scholarly journals Prediktor Mortalitas Pasien HIV/AIDS Rawat Inap

2016 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 22
Author(s):  
Estie Puspitasari ◽  
Evy Yunihastuti ◽  
Iris Rengganis ◽  
Cleopas Martin Rumende

Pendahuluan. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Pengetahuan tentang karakteristik dan prediktor mortalitas dapat membantu dalam penatalaksanaan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor prediktor mortalitas pasien HIV/AIDS dewasa yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).Metode. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien rawat inap dewasa RSCM yang didiagnosis HIV/ AIDS selama tahun 2011-2013. Data klinis dan laboratorium beserta status luaran (meninggal atau hidup) dan penyebab mortalitas selama perawatan diperoleh dari rekam medis. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dilakukan pada tujuh variabel prognostik, yaitu jenis kelamin laki-laki, tidak dari rumah sakit rujukan, tidak pernah/putus terapi antiretroviral (ARV), stadium klinis WHO 4, kadar hemoglobin <10 g/dL, kadar eGFR <60 mL/min/1,73 m2 dan kadar CD4+ absolut ≤200 sel/ μL. Variabel yang memenuhi syarat akan disertakan pada analisis multivariat dengan regresi logistik.Hasil. Dari 606 pasien HIV/AIDS dewasa yang dirawat inap (median usia 32 tahun; laki-laki 64,2%), sebanyak 122 (20,1%) baru terdiagnosis HIV selama rawat dan 251 (41,5%) dalam terapi ARV. Median lama rawat adalah 11 (rentang 2 sampai 75) hari. Sebanyak 425 (70,1%) pasien dirawat karena infeksi oportunistik. Mortalitas selama perawatan sebesar 23,4% dengan mayoritas penyebabnya (92,3%) terkait AIDS. Prediktor independen mortalitas yang bermakna adalah stadium klinis WHO 4 (OR=6,440; IK 95% 3,701-11,203), kadar hemoglobin <10 g/dL (OR=1,542; IK 95% 1,015-2,343) dan laju filtrasi glomerulus (LFG) estimasi <60 mL/min/1,73 m2 (OR=3,414; IK 95% 1,821-6,402).Simpulan. Proporsi mortalitas selama perawatan sebesar 23,4%. Stadium klinis WHO 4, kadar hemoglobin <10 g/dL dan kadar eLFG <60 mL/min/1,73 m2 merupakan prediktor independen mortalitas pasien HIV/AIDS dewasa saat rawat inap.Kata kunci: HIV/AIDS, prediktor mortalitas  Predictors of Mortality in Hospitalized HIV/AIDS PatientsIntroduction. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) is a big problem that threatening in Indonesia and many countries in the world. The knowledge on the characteristics and prediction of outcome were important for patients management. There are no studies on the predictors of mortality in Indonesia. Methods. We performed a retrospective cohort study among hospitalized patients with HIV/AIDS in Cipto Mangunkusumo Hospital between 2011-2013. Datas on clinical, laboratory measurement, outcome (mortality) and causes of death during hospitalization were gathered from medical records. Bivariate analysis using Chi- Square test were used to evaluate seven prognostic factors (male sex, not came from referral hospital, never received/failed to continue antiretroviral therapy (ART), clinical WHO stage 4, hemoglobin level <10 g/dL, eGFR level <60 mL/min/1.73 m2 and CD4+ count ≤200 cell/μL). Multivariate logistic regression analysis was performed to identify independent predictors of mortality. Results. Among 606 hospitalized HIV/AIDS patients (median age 32 years; 64.2% males), 122 (20.1%) were newly diagnosed with HIV infection during the hospitalization and 251 (41.5%) had previously received ART. Median length of stay was 11 (range 2 to 75) days. There were 425 (70.1%) patients being hospitalized due to opportunistic infection. In-hospital mortality rate was 23.4% with majority (92.3%) due to AIDS related illnesses. The independent predictors of mortality in multivariate analysis were clinical WHO stage 4 (OR=6.440; 95% CI 3.701-11.203), hemoglobin level <10 g/dL (OR=1.542; 95% CI 1.015- 2.343) and eGFR level <60 mL/min/1.73 m2 (OR=3.414; 95% CI 1.821-6.402). Conclusions. In-hospital mortality rate was 23.4%. Clinical WHO stage 4, hemoglobin level <10 g/dL and eGFR level <60 mL/ min/1.73 m2 were the independent predictors of in-hospital mortality among hospitalized patients with HIV/AIDS. Keywords: HIV/AIDS, predictors of mortality

