scholarly journals The Participation of Lampulo Community in Marine Conservation Management Efforts at Fish Auction Place Lampulo Area, Banda Aceh City

Author(s):  
Furqan Furqan ◽  
Yuli Khairani ◽  
Erdi Surya ◽  
M Ridhwan ◽  
Armi Armi ◽  
...  
2019 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 92
Author(s):  
Yonvitner Yonvitner ◽  
Lukman Faisol ◽  
Yasir Yasir ◽  
Ilham Ilham

Multi-criteria analysis has been used widely in the conservation project, especially in the assessment of coastal zones and small islands. In its application to the conservation area, Kapoposang was developing a multi-criteria approach to determine the no-take zone, utilization zone, and sustainable fisheries zone. The multi-criteria approach in Kapoposang constructed by biophysics, ecology, economy and social aspect. Decisions were taken after aggregate analysis of all criteria (Brawn et al 2001) done. The results obtained that the suitable island for the no-take zone is Kapoposang and Suranti Island. Tambakulu Island and Pemangangan were selected as a buffer zone. Finally, the sustainable fisheries zones are Papandangan and Gondongbali island. The spatial analysis of all regional boundaries determined by the three zones reached a total area of 50011.35 ha. Thus the conservation management plan design in each zone were characteristic by different function and management system.Keyword: Zonation, Multi Criteria, Conservation Are, Kapoposang Island, Management plan ABSTRAKAnalisis multi kriteria secara umum sudah sangat luas penggunaanya dalam penelitian konservasi, khusuny untuk penilaian di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.  Dalam hal ini, untuk wilayah konservasi perairan laut Kapoposang, penelitian ini mengujikan pendekatan multi kriteria untuk menentukan kawasan inti, kawasan pemanfaatan dan zona perikanan perikanan berkelanjutan.  Pendekatan multi kriteria di kapoposang disusun dari aspek biofisik, ekologi, ekonomi dan social.  Keputusan akan diambil setelah analisis agregat dari semua kriteria menurut (Brawn et al 2001) didapatkan.  Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa pulau cocok untuk kawasan zona inti adalah pulau Kapoposang dan Suranti.  PulauTambakulu dan Pemanggangan terpilih sebagai kawasan penyangga.  Kemudian zona perikanan berkelanjutan adalah pulau Papandangan dan Gondongbali. Analisis spasial  dari semua  semua wilayah dikaji tercatat total luas wilayah mencapai 50011.35 ha.  Sehingga kemudin rencana aksi konservasi dirancang ditiap zon sesuai dengan perbedaan karakternya serta fungsi.Kata kunci : Zonasi, Multi Kriteria, Konservasi, Kepulauan Kapoposang, Rencana Pengelolaan 


2019 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 92
Author(s):  
Yonvitner Yonvitner ◽  
Lukman Faisol ◽  
Yasir Yasir ◽  
Ilham Ilham

Multi-criteria analysis has been used widely in the conservation project, especially in the assessment of coastal zones and small islands. In its application to the conservation area, Kapoposang was developing a multi-criteria approach to determine the no-take zone, utilization zone, and sustainable fisheries zone. The multi-criteria approach in Kapoposang constructed by biophysics, ecology, economy and social aspect. Decisions were taken after aggregate analysis of all criteria (Brawn et al 2001) done. The results obtained that the suitable island for the no-take zone is Kapoposang and Suranti Island. Tambakulu Island and Pemangangan were selected as a buffer zone. Finally, the sustainable fisheries zones are Papandangan and Gondongbali island. The spatial analysis of all regional boundaries determined by the three zones reached a total area of 50011.35 ha. Thus the conservation management plan design in each zone were characteristic by different function and management system.Keyword: Zonation, Multi Criteria, Conservation Are, Kapoposang Island, Management plan ABSTRAKAnalisis multi kriteria secara umum sudah sangat luas penggunaanya dalam penelitian konservasi, khusuny untuk penilaian di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.  Dalam hal ini, untuk wilayah konservasi perairan laut Kapoposang, penelitian ini mengujikan pendekatan multi kriteria untuk menentukan kawasan inti, kawasan pemanfaatan dan zona perikanan perikanan berkelanjutan.  Pendekatan multi kriteria di kapoposang disusun dari aspek biofisik, ekologi, ekonomi dan social.  Keputusan akan diambil setelah analisis agregat dari semua kriteria menurut (Brawn et al 2001) didapatkan.  Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa pulau cocok untuk kawasan zona inti adalah pulau Kapoposang dan Suranti.  PulauTambakulu dan Pemanggangan terpilih sebagai kawasan penyangga.  Kemudian zona perikanan berkelanjutan adalah pulau Papandangan dan Gondongbali. Analisis spasial  dari semua  semua wilayah dikaji tercatat total luas wilayah mencapai 50011.35 ha.  Sehingga kemudin rencana aksi konservasi dirancang ditiap zon sesuai dengan perbedaan karakternya serta fungsi.Kata kunci : Zonasi, Multi Kriteria, Konservasi, Kepulauan Kapoposang, Rencana Pengelolaan 


