine the tolerance limit for consuming green mussels containing heavy metals. This research aims to determine the bioconcentration factor (BCF) which is the value of accumulation of chemicals (pollutants) in the body of shellfish. Samples of green mussels were taken from three stations which are ponds of green mussels belonging to Morosari fishermen. This study uses descriptive method, while location determination method using purposive sampling method. The materials used in this study were samples of green mussels, water and sediment. Environmental parameters such as temperature, salinity, dissolved oxygen, brightness, pH are measured in situ. The results showed the value of heavy metals in green shellfish ranging from 0.140-0.617 mg/kg (Pb) and 0.035-0.851 mg/kg (Cu). The content of Pb and Cu in green mussels in all stations and months of sampling is still below the threshold set by the National Standardization Body (2009) for pb heavy metals of 1.5 mg/kg and FAO (1972) for Cu heavy metals of 1 mg/kg. The ability of green shells in accumulating heavy metals Pb and Cu on a monthly vary, most have low organism accumulation ability with BCF value < 1, some have the ability to accumulate medium organisms with BCF values >1 and ≤2 and some have high organism accumulation ability with BCF >2. Analysis of the safe limit of consumption of green mussels contaminated with heavy metals at the research site showed green mussels were still safe to consume up to 2.43 kg/week in adults with an average body weight of 60 kg.


2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 345-354
Author(s):  
Muhamad Fatah Nashrullah ◽  
A.B. Susanto ◽  
Ibnu Pratikto ◽  
Emi Yati

Perairan Pulau Nusa Lembongan merupakan salah satu pulau yang berlokasi di Kab.Klungkung, Bali. Budidaya rumput laut di lokasi ini terdapat beberapa kendala dalam pengembangannya, yaitu keterbatasan pemahaman sumberdaya manusia, modal serta penentuan lokasi busisaya rumput laut. Metode penelitian yang digunakan adalam metode eksploratif dengan pendekatan analisa kuantitatif.Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat kesesuaian lahan budidaya dan mengetahui luasan lahan yang efektif untuk budidaya rumput laut di perairan Pulau Nusa Lembongan. Parameter yang diamati yaitu suhu, salinitas, pH, keterlindungan, kedalaman, kecerahan, arus, substrat dasar perairan, nitrat, fosfat, oksigen terlarut (DO), klorofil-A dan muatan padatan tersuspensi (MPT). Analisis dilakukan dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya rumput laut di perairan Pulau Nusa Lembongan yang sangat sesuai sebesar 3.375,65 Ha. Sedangkan luas lahan yang efektif sebesar 2.025,39 Ha yaitu 60% dari luas sangat sesuai dengan jumlah rakit yang dioperasikan sebesar 810.156 unit dan ukuran rakit 1 x25 m serta total produksi pada satu musim panen sebesar 89.117,16 ton/siklus panen.  The waters of Nusa Lembongan Island are one of the islands located in Klungkung Regency, Bali. Seaweed cultivation in this location has several features in its development, namely limited understanding of human resources, capital and determining the location of seaweed busses. The research method used is an exploratory method with a quantitative analysis approach.This study aims to analyze the suitability level of cultivated land and determine the effective land area for seaweed cultivation in Nusa Lembongan Island. The parameters temperature, salinity, pH, water protection, depth, brightness, current, bottom water substrate, nitrate, phosphate, dissolved oxygen (DO), chlorophyll-A, and suspended solids charge (MPT). The analysis was carried out with a Geographical Information System (GIS) approach. The results of the land suitability analysis for the development of seaweed cultivation in Nusa Lembongan which are very suitable are 3,375.65 hectares. While the effective land area is 2,025.39 ha, which is 60% of the area, which corresponds to the number of rafts that are operated at 810,156 units, and the size of the raft is 1 x25 m and the total production in one harvest season is 89,117.16 tons/harvest cycle.


2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 421-427
Author(s):  
Rika Monika ◽  
Delianis Pringgenies ◽  
Wilis Ari Setyati

Teripang Stichopus hermanii merupakan biota laut yang mempunyai senyawa dengan bioaktivitas sebagai antibakteri terhadap patogen. Stichopus hermanii mampu menghambat bakteri gram positif dan negatif. Produk teripang yang sudah ada banyak memperlihatkan manfaatnya salah satunya untuk gigi. Produk komersil yang terlihat di masyarakat yakni pasta gigi, namun belum diketehaui  secara mendetail mengenai seberapa besar peran pasta gigi tersebut dalam mengatasi permasalahn gigi.  Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui senyawa yang aktif didalam ekstrak teripang Stichopus hermanii. Metode ekstraksi yakni dengan padat ke cair, pencarian senyawa aktif menggunakan skrining fitokimia dengan pereaksi yang berbeda setiap pengujiannya, dan uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi agar dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Uji aktivitas antibakteri pada ekstrak S. hermanii menggunakan bakteri patogen Streptococcus mutans. Hasil senyawa aktif yang didapat dari skrinining fitokimia meliputi flavonoid, alkaloid, triterpenoid dan saponin. Uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak metanol S. hermanii mampu menghambat bakteri S.mutans. Zona hambat tertinggi pada S. mutans  5,86 mm ± 4,92 dengan konsentrasi 80 µg/disk pada waktu 24 jam. Disimpulkan bahwa senyawa aktif pada ekstrak metanol S. hermanii mempunyai bioaktivitas antibakteri pada bakteri S. mutans.  The sea cucumber Stichopus hermanii is a marine biota that has compounds with bioactivity as an antibacterial against pathogens. Stichopus hermanii can inhibit gram-positive and gram-negative bacteria. Sea cucumber products that already exist have shown many benefits, one of which is for teeth. The commercial product seen in the community is toothpaste, but it is not yet known in detail how big the role of toothpaste is in overcoming dental problems. The purpose of this study was to determine the active compounds in sea cucumber extract Stichopus hermanii. The extraction method is solid to liquid, the search for active compounds uses phytochemical screening with different reagents for each test, and the antibacterial activity test uses the agar diffusion method with different concentrations. Antibacterial activity test on S. hermanii extract using the pathogenic bacterium Streptococcus mutans. The results of the active compounds obtained from phytochemical screening include flavonoids, alkaloids, triterpenoids, and saponins. The antibacterial activity test showed that the methanol extract of S. hermanii was able to inhibit S. mutans bacteria. The highest zone of inhibition in S. mutans was 5.86 mm ± 4.92 with a concentration of 80 g/disk at 24 hours. It was concluded that the active compound in the methanolic extract of S. hermanii had antibacterial bioactivity on S. mutans bacteria.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document