2020 ◽  
Author(s):  
VISIA LUH GITA

Human immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan salah satu sorotan dalam pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs). Ibu hamil dengan HIV akan berisiko menularkan kepada bayinya. Tes HIV merupakan gerbang pembuka status HIV yang sangat penting dilakukan pada ibu hamil. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kenapa ibu hamil banyak yang tidak melakukan test HIV/AIDS pada masa kehamilannya , ini tentunya merupakan tantangan terberat bagi pemerintah khususnya petugas kesehatan, untuk itu perlu adanya kerjasama yang baik anatara pemerintah, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait dalam pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs).


2018 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
Author(s):  
Fahruddin Kurdi

Pekerja Seks Komersial (PSK) merupakan kelompok yang sangat beresiko tertular dan menularkan HIV/AIDS. Tujuan penelitian adalah mengeksplorasi hambatan pencegahan penularan HIV/AIDS oleh PSK di Lokalisasi Klubuk Jombang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek penelitian ini adalah Pekerja Seks Komersial di Lokalisasi Klubuk Kabupaten Jombang pada tahun 2016, dengan kriteria telah bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial selama minimal 1 (satu) tahun di Lokalisasi. Jumlah partisipan yang diambil adalah 5 (lima) PSK yang berumur 19-38 tahun pada saat pengambilan data dari 130 (seratus tiga puluh) orang Pekerja Seks di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pekerja Seks Komersial mengakui bahwa mereka paham bahwa pemakaian kondom dapat mencegah penularan, tetapi ketika beraktivitas seksual kondom tidak selalu mereka gunakan. Kekerasan fisik dan psikologis kadang mereka dapatkan. Bargaining power mereka masih lemah dalam negosiasi pemakaian kondom dengan pelanggannya. Dukungan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS mereka dapat dari kelompok sebaya dan petugas. Perlu kerjasama lintas sektoral dan dinas terkait untuk memberikan intervensi pada komunitas Pekerja Seks Komersial ini sehingga peningkatan kasus HIV/AIDS di Jombang dapat ditekan.


2019 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 59
Author(s):  
Rahmah Fitrianingsih ◽  
Yulia Irvani Dewi ◽  
Rismadefi Woferst

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang mudah menular dan mematikan juga merusak sistem kekebalan tubuh.Kelompok yang rentan adalah IRT. Hal ini disebabkan perilaku pencegahan yang masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk  menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS dengan desain penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 100 orang responden yang diambil berdasarkan kriteria inklusi menggunakan teknik cluster sampling.Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang telah diuji validitas dan reabilitas. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan analisa bivariat menggunakan uji Chi Square untuk variabel faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS. Hasil penelitian analisis univariat menunjukkan mayoritas IRT berada dalam rentang usia 26-35 tahun (37%), beragama Islam (94%), pekerjaan wiraswasta (46%), istri yang tidak melakukan pemeriksaan HIV/AIDS (88%), dan suami yang tidak melakukan pemeriksaan HIV/AIDS (95%). Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan pengetahuan (p value 0.023) dan pendidikan ( p value 0.004) terhadap perilaku pencegahan. Variabel yang tidak berhubungan adalah sikap (p value 0.199), ekonomi (p value 0.641) dan lama menikah (p value 0.275) terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan IRT lebih peduli terhadap kesehatannya dengan melakukan upaya pencegahan HIV/AIDS.


Author(s):  
Christian W. McMillen

HIV/AIDS had been percolating in central Africa since the early twentieth century, but it appeared in its now recognizable form in the spring of 1981. Doctors in America spotted a strange increase in rare infections and Kaposi’s sarcoma, especially in sexually active gay men. In 1982, it was named acquired immune deficiency syndrome (AIDS). ‘HIV/AIDS’ explains that soon afterward the virus was identified as the human immunodeficiency virus (HIV), a complex retrovirus with several different identities. HIV makes its way into the body via infected fluids and can affect all members of society. There is no vaccine, but HIV/AIDS is now treatable, although access to drugs is uneven.