2018 ◽  
Author(s):  
Nathan Bennett ◽  
Hugh Govan ◽  
Terre Satterfield

The term “ocean grabbing” has been used to describe actions, policies or initiatives that deprive small-scale fishers of resources, dispossess vulnerable populations of coastal lands, and/or undermine historical access to areas of the sea. Rights and access to marine resources and spaces are frequently reallocated through government or private sector initiatives to achieve conservation, management or development objectives with a variety of outcomes for different sectors of society. This paper provides a definition and gives examples of reallocations of marine resources or spaces that might constitute “ocean grabbing”. It offers a tentative framework for evaluating whether marine conservation, management or development is ocean grabbing and proposes an agenda for future research. For a reallocation to be considered ocean grabbing, it must: (1) occur by means of inadequate governance, and (2) be implemented using actions that undermine human security and livelihoods, or (3) produce impacts that reduce social–ecological well-being. Future research on ocean grabbing will: document case studies, drivers and consequences; conduct spatial and historical analyses; and investigate solutions. The intent is to stimulate rigorous discussion and promote systematic inquiry into the phenomenon of ocean grabbing.


Marine Policy ◽  
2018 ◽  
Vol 98 ◽  
pp. 37-46 ◽  
Author(s):  
Steffen Oppel ◽  
Mark Bolton ◽  
Ana P.B. Carneiro ◽  
Maria P. Dias ◽  
Jonathan A. Green ◽  
...  

2018 ◽  
Author(s):  
Steffen Oppel

Knowing the spatial scales at which effective management can be implemented is fundamental for conservation planning. This is especially important for mobile species, which can be exposed to threats across large areas, but the space use requirements of different species can vary to an extent that might render some management approaches inefficient. Here the space use patterns of seabirds were examined to provide guidance on whether conservation management approaches should be tailored for taxonomic groups with different movement characteristics. Seabird tracking data were synthesised from 5419 adult breeding individuals of 52 species in ten families that were collected in the Atlantic Ocean basin between 1998 and 2017. Two key aspects of spatial distribution were quantified, namely how far seabirds ranged from their colony, and to what extent individuals from the same colony used the same areas at sea. There was evidence for substantial differences in patterns of space-use among the ten studied seabird families, indicating that several alternative conservation management approaches are needed. Several species exhibited large foraging ranges and little aggregation at sea, indicating that area-based conservation solutions would have to be extremely large to adequately protect such species. The results highlight that short-ranging and aggregating species such as cormorants, auks, some penguins, and gulls would benefit from conservation approaches at relatively small spatial scales during their breeding season. However, improved regulation of fisheries, bycatch, pollution and other threats over large spatial scales will be needed for wide-ranging and dispersed species such as albatrosses, petrels, storm petrels and frigatebirds.


2020 ◽  
Vol 2 (3) ◽  
pp. 164-172
Author(s):  
Ibrahim Ibrahim ◽  
Jalaluddin Jalaluddin ◽  
Azwir Azwir ◽  
Nurul Akmal ◽  
Muhammad Ridhwan
Keyword(s):  

Pola penambahan bahan pengawet makanan atau zat aditif yang tidak sesuai takaran kesehtan akan menyebabkan bermacam persolaan untuk kesehatan siswa atau masyarakat antara lain keracunan, alergi, gangguan pernafasan atau terjadi musibah kematian. Upaya kita dalam mengurangi kesan negatif yang disebabkan oleh pemakaian zat tambahan untuk pengawet makanan, perlu dilakukan literasi terhadap masyarakat atau siswa dengan bantuan pihak kampus. Siswa-siswi SMP Negeri 6 Banda Aceh sangat banyak yang menggunakan kue, cemilan atau mie instan sebagai sarapan pagi yang dijual pada kantin sekitar sekolah. Kondisi ini telah berjalan dalam tempo yang lama tetapi tanpa edukasi dari pihak-pihak sekolah, pemerintah atau ormas lain yang peduli terhadap kesehatan warga, begitu juga pemahaman dari masyarakat yang berbisnis dalam sektor ini. Ada beberapa keluhan dari warga atas banyaknya zat aditif dalam makanan atau pengawet yang digunakan oleh pembuat kue dapat merusak kesehatan siswa. Dari hasil survei kami ada sekiatr 80% siswa mengeluh setelah lama mengkonsumsi makanan jajanan sekitar sekolah tetapi mereka tidak mengetahui secara pasti jenis makanan yang mana. Ada kesan positif bahwa iswa paham akan informasi atas pilihan jajanan yang tanpa pengawet atau zat aditif yang mengandungi bahan berbahaya untuk kesehatan. Kata kunci: Makanan jajanan, zat aditif, kesehatan, siswa SMP


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document