Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

432
(FIVE YEARS 42)

H-INDEX

3
(FIVE YEARS 1)

Published By Badan Penelitian Dan Pengembangan Kemdikbud

2528-4339, 2460-8300

2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 198-214
Author(s):  
Didik Biantoro ◽  
Thia Jasmina

Kementerian Keuangan telah mengalokasikan tunjangan profesi guru dan tambahan penghasilan guru masing-masing sejak 2010 dan 2009. Tambahan penghasilan dan tunjangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan, kompetensi, dan profesionalisme guru sehingga dapat meningkatkan capaian pembelajaran siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tunjangan profesi guru dan tambahan penghasilan guru terhadap capaian pembelajaran siswa SMP Negeri di Indonesia tingkat kabupaten/kota tahun 2018-2019.  Penelitian ini menggunakan analisis data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi tunjangan profesi guru berhubungan positif dengan capaian pembelajaran siswa SMP Negeri. Sedangkan tambahan penghasilan tidak  ada hubungannya. Variabel kontrol yang berhubungan dengan capaian pembelajaran siswa adalah rasio siswa-guru, persentase guru berpendidikan minimal sarjana, produk domestik regional bruto per kapita, dan angka harapan hidup. Sedangkan yang tidak berhubungan adalah rasio siswa-rombongan belajar dan persentase penduduk miskin. Tunjangan profesi guru secara tidak langsung meningkatkan capaian pembelajaran siswa melalui peningkatan kompetensi dan kinerja guru. Dengan koordinasi pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan realisasi anggaran tunjangan profesi guru, diharapkan akan meningkatkan kompetensi guru yang pada gilirannya akan meningkatkan capaian pembelajaran siswa.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 187-197
Author(s):  
Berliany Nuragnia ◽  
Nadiroh ◽  
Herlina Usman

Pembelajaran STEAM berperan penting dalam pendidikan abad 21. Guru sebagai salah satu aspek kunci dari implementasi pendidikan memegang peran penting dalam pelaksanaan pembelajaran STEAM. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor implementasi pembelajaran STEAM di sekolah dasar dan tantangan apa saja yang dihadapi guru sekolah dasar dalam implementasi STEAM. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode survei.  Sebanyak 32 guru sekolah dasar daerah Jawa Barat dan Banten menjadi partisipan dalam penelitian ini. Proses pengumpulan data dilakukan melalui angket mengenai implementasi pembelajaran STEAM  dan tantangan pembelajaran STEAM. Hasil penelitian menunjukan bahwa guru telah mengimplementasikan pembelajaran STEAM dengan mempraktikkan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik, pembelajaran dengan model inkuiri dan berbasis masalah, evaluasi, refleksi, kolaborasi, serta melaksanakan pembelajaran yang terintegrasi baik secara konten maupun keterampilan. Adapun tantangan yang diungkapkan guru dalam implementasi pembelajaran STEAM  adalah tantangan pedagogik, teknis, fasilitas, sumber pembelajaran STEAM  dan waktu pelaksanaan STEAM.  Dapat disimpulkan bahwa guru telah melaksanakan kegiatan pembelajaran yang mengarah pada pembelajaran STEAM. Akan tetapi, perlu diadakan pelatihan teknis untuk guru berkaitan dengan teknis implementasi STEAM dan penyediaan fasilitas penunjang terutama fasilitas berbasis teknologi untuk mendukung implementasi STEAM di sekolah dasar.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 173-186
Author(s):  
Arif Sofianto ◽  
Mursid Zuhri

Abstract: Online learning during the Covid 19 pandemic had implications for the quality of education, on the other hand it led to innovation. The objectives of this study are: 1) To analyze the condition of senior high school in the Covid-19 pandemic era in Central Java (problems and progress); 2) Identifying the readiness of teachers and schools; 3) Identifying the need for quality education; and 4) Analyze the policies needed to improve the quality of education in the era of the Covid-19 pandemic. This research is descriptive, mixed method approach, qualitative and quantitative. This research involving 260 informants (principal, teachers, parents, and students). This study also used a survey method involving 84 principals, 831 teachers, 4,124 parents and 10,048 students. The data collection instruments were questionnaires and FGD. Qualitative analysis uses an interactive model developed by Miles and Huberman, quantitative analysis is descriptive, namely mean and percentage. The conclusions of this study: First, education in the Covid-19 pandemic era with a home learning strategy (daring) faces the problem of lack of facilities and infrastructure, mastery of technology, quota/internet data packages, internet network/signal. The advantages are increased mastery of technology, learning innovation, introduction of new methods, time/ energy/cost efficiency. Second, many teachers were not ready, but schools had also prepared adequate facilities, and encouraged new innovations. Third, what is needed to realize quality education through increasing the capacity of teachers, subsidizing facilities and infrastructure, improving the education system, and learning innovation. Fourth, the policy required is the implementation of a blended learning system, e-learning/LMS, curriculum adjustments, and encouraging innovation.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 145-157
Author(s):  
Billy Antoro ◽  
Endry Boeriswati ◽  
Eva Leiliyanti

Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) telah bergulir selama lima tahun sehingga program ini perlu dievaluasi keberhasilannya di ranah satuan pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kegiatan literasi terhadap prestasi belajar siswa di SMP Negeri 107 Jakarta. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII dan kelas IX berjumlah 216 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh kegiatan literasi terhadap prestasi belajar siswa SMP Negeri 107 Jakarta. Kegiatan literasi yang telah berjalan juga kurang efektif karena 1) siswa terlalu berfokus pada kegiatan merangkum daripada memahami bacaan, 2) tidak semua guru melakukan kegiatan tindak lanjut berupa tanggapan secara lisan dan tulisan, 3) tidak semua siswa memiliki kemampuan menggunakan strategi membaca, 4) tidak semua siswa menggunakan strategi membaca untuk memahami teks, dan 5) jumlah siswa yang menggunakan sumber nonpelajaran untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran belum terlalu banyak.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 158-172
Author(s):  
Samsudin Arifin Dabamona ◽  
Imran Syafei M. Nur ◽  
Anwar Moch. Roem ◽  
Mohammad Aldrin Akbar
Keyword(s):  

Penelitian yang mengkaji antara metode pembelajaran tur studi dan etnografi relatif sangat terbatas khususnya dalam konteks Indonesia. Penelitian ini mengkaji pemahaman mahasiswa terhadap etnografi Papua dan tantangan melakukan tur studi etnografi berdasarkan refleksi terhadap model pembelajaran ini. Partisipan dalam penelitian adalah mahasiswa Universitas Yapis Papua, Jayapura, yang berpartisipasi dalam program tur studi ke Museum Lokabudaya, Universitas Cenderawasih. Penelitian mengadopsi penelitian kualitatif dengan metode grounded theory. Data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan melalui proses pengkodean dengan pendekatan induktif dan dengan bantuan software NVivo (12). Hasil dari analisis data membentuk beberapa kategori di antaranya budaya dan konteks (pemahaman budaya lokal), eksplorasi budaya dan keterhubungan, serta melihat budaya dalam perspektif berbeda. Hasil penelitian juga memberi gambaran tantangan tur studi berdasarkan refleksi partisipan. Kesimpulan, partisipan menunjukkan transformasi pemahaman budaya dan nilai-nilai yang lebih luas dengan tidak hanya berfokus pada budaya dan suku yang ditampilkan di museum, tetapi juga menghubungkan dengan budaya yang dibawa dan melekat pada diri partisipan. Meskipun demikian, fungsi kontrol dalam tur studi merupakan kelemahan terbesar dan dapat memberi pengaruh terhadap hasil dan tujuan pembelajaran.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 130-144
Author(s):  
Hardiyanti Pratiwi

Pandemi COVID-19 mengakibatkan penutupan sekolah dan perpindahan ke pembelajaran daring secara mendadak tanpa ada persiapan yang matang. Pemerintah melalui Kemendikbud menetapkan program belajar dari rumah untuk semua jenjang pendidikan, tidak terkecuali pendidikan anak usia dini yang di dalamnya termasuk Raudhatul Athfal (RA). Identifikasi permasalahan program belajar dari rumah yang diterapkan pada lembaga RA di daerah terpencil menjadi penting sebagai langkah awal usaha perbaikan kualitas dan kesetaraan pendidikan bagi seluruh anak. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan melibatkan 24 guru RA dan 20 orang tua anak didik di kecamatan Aluh-Aluh kabupaten Banjar. Hasil penelitian mengungkapkan beberapa permasalahan yang dihadapi guru RA dalam melaksanakan program belajar dari rumah bagi anak usia dini, yaitu kesenjangan internet dan teknologi digital, kesulitan adaptasi kurikulum darurat, rendahnya kompetensi guru berkaitan dengan pendidikan jarak jauh (PJJ); kurang sinergisnya komunikasi guru-orang tua, dan rendahnya tingkat kesadaran orang tua terhadap pendidikan bagi anak usia dini. Jika dibiarkan, permasalahan ini dapat memperluas kesenjangan akses pendidikan khususnya bagi anak usia dini di daerah terpencil.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 117-129
Author(s):  
Ika Ayuningtyas

