scholarly journals Struktur Komunitas Gastropoda Di Ekosistem Lamun Di Pantai Puding Kabupaten Bangka Selatan

2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 59-64
Author(s):  
Dedi Nopiansyah ◽  
Wahyu Adi ◽  
Arief Febrianto

Gastropoda merupakan komponen yang penting dalam rantai makanan di ekosistem lamun, dimana gastropoda merupakan hewan dasar pemakan detritus dan serasah dari daun lamun yang jatuh dan mensirkulasi zat-zat yang tersuspensi di dalam air. Kelimpahan dan distribusi gastropoda dipengaruhi oleh faktor lingkungan setempat, ketersediaan makanan, pemangsaan dan kompetisi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai November 2018 di Pantai Puding, Bangka Selatan. Adapun data yang dikumpulkan terdiri dari struktur komunitas dan kepadatan gastropoda, kerapatan jenis lamun, dan faktor fisika kimia perairan. Berdasarkan hasil penelitian struktur komunitas gastropoda di Pantai Puding masuk kategori sedang dan kepadatan tertinggi Cerithium granosum 12778 ind/Ha dan kepadatan terendah Turbinella fusus 556 ind/Ha, kerapatan lamun tertinggi Halodule uninervis 141 teg/m2 dan kerapatan terendah Enhalus acoroides dengan 7 teg/m2. Berdasarkan analisis korelasi kerapatan lamun dengan kepadatan gastropoda diperoleh nilai koefisien determinansi (R2)= 0,5864 dan koefisien korelasi (r)= 0,766 yang menunjukkan hubungan kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda berkorelasi positif dan kuat.

2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 83-86
Author(s):  
Suci Puspita Sari

Status mengenai kondisi ekosistem lamun di perairan Bangka Selatan diperlukan untuk menentukan terjadinya indikasi kerusakan lamun sebagai akibat dari aktifitas penambangan timah di wilayah pesisir. Kondisi kesehatan lamun dianalisis melalui kerapatan dan tutupan lamun sehingga dapat diketahui kondisinya.  Metode yang digunakan untuk memantau kondisi lamun pada penelitian ini adalah pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG), menggunakan algoritma Depth Invariant Index (DII). Distribusi lamun berdasarkan hasil pengolahan data citra Landsat tahun 2017 menunjukkan bahwa padang lamun di perairan Bangka Selatan seluas 4066,7 Ha. Spesies yang ditemukan dari 7 titik sampling, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, dan Cymodocea rotundata. Kondisi padang lamunnya secara umum termasuk dalam kategori “Miskin”.  


2018 ◽  
Vol 7 (4) ◽  
pp. 415-422
Author(s):  
Isnaini Dian Yunita ◽  
Niniek Widyorini ◽  
Supriharyono Supriharyono

Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem yang memiliki kompleksitas dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Padang lamun merupakan hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu kawasan pesisir. Selain memiliki fungsi ekonomi, lamun juga memiliki fungsi ekologis yakni berperan penting sebagai pendaur zat hara oleh mikroorganime yaitu bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerapatan lamun, kelimpahan bakteri heterotrof yang berasosiasi dengan lamun serta pengaruh kerapatan lamun dengan kelimpahan bakteri heterotrof di Pantai Prawean, Jepara. Metode yang digunakan yakni deskriptif eksplanatif dengan pengambilan sampel secara purposive dan dianalisis dengan IBM SPSS Statistic 22. Jenis lamun yang ditemukan di Pantai Prawean ada 5 (lima): Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis dan Halodule pinifolia. Kerapatan tertinggi didapat dari jenis Thalassia hemprichii sebesar 78 Ind/m2 dan terendah adalah Enhalus acoroides 10 Ind/m2 dan kelimpahan bakteri heterotrof tertinggi diperoleh dari tingkat kerapatan rapat di stasiun 3 yakni 29,4x108 Upk/ml dan kelimpahan terendah diperoleh dari tingkat kerapatan jarang di stasiun 2 yakni 3,3x108 Upk/ml. Korelasi antara kerapatan lamun dengan kelimpahan bakteri heterotrof tinggi atau kuat yakni 0,896 dan korelasi ini dinyatakan sangat signifikan terbukti nilai sig. 0,001 dengan tingkat kesalahan 0,1%. Artinya bertambahnya kerapatan lamun dapat meningkatkan pula kelimpahan bakteri heterotrof. Seagrass ecosystem is one ecosytems that has high complexity and biodiversity. Seagrass beds are a stretch of seagrass vegetation that covers a coastal area. Beside its economic function, seagrass also have ecological function that play an important role of nutrient cycle for microorganism its bacteria. This study aims to determine the density of seagrass, the abundance of heterothropic bacteria and influence of seagrass density with abundance of heterotrophic bacteria at Prawean beach, Jepara. The method used in this study is descriptive explanative with purposive sampling and the data analyzed by IBM SPSS Statistic 22. There are 5 (five) species of seagrass that can be found in Prawean beach: Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis and Halodule pinifolia. The highest density obtained from Thalassia hemprichii species is 78 sprouts of seagrass/m2 and the lowest density obtained from Enhalus acoroides is 10 obtained from seagrass density at station 3 its value 29,4x108Cfu/ml and the lowest abundance of heterotrophic bacteria was obtained from rare seagrass at station 2 its value 3,3x108Cfu/ml.  The corelation between seagrass density with abundance heterotrophic bacteria is high or strong that has value 0,846 and this correlation is very significantly proven has sig value 0,001 with error rate 0,1%, it can be conclude that increase of seagrass density can also increase the abundance of heterotrophic bacteria.  


2018 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 38
Author(s):  
Stevani Rawung ◽  
Ferdinand F Tilaar ◽  
Ari B Rondonuwu

This study was conducted in Marine Field Station of Faculty of Fisheries and Science of Sam Ratulangi University, Sub-district of East Likupang, North Minahasa. This study aims to identified the seagrasses in the water of Marine Field Station. The benefits of this study are for the database of seagrasses ecosystem management and comparative for other studies. The Observation and data collection was using random survey technic by analyzed the areas to collecting all the seagrass species found. Furthermore, the seagrass samples were categorised into each species. The result showed the amount of seagrass species in Marine Field Station are 8 species from 6 genera and 2 families: Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,  Halophila ovalis, dan Halophila minor.Keyword: Inventory, Seagrass, Marine Field Station ABSTRAKPenelitian dilakukan di perairan Marine Field Station Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Kecamatan Likupang Timur Kabupatan Minahasa  Utara. Tujuan penelitian  untuk mengidentifikasi lamun yang ada di Perairan Marine Field station. Manfaat penelitian dapat menjadi data pengelolaan ekosistem padang lamun dan dapat menjadi perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Pengamatan dan pengambilan sampel menggunakan teknik survei jelajah, yaitu dengan menjelajahi wilayah pengamatan sambil mencari semua spesies lamun. Lamun yang diambil adalah semua jenis yang ditemui. Selanjutnya, sampel lamun dikelompokan berdasarkan spesies. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah spesies lamun pada lokasi penelitian di Perairan Marine Field Station adalah 8 spesies dari 6 genera dan 2 famili yaitu, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,  Halophila ovalis, dan Halophila minor. Kata kunci: Inventarisasi, Lamun, Marine Field Station


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 24
Author(s):  
Risandi D Sitaba ◽  
Carolus P Paruntu ◽  
Billy Theodorus Wagey