2016 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
Author(s):  
Ying Wang ◽  
Yongli Yang ◽  
Xuezhong Shi ◽  
Saicai Mao ◽  
Nian Shi ◽  
...  

Human immunodeficiency virus (HIV) infection and the acquired immune deficiency syndrome (AIDS) exhibit variable patterns among the provinces of China. Knowledge of the geographical distribution of the HIV/AIDS epidemic is needed for the prevention and control of AIDS. Thus, the cumulative number of reported cases of HIV/AIDS from the period 1985-2013, and the incidence rate of AIDS in 2013 were determined. Spatial autocorrelation analysis and hotspot analysis were conducted using ArcGIS10.2 to explore the spatial distribution of the HIV/AIDS epidemic. Both the thematic map and the global spatial autocorrelation Moran’s I statistics revealed a clustered distribution of the spatial pattern. A local spatial autocorrelation analysis indicated hotspots of AIDS incidence rate that were confined to the provinces of Guangxi, Yunnan and Sichuan. The hotspots encompassed Guangxi and Yunnan, while Henan Province displayed a negative autocorrelation with more variable numbers that included neighbouring regions. The <em>Getis-Ord G<sub>i</sub><sup>*</sup></em> statistics identified 6 hotspots and 8 coldspots for the incidence of AIDS, and 7 hotspots and 1 coldspot for the cumulative number of reported cases of HIV/AIDS. The spatial distribution pattern of the HIV/AIDS epidemic in China is clustered, demonstrating hotspots located in the Southwest. Specific interventions targeting provinces with severe HIV/AIDS epidemic are urgently needed.


Author(s):  
M. I. Diah Pramudianti ◽  
Tahono Tahono

The Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) is the presence of symptoms caused by Human Immunodeficiency Virus (HIV)which belongs to human retroviruses (retroviridae). Thrombocytopenia is a common finding in patients with HIV infection. HIV infectionmay induce thrombocytopenia through immune and non-immune mechanisms, autoimmune combination and inhibition of plateletproduction. The aim of this study is to analyze the correlation between thrombocyte and CD4 count in HIV/AIDS patients. This studyuses a cross sectional design with a total of 17 patients. The subject of this study is HIV/AIDS patients who came to and examined atVCT clinic, dr. Moewardi Hospital Surakarta. To analyze this result the researchers used Spearman (r) correlation with p<0.05, andconfidence interval 95%. Patients’ median age was 30 (21–49) years, 11 (64.7%) men and 6 (35.3%) women. The subjects with AIDSwere 11 (64.7%), and HIV were 6 (35.3%) patients. The duration of antiretroviral (ARV) was 7.5 (4–20) months in 10 subjects.The median of thrombocyte count was 203 (143–327)×103/μL, CD4 absolute 207 (5.0–734)/μL, and CD4 (% lymphocytes) 13.0(2.0–29.0)%. The thrombocyte count was not correlated with CD4 absolute (r=0.456; p=0.066) and CD4% (r=0.218; p=0.400). InHIV patients, low platelet counts will be the result of a host of problems and complications that are associated with the progressive HIVinfection or its management.