Artikel ini bertujuan mengukur kesempatan anak usia 7-18 tahun di Kalimantan Timur dalam mendapatkan akses pendidikan. Pengukuran kesempatan menggunakan Human Opportunity Index (HOI)yang dikembangkan oleh Bank Dunia. Indeks ini digunakan untuk melihat keadaan di luar kendali seorang anak dan menentukan kesempatan mereka untuk mendapatkan pendidikan. Hasil analisis data Survei Sosial Ekonomi Nasional Maret 2020 menunjukkan hampir seluruh anak usia 7-15 tahun di Kalimantan Timur telah dapat mengakses pendidikan dasar. Namun demikian, masih terdapat ketimpangan kesempatan terhadap akses pendidikan menengah pada anak usia 16-18 tahun. Tidak terdapat perbedaan akses pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan di kedua jenjang pendidikan. Faktor latar belakang keluarga, yakni pendidikan kepala keluarga dan kondisi ekonomi, serta tempat tinggal anak menjadi faktor yang berpengaruh terhadap ketimpangan akses menuju pendidikan menengah. Tingkat ketimpangan akses pendidikan menengah lebih rendah di wilayah perdesaan dibandingkan wilayah perkotaan. Reformasi kebijakan di bidang pendidikan sangat diperlukan untuk menghilangkan keterkaitan antara akses pendidikan anak dengan keadaan di luar kontrol seorang anak, seperti latar belakang keluarga atau tempat tinggal. Kebijakan yang bisa diambil antara lain memperbanyak jumlah sekolah menengah, serta meningkatkan akses transportasi dan infrastruktur jalan untuk mempermudah akses pendidikan.


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 107-116
Author(s):  
Prasetyo Listiaji ◽  
Subhan Subhan

Saat ini guru dituntut memiliki kemampuan mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran untuk menjawab tantangan pembelajaran di abad 21. Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi TIK guru adalah dengan menerapkan pembelajaran literasi digital di perguruan tinggi yang mencetak lulusan calon guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran literasi digital pada kompetensi TIK mahasiswa calon guru. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif berupa survei kepada mahasiswa Program Studi Kependidikan sebagai calon guru dan selanjutnya dilakukan wawancara untuk proses triangulasi data. Subjek penelitian adalah mahasiswa calon guru di Universitas Negeri Semarang. Hasil survey menunjukan kedua kelompok responden memiliki kompetensi TIK yang baik. Namun setelah diteliti lebih dalam dari data triangulasi hasil wawancara komptensi TIK, calon guru yang telah memperoleh pembelajaran literasi digital lebih unggul pada aspek pemahaman TIK dalam pendidikan, organisasi, dan administrasi, dan pembejajaran guru profesional. Pengaruh pembelajaran digital terhadap kompetensi TIK calon guru pada ketiga aspek tersebut menjadi rekomendasi diterapkannya pembelajaran literasi digital pada perguruan tinggi yang mencetak calon guru.  Currently, teachers are required to have the ability to integrate ICT in learning to answer the challenges of learning in the 21st century. One of the efforts to improve teachers’ ICT competencies is to implement digital literacy learning in universities that produce prospective teacher graduates. This study aims to determine how the effect of digital literacy learning on the ICT competence of pre-service teacher students. The research uses a quantitative approach which is carried out in the form of a survey to students of the Education Study Program as pre-service teachers and then interviews are carried out for the data triangulation process. The research subjects were pre-service teacher students at Universitas Negeri Semarang. The survey questionnaire was developed based on the indicators of teacher ICT competence according to UNESCO which consists of 6 aspects. The survey results show that both groups of respondents have good ICT competencies. However, after a more in-depth investigation of the triangulation data from the ICT competency interviews, preservice teachers who have obtained digital literacy learning are superior in aspects of understanding ICT in education, organization and administration, and teaching professionalteachers. The influence of digital learning on the ICT competence of pre-service teachers in these three aspects becomes a recommendation for the implementation of digital literacy learning in universities that create pre-service teachers.


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 54-77
Author(s):  
Nur Muhammaditya ◽  
Sudarsono Hardjosoekarto