This research was conducted in the waters of Tarabitan Peninsula, West Likupang North Minahasa using quadants transect method. The purpose of this study was to determine the community structure of seagrass found in that waters as initial information for sustainable management seagrass ecosystem . Field observation was conducted to identify the seagrass species, number of individuals/shoots, percent cover for each type of seagrass in those plotting quadrants. The result of this study documented 6 types of seagrass namely, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis and Halodule uninervis. The species composition and distribution of seagrass were varied and was dominated by Thalassia hemprichii was the most dominant seagrass species with a relative density of 55.55%, a relative frequency of 33.67%, 39.92% relative cover, an important value index of 129.03%, a diversity index of 1.30 belonging to this condition, moderate, the uniformity index of 0.72 is classified as high and the dominance index of 0.2 is classified as low. Based on Minister of Environment Decree Republic Indonesia No. 200 of 2004 concerning the status of seagrass beds, the condition of the seagrass beds in the waters of Tarabitan Village is classified as rich / healthy with a cover value of ≥ 60. Keywords : Seagrass Community, Species Composition,  distribution, Tarabitan Peninsula           Penelitian ini dilakukan di perairan Semenanjung Tarabitan Likupang Barat Minahasa Utara dengan menggunakan metode transek kuadran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas lamun yang terdapat di perairan tersebut sebagai informasi awal untuk pengelolaan lamun secara berkelanjutan. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi jenis lamun, jumlah individu/tegakan, persentase tutupan tiap jenis lamun pada tiap kuadran. Hasil penelitian ini mendokumentasikan 6 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis dan Halodule uninervis. Komposisi jenis dan sebaran lamun bervariasi dan didominasi oleh jenis lamun Thalassia hemprichii merupakan jenis lamun yang paling dominan dengan kerapatan relatif 55,55%, frekuensi relatif 33,67%, tutupan relatif 39,92%, indeks nilai penting 129,03%, indeks keanekaragaman 1,30 tergolong dalam kondisi sedang, indeks keseragaman 0,72 tergolong tinggi dan indeks dominansi 0,2 tergolong rendah. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004, kondisi padang lamun di perairan Desa Tarabitan tergolong kaya / sehat dengan nilai tutupan ≥ 60.Kata Kunci: Komunitas Lamun, Komposisi Jenis, Distribusi, Semenanjung Tarabitan


Jurnal Airaha ◽  
2020 ◽  
Vol 9 (02) ◽  
pp. 161-163
Author(s):  
Handayani Handayani ◽  
M. ALi Ulat ◽  
Amir M Suruwaky ◽  
Mustasim Mustasim ◽  
Abdul Gofir

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis dan komposis lamun, penutupan lamun,  kerapatan jenis lamun, dan sebaran lamun di Perairan Pulau Soop Kota Sorong-Papua Barat. Metode penelitian adalah eksploratif, yang mana pengambilan data keragaman jenis, komposisi dan kerapatan dilakukan menggunakan transek garis. Pengambilan data dengan Transek garis yang dilakukan pada setiap stasiun dengan cara posisi tegak lurus dengan garis pantai sepanjang  setiap 10 m. Setiap transek garis dilakukan pencatatan data pada setiap 10 m tersebut, yang dimulai dari tepi pantai sampai tubir atau kedalaman tertentu. Data primer meliputi jenis lamun, tipe substrat, kerapatan, dan estimasi tutupan serta titik koordinat luasan dan titik pengambilan sampel. Kemudian data di analisis dan dibuatkan dalam bentuk peta dengan menggunakan software Arc-gis 10.6. Berdasarkan hasil penelitian di Perairan Pulau Soop terdapat 7 jenis lamun yaitu yaitu jenis Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprici, Cymodocea serrulate, Thalassodendron ciliatum, Halophila ovalis, Enhalus acoroides dan Halodule uninervis. Penutupan lamun tertinggi di stasiun penelitian sebelah Utara perairan pulau Soop sebesar 51,58%, sedangkan penutupan lamun tertinggi di stasiun penelitian sebelah Selatan pulau Soop sebesar sebesar 38.35%. Luas sebaran lamun di sebelah utara dan selatan Perairan Pulau Soop sekitar 2.665.00 m2.