2021 ◽  
Vol 2 (9) ◽  
pp. 1475-1487
Author(s):  
Anton Charliyan

Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus – Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV & AIDS) Di Kota Tasikmalaya masih memiliki permasalahan dimana Kota Tasikmalaya adalah salsatu yang memiliki kasus infeksi HIV & AIDS tinggi di provinsi Jawa Barat. Untuk mengatasi masalah tingginya jumlah kasus penyakit HIV & AIDS yang terjadi di Kota Tasikmalaya, pemerintah Kota Tasikmalaya menetapkan sebuah peraturan dalam upaya melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS, yakni Perda Kota Tasikmalaya No. 2 Tahun 2008 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV & AIDS). Namun ternyata dari hasil observasi awal yang dilakukan penulis Perda tersebut belum sepenuhnya dapat diimplementasikan dengan baik, dapat dilihat dari (1) Kurangnya sosialisasi peraturan daerah tersebut kepada masyarakat, (2) Minimnya sumber daya manusia di KPA Kota Tasikmalaya, dimana belum seluruh anggota KPA mengetahui secara detail  pelaksanaan Perda tersebut. (3) Belum seluruh kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS dilakukan. Serta (4) belum terdapatnya sarana prasarana yang memadai dalam rangka pencegahan dan penanggulangan  HIV & AIDS.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah implementasi  kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV & AIDS) di Kota Tasikmalaya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik Purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang dilakukan berupa observasi, wawancara dan dokumentasi.teknik analisis data dengan, reduksi data, display data, seta penarikan kesimpulan, teknik keabsahan data dengan menggunakan triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Perda belum tersosialisasi dengan baik karena masing-masing pihak merasa mempunyai tugasnya sendiri, Dinas Kesehatan maupun KPA belum merata dalam mensosialisasikan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS dan belum mampu melaksanakannya. (2) Sumber daya manusia serta anggaran yang ada masih jauh dari cukup untuk mengimplementasikan Perda ini. (3) Struktur birokrasi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS di kota Tasikmalaya sudah cukup baik, hanya tinggal memaksimalkan kinerja masing-masing aktor dan kesadaran akan tanggung jawabnya tersebut. (4) Sikap para pelaksana atau implementor kebijakan ini masih terhambat oleh kesadaran dan aturan akan tugas dan fungsi masing-masing pihak dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS di Kota Tasikmalaya ini. Hal ini disebakan belum adanya Peraturan yang spesifik menggambarkan tugas masing-masing aktor. Kesimpulannya implementasinya belum efektf.


2018 ◽  
Author(s):  
Heti Susiyanti Pasaribu

Perilaku seksual beresiko merupakan suatu aktivitas seksual berkaitan dengan hubungan seks yang dilakukan individu dengan pasangan seksnya sehingga rentan tertular penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan tubuh pada manusia. Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV, atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya. Penyakit HIV/AIDS telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini memiliki window periode dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Berdasarkan angka kejadian kasus HIV/AIDS terdapat peningkatan diseluruh dunia, termasuk indonesia. Salah satu hal yang dianggap menjadi sumber penyebaran HIV/AIDS adalah perilau seks beresiko. Pemberian penyuluhan sebagai upaya penyebarluasan informasi mengenai HIV/AIDS guna peningkatan pengetahuan masyarakat diharapkan dapat menimbulkan sikap positif masyarakat terhadap HIV. Adapun penyampaian informasi dapat dilakukan dengan berbagai metode misalnya pendidikan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dapat berupa pamflet atau spanduk di tempat beresiko tinggi.


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 139
Author(s):  
Ni Kadek Putri Silvia Maha Dewi ◽  
Made Pasek Kardiwinata

ABSTRAK Persepsi adalah proses individu melakukan pengamatan melalui penginderaan terhadap objek tertentu yang kemudian diseleksi, diatur, serta diinterpretasikan untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti. Persepsi yang negatif dapat berpengaruh terhadap sikap dan penerimaan seseorang yang dapat memunculkan stigma dan diskriminasi. Tujuan penelitian ini mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan design penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional pada 102 responden yang dipilih secara non-probability sampling yaitu accidental sampling. Hasil univariat penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar mahasiswa FK Unud berada pada tingkat persepsi negatif yaitu sebesar 52,94%. Kemudian, variabel yang lebih besar proporsinya memiliki persepsi baik yaitu variabel jenis kelamin laki-laki, program studi kesehatan masyarakat, semester delapan, mahasiswa yang pernah berinteraksi dengan ODHA, mahasiswa yang pernah mengikuti organisasi terkait ODHA, dan mahasiswa yang memiliki status interaksi baik.  Didapatkan juga bahwa tingkatan semester dan intensitas interaksi memiliki hubungan yang signifikat dengan persepsi mahasiswa terhadap ODHA. Oleh karena itu, disarankan bahwa pihak Fakultas Kedokteran maupun Program Studi menyediakan program peningkatan pengetahuan mahasiswa FK tentang HIV/AIDS dengan cara mengintegrasikan ke acara-acara mahasiswa untuk dapat meningkatkan persepsi mahasiswa terhadap pasien khususnya ODHA. Kata Kunci: Persepsi, ODHA, Mahasiswa Fakultas Kedokteran.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document