Artikel ini bertujuan menganalisis divergensi aktor-individual dalam pengelolaan bank soal digital menghadapi kebutuhan pemanfaatan big data pada masyarakat era 5.0. Kompleksitas divergensi tata kelola organisasi dilihat dari pendekatan berpikir sistem dimulai dari identifikasi permasalahan, pembuatan model konseptual, serta usulan yang berbasis tindakan secara menyeluruh dari setiap pemangku kepentingan. Ragam metode berpikir sistem yang digunakan berupa Soft Systems Methodology untuk menjawab pertanyaan penelitian yang menganalisis secara keseluruhan pemikiran, perkataan, dan tindakan pemilikmasalah. Hasil dari pendekatan sistem menunjukkan, transformasi digital di dalam pengelolaan bank soal mengalami hambatan ketercapaian pemanfaatan big data karena adanya divergensi institusional berupa hibridasi tata kelola administrasi publik yang disebabkan oleh mekanisme power, attraction, dan mimesis. Solusi yang dapat dilakukan dalam mendorong percepatan transformasi digital pertama terletak pada aspek power di level makro perlu adanya tata ulang aturan kelembagaan tranformasi digital yang terarahdan spesifik. Kedua pada aspek attraction perlu adanya penguasaan kompetensi bahasa pemrograman, data base enginering, dan data mining di setiap pegawai yang terlibat. Ketiga, pada aspek mimesis, organisasi dapat merujuk pada praktik terbaik keberhasilan organisasi lain. Kesimpulan penelitian menunjukkan terdapat dua belas aktivitas divergensi aktor individual yang menyebabkan hibridasi administrasi publik dan empat di antaranya mendukung perwujudan tranformasi digital. This article aims to analyze the divergence of individual actors in managing digital item banks in facing the needs of using big data in the 5.0 eras. The complexity of divergence in organizational governance captured from the systems thinking approach starting from the problems of making, conceptual models, and based on the overall actions of each stakeholder. Various systems thinking methods are used in the form of Soft Systems Methodology to answer research questions that analyse the overall thoughts, words, andactions of the problem owner. The results of the systems approach show that digital transformation in bank management is experiencing obstacles to achieving the use of big data due to institutional divergences in the form of hybridization in public administration governance caused by power, attractiveness and mimesis. The solution that can be done in encouraging the acceleration of the first digital transformation lies in the aspect of power at the macro level, there is a need for a directed and specific restructuring of the digitaltransformation institutional rules. Second, in the aspect of attraction, it is necessary to master the competence of programming languages, database techniques, and data mining for every employee involved. Third, in the mimetic aspect, organizations can refer to the best practices of other organizations’ success. The conclusion of the study shows that there are twelve individual actor-divergent activities that cause hybridization of public administration and four support the realization of the digital transformation.


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 78-92
Author(s):  
Dimas Aldi Pangestu ◽  
Wahyu Bagja Sulfemi ◽  
Yusfitriadi

Tujuan artikel ini adalah mengetahui hakikat dari merdeka belajar berdasarkan pemikiran merdeka belajar Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara dan mengetahui persamaan serta perbedaannya. Metode yang digunakan pada artikel ini adalah metode sejarah yang terdiri dari pemilihan topik, heuristik, kiritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hakikat Merdeka belajar, berdasarkan pemikiran pendidikan para pendiri bangsa Indonesia, adalah mengakui hak-hak manusia secara kodrati untuk memperoleh pembelajaran dan pengelaman secara bebas yang bertujuan menciptakan manusia yang berkarakter, manusia baru dan masyarakat baru. Persamaan pemikiran merdeka belajar dari Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara adalah mendidik manusia dengan jiwa yang merdeka supaya menjadi manusia yang berkarakter, bersumber dari kebudayaan dan kandungan dari bangsanya sendiri, dan mempunyai objek pendidikan yaitu manusia. Sementara perbedaan dari pemikiran tokoh-tokoh terletak pada peruntukan merdeka belajar. Soekarno memandang merdeka belajar untuk menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Mohammad Hatta berpendapat bahwa merdeka belajar berperan dalam mengembangkan kemampuan peserta didik. Sjahrir menyatakan merdeka belajar untuk membangun stabilitas politik dan bukan menetapkan tujuan-tujuan pendidikan yang pragmatis. Ki Hadjar Dewantara berpandangan merdeka belajar sebagai pendidikan sesuai kodrat alam. Merdeka belajar mengakui kodrat manusia dan membebaskan manusia memperoleh pembelajaran dan pengalaman. Merdeka belajar diperuntukan sebagai pelaksanaan pembelajaran, pengembangan peserta didik, menciptakan stabilitas, dan pengakuan terhadap kodrat manusia. This article is to find out the philosophy of freedom to learn based on founders' thoughts both similarities and differences. I use historical method consisting of topic selection, heuristics, criticisms of sources, interpretation, and historiography. Freedom to learn, based on the educational ideas of the founding fathers of Indonesia, is recognizing human rights to gain free learning and experience to create human characters, new humans, and a new society. The similarity of freedom to learn is to educate humans with an independent spirit to become human beings with character, originating from the culture and content of their nation, and having an educational object (humans). Soekarno saw freedom to learn to create comfortable and enjoyable learning. Mohammad Hatta argues that freedom to learn plays a role in developing students' abilities. Sjahrir stated that he could learn to build political stability and not set pragmatic educational goals. Ki Hadjar Dewantara has the view that freedom to learn is education by nature. Freedom to learn recognizes human nature and frees humans to learn and experience. Freedom to learn is showed as the implementation of learning, the development of students, creating stability, and recognition of human nature. 


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document