scholarly journals Asupan kafein dari kopi dan teh serta hubungannya dengan kepadatan tulang pada perempuan pascamenopause

2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 70-76
Author(s):  
Stella Verinda ◽  
Elly Herwana

LATAR BELAKANGOsteoporosis merupakan kondisi patologis tulang dengan karakteristik bone mineral density (BMD) yang rendah disertai perubahan mikro-arsitektur jaringan tulang, sehingga meningkatkan risiko fraktur. Faktor risiko osteoporosis yaitu perempuan pascamenopause, genetik, indeks massa tubuh, aktivitas fisik, asupan gizi dan mineral, merokok, serta asupan alkohol, dan kafein. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek kafein dari kopi dan teh terhadap kepadatan tulang pada perempuan pascamenoapuse. METODEPenelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross-sectional. Subjek penelitian adalah perempuan pascamenopause yang berusia >40 tahun berjumlah 92 orang. Asupan kafein dinilai dari total asupan yang berasal dari kopi dan teh dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Perhitungan asupan total kafein diperhitungkan dengan penyetaraan asupan kopi dan teh per minggu. Kepadatan tulang dinilai menggunakan alat calcaneal quantitative ultrasound untuk menetukan nilai-T sebagai parameter osteoporosis. Subjek dikelompokkan sebagai kepadatan tulang normal (nilai-T≥-1), osteopenia (nilai-T antara -1 sampai -2.5) dan osteoporosis (nilai-T<-2.5) Analisis statistik dilakukan untuk menilai hubungan kedua variabel dilakukan dengan uji Chi-square. HASILRerata (simpang baku) usia subjek adalah 57.84 ± 7.57. Sebanyak 26 (28.3%) subjek dengan kategori osteoporosis, 50 (54.3%) osteopenia, dan 16 (17.4%) normal. Asupan kafein didapatkan 69 subjek (75%) dengan kategori rendah dan 23 (25%) tinggi. Hasil analisis didapatkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan kafein dan kepadatan tulang (p=0.419; p>0.05). KESIMPULANTidak terdapat hubungan antara asupan kafein dari kopi dan teh dengan kepadatan tulang pada perempuan pascamenopause.

2020 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 119-125
Author(s):  
Evita Peninta Dwi Savitri ◽  
Elly Herwana

LATAR BELAKANGOsteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan rendahnya bone mineral density (BMD) disertai perubahan pada mikroarsitektur tulang. BMD yang rendah menandai adanya penurunan kepadatan pada tulang dan meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Penurunan kadar estrogen pada kondisi pascamenopause, gaya hidup yang meliputi aktivitas fisik dan kebiasaan berjalan  sangat berperanan dalam progresivitas osteoporosis. Penelitian ini bertujuan menilai hubungan antara aktivitas berjalan dengan kepadatan tulang pada perempuan pascamenopause. METODEPenelitian analitik observasional dengan metode cross-sectional dilakukan pada perempuan pascamenopause berusia 45-70 tahun pada periode Agustus-Oktober 2018. Penilaian aktivitas  berjalan dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Aktivitas berjalan dinilai dari jumlah langkah berjalan/hari yang dikonversikan dari jarak tempuh subjek berjalan kaki setiap harinya. Pengukuran BMD menggunakan calcaneal quantitative ultrasound (QUS), hasil pengukuran BMD membedakan kepadatan tulang berdasarkan nilai-T. Analisis data dilakukan dengan uji statistik Chi Square dengan tingkat kemaknaan p<0.05. HASILSebanyak 88 perempuan pascamenopause ikut berpartisipasi sebagai subjek penelitian  dengan usia (rerata ± simpang baku) 57.91 ± 7.25 tahun. Distribusi aktivitas berjalan didapatkan 71 (80.7%) kurang aktif, 12 (13.6%) aktivitas sedang, dan 5 (5.7%) aktif. Distribusi hasil penilaian kepadatan tulang didapatkan sebanyak 18 (20.5%) normal, 49 (55.75%) osteopenia dan 21 (23.9%) osteoporosis. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas berjalan dan kepadatan tulang pada perempuan pascamenopause (p=0.009). KESIMPULANTerdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas berjalan dan kepadatan tulang pada perempuan pascamenopause.


2009 ◽  
Vol 1 (6) ◽  
pp. 508-513 ◽  
Author(s):  
Daniel Leigey ◽  
James Irrgang ◽  
Kimberly Francis ◽  
Peter Cohen ◽  
Vonda Wright

Background: Loss of bone mineral density (BMD) and resultant fractures increase with age in both sexes. Participation in resistance or high-impact sports is a known contributor to bone health in young athletes; however, little is known about the effect of participation in impact sports on bone density as people age. Hypothesis: To test the hypothesis that high-impact sport participation will predict BMD in senior athletes, this study evaluated 560 athletes during the 2005 National Senior Games (the Senior Olympics). Study Design: Cross-sectional methods. The athletes completed a detailed health history questionnaire and underwent calcaneal quantitative ultrasound to measure BMD. Athletes were classified as participating in high impact sports (basketball, road race [running], track and field, triathalon, and volleyball) or non-high-impact sports. Stepwise linear regression was used to determine the influence of high-impact sports on BMD. Results: On average, participants were 65.9 years old (range, 50 to 93). There were 298 women (53.2%) and 289 men (51.6%) who participated in high-impact sports. Average body mass index was 25.6 ± 3.9. The quantitative ultrasound-generated T scores, a quantitative measure of BMD, averaged 0.4 ± 1.3 and −0.1 ± 1.4 for the high-impact and non-high-impact groups, respectively. After age, sex, obesity, and use of osteoporosis medication were controlled, participation in high-impact sports was a significant predictor of BMD ( R2 change 3.2%, P < .001). Conclusions: This study represents the largest sample of BMD data in senior athletes to date. Senior participation in high-impact sports positively influenced bone health, even in the oldest athletes. Clinical Relevance: These data imply that high-impact exercise is a vital tool to maintain healthy BMD with active aging.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document