2017 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 74 ◽  
Author(s):  
Retno Hartati ◽  
Ibnu Pratikto ◽  
Tria Nidya Pratiwi

Isu blue carbon telah menjadi perhatian dunia, melalui konsep UNEP 2009 yang telah memasukan vegetasi padang lamun sebagai penyerap karbon di lautan. Penyerapan karbon yang disimpan melalui sedimen dan jaringan pada lamun dalam bentuk biomassa. Penelitian yang dilakukan di Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Sintok, Karimunjawa bertujuan untuk melihat tingkat kerapatan, tutupan  dan penyerapan karbon yang tersimpan dalam biomassa jaringan lamun (akar, rhizoma dan daun). Kerapatan serta tutupan lamun diukur dengan melakukan sampling lapangan menggunakan metode transek kuadrat 1m x 1m, identifikasi jenis lamun melihat panduan dari buku seagrasswatch. Hubungan kerapatan, biomassa dilakukan untuk melihat nilai kandungan karbon pada lamun. Sampling kerapatan, tutupan lamun dan nilai biomassa dilakukan pada semua titik, sedangkan untuk analisa karbon pada metode pengabuan dilakukan pada titik 50 m yang kemudian dikonversikan dengan nilai biomassa pada titik lainnya. Hasil pada penelitian ini ditemukan 8 jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor, dan Halophila decipiens. Cymodocea rotundata mendominasi dikedua lokasi dengan kerapatan mencapai 1030 ind/m2. Nilai biomassa dibawah substrat (554,54 gbk/m2) lebih besar dibandingkan nilai biomassa diatas substrat (342,72 gbk/m2) diikuti nilai kandungan karbon dibawah substrat (193,31 gC/m2) yang lebih besar dibandingkan nilai kandungan karbon diatas substrat (119,99 gC/m2). Total kandungan karbon pada lokasi Pulau Menjangan Kecil adalah 32,18 ton karbon/ha dan Pulau Sintok adalah 4,18 ton karbon/ha.


Jurnal Segara ◽  
2018 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
Author(s):  
Indarto Happy Supriyadi ◽  
Ricky Rositasari ◽  
Marindah Yulia Iswari

Padang lamun memiliki peran penting sebagai sumber utama produktivitas primer atau penghasil bahan organik, habitat untuk berbagai biota, tempat asuhan, tempat memijah, sumber makanan bagi biota langka dan penyokong keanekaragaman jenis-jenis biota laut serta bernilai ekonomis dari jasa ekosistem lamun. Aktivitas pembangunan di wilayah pesisir yang terus meningkat telah mengakibatkan kerusakan padang lamun di perairan timur pulau Bintan. Saat ini kajian terbaru terkait dengan kondisi lamun belum tersedia. Kajian ini dilakukan pada Mei dan September (2015-2016) dengan tujuan untuk mengetahui dampak perubahan tutupan lahan terhadap kondisi lamun di perairan timur pulau Bintan. Kondisi lamun ditentukan berdasarkan persentase tutupan lamun. Analisis perubahan penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak ENVI 5.1 dan ArcGIS 10.1. Pengukuran debit sungai dan penanganan sampel air dilakukan di lapangan dan laboratorium P2O-LIPI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbuka, perkebunan dan semak belukar pada DAS Kawal telah memberikan dampak menurunnya kondisi lamun khususnya di sekitar muara Sungai Kawal. Secara umum kondisi lamun di perairan timur Pulau Bintan menurun ditunjukkan dengan persentase tutupan lamun yaitu 46 % (2006) dan 41 % (2015). Dalam penelitian ini ditemukan tujuh spesies lamun, antara lain Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis, Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium.


2018 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 74 ◽  
Author(s):  
Supriadi Mashoreng ◽  
Muhammad Banda Selamat ◽  
Khairul Amri ◽  
Yayu Anugerah La Nafie

Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang berperan sebagai penyimpan karbon yang cukup penting.  Selama ini estimasi karbon tersimpan pada komunitas lamun masih dilakukan menggunakan metode pencuplikan secara langsung. Namun untuk kepentingan survey pada kawasan yang luas, cara tersebut membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu diperlukan metode untuk mengestimasi karbon tersimpan lamun dengan memanfaatkan citra satelit sehingga dapat dilakukan secara cepat, mudah dan murah. Sebagai tahap awal untuk mengestimasi karbon tersimpan menggunakan citra satelit, diperlukan model hubungan antara tutupan jenis lamun dengan karbon tersimpannya sebagaimana yang dilakukan pada penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2016 di Pulau Barranglompo Makassar. Penelitian diawali dengan mengambil biomassa 6 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis, Halophila ovalis dan Syringodium isoetifolium pada area seluas 25cm x 25 cm. Pengambilan biomassa setiap jenis lamun dilakukan untuk masing-masing jenis dengan 10 tingkatan persentase tutuapn lamun. sebanyak 10 kali pada persen tutupan jenis lamun yang berbeda-beda, mulai dari tutupan rendah sampai tutupan tertinggi yang ditemukan di lapangan. Penentuan penutupan lamun dilakukan dengan cara visual pada plot berukuran 50cm x 50cm. Selanjutnya dilakukan analisis karbon organik jaringan lamun (daun, rhizoma, akar dan seludang) masing-masing jenis, dengan ulangan 5 kali.  Hasil perkalian antara biomassa lamun dengan kandungan karbonnya merupakan karbon tersimpan lamun tersebut. Hubungan antara persen tutupan jenis lamun dan karbon tersimpan dianalisis menggunakan regresi polynomial.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada semua jenis lamun yang diamati, hubungan antara persen tutupan dengan simpan karbonnya mempunyai hubungan positif yang kuat. Koefisien determinasi, r2 berkisar 0,7413-0,9838 untuk simpanan karbon bagian bawah dan 0,8017-0,9683 untuk simpanan karbon bagian atas.


2019 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 42-47
Author(s):  
Refaldi Baihaqi

Lamun merupakan salah satu tumbuhan penyokong kehidupan dilaut, khususnya daerah pesisir.Banyak manfaat yang dihasilkan dari adanya ekosistem lamun atau seagrass baik untuk ekosistem dan biota di laut maupun bagi ekonomi dan sosial bagi masyarakat lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikanjenis- jenis, ciri-ciri dan manfaat lamun yang ada di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, khususnya di Pulau Pramuka, Provinsi DKI Jakarta. Metode yang digunakan adalah data lamun berupa jenis-jenis lamun dan ciri-cirinya. selain itu, ada wawancara bebas dengan petugas dari Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) dan melalui dokumen yang diperoleh melalui penelusuran dengan menggunakan kata kunci distribusi lamun, spesies lamun melalui internet.Analisis data berupa deskriptif analisis untuk memaparkan mengenai jenis dan ciri lamun serta status konservasinya. Hasil yang didapatkan terdapat 7 jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii dan Syringodium isoetifolium. manfaat lamun bagi daerah pesisir dan akibat yang ditimbulkan dari aktivitas manusia di daerah sekitar pesisiryang juga mempengaruhi kondisi komunitas lamun.


2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 14-21
Author(s):  
Puput Ika Putri ◽  
Febrianti Lestari ◽  
Susiana

Penelitian mengenai potensi sumberdaya lamun sebagai pencadangan kawasan konservasi telah dilakukan di Perairan Beloreng, Tembeling, Kabupaten Bintan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi ekologi sumberdaya lamun, mengetahui jenis biota yang berasosiasi di padang lamun, dan mengetahui tingkat kesesuaian sumberdaya lamun sebagai pencadangan kawasan konservasi di Perairan Beloreng, Tembeling, Kabupaten Bintan. Penelitian ini dilakukan dengan metode acak sebanyak 31 titik menggunakan plot berukuran 0,5 x 0,5 meter. Hasil penelitian ditemukan 5 jenis lamun yaitu, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, dan Halophila decipiens. Jenis biota yang dijumpai diantaranya kepiting rajungan (Portunus pelagicus), kerang kampak (Atrina pectinata), siput gonggong (Strombus turturella), ikan baronang (Siganus sp.), teripang jepun (Stichopus chloramatus), dugong (Dugong dugon) dan ular (Bungarus fasciatus). Tingkat kesesuaian sumberdaya lamun dilihat dari aspek ekologi, sosial dan budaya tergolong dalam kategori S2 (sesuai bersyarat) untuk dijadikan pencadangan kawasan konservasi lamun.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document