Gorontalo Journal of Forestry Research
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

32
(FIVE YEARS 10)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Gorontalo

2614-204x, 2614-2058

2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 55
Author(s):  
Muhammad Alfatikha ◽  
Susni Herwanti ◽  
Indra Gumay Febryano ◽  
Slamet Budi Yuwono

Agroforestri berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan masyarakat khususnya di pulau-pulau kecil. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi jenis tanaman agroforestri yang mendukung ketahanan pangan rumah tangga di Pulau Pahawang. Analisis penelitian menggunakan deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data berupa wawancara, observasi lapang dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis tanaman yang ditemukan pada lahan agroforestri terdiri dari 6 jenis sayur-sayuran, 8 jenis buah-buahan, 5 jenis umbi-umbian dan 2 jenis biji-bijian yang termasuk kedalam 18 famili, dimana keberadaannya cukup mampu membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya, sehingga apabila sewaktu-waktu masyarakat tidak mampu membeli kebutuhan diluar karena adanya permasalahan seperti bencana alam, maka keberadaan agroforestri mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. 


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 99
Author(s):  
Hadijah Azis Karim
Keyword(s):  

Burung Maleo (Macrocephalon maleo) merupakan satwa endemik dan dilindungi karena keberadaannya yang terancam punah, sehingga dikategorikan endangered oleh IUCN dan termasuk appendix I CITES. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui dugaan populasi dan perilaku bertelur burung maleo. Metode yang digunakan adalah consentration count dilakukan pada 2 lokasi stasiun pengamatan yaitu sarang bertelur dan sarang tidur yang meliputi data perjumpaan langsung (visual) seperti waktu, lokasi, jumlah individu, nisba kelamin dan aktifitas satwa dan data non visual meliputi jumlah sarang dan produksi telur, sedangkan untuk pengamatan perilaku bertelur menggunakan metode Focal Animal Sampling. Pengamatan di habitat sarang peneluran diperoleh dugaan populasi burung maleo sebesar 2 individu/pengamatan dengan kepadatan populasi 8,57 individu/ha. Sedangkan Non visual dihabitat sarang peneluran ditemukan 1 telur burung maleo. Pada pengamatan perilaku bertelur, teramati 5 perilaku burung maleo yang teramati selama berada dilokasi bertelur yaitu observasi, menggali, bertelur, menutup lubang, dan membuat lubang tipuan. Durasi bertelur burung maleo selama berada dilokasi bertelur berlangsung selama 1-3 jam.


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 90
Author(s):  
Andi Nurul Mukhlisa

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi sebaran getah pinus di kabupaten Bone. Selain produktivitas dan aliran pemasaran yang dapat dilakukan juga menjadi focus penelitian ini. Metode yang digunakan menggunakan metode sosial data kuesioner dengan melibatkan responden. Hasil penelitian menunjukkan terdapatnya luasan izin pemungutan getah pinus seluas 7980 ha dengan produktivitas sebesar 2977 ha. Kerjasama yang dilakukan dengan memanfaatkan mitra pengumpul getah pinus, aliran pemasaran dapat menjangkau pasar internasional. Saat ini hasil getah pinus disebar pada pasar local, pasar nasional dan pasar internasional.Kata kunci: getah pinus, aliran pemasaran, potensi pinusABSTRACTThis study aims to analyze the potential distribution of pine sap in Bone district. In addition to productivity and marketing flows that can be done are also the focus of this research. The method used is a social data questionnaire method involving respondents. The results showed that there was a pine sap harvesting permit area of 7980 ha with a productivity of 2977 ha. The cooperation is carried out by utilizing pine sap collection partners, the marketing flow can reach the international market. Currently the pine sap is distributed to local markets, national markets and international markets.Keywords: pine sap, marketing flow, potency of pine


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 64
Author(s):  
Rr. Retno Sugiharti ◽  
Kartika Sari

Strategi untuk memanfaatkan sumberdaya lokal secara optimal salah satunya dengan upaya pengembangan pariwisata khususnya dengan tema Ekowisata. Wilayah Lembah Merapi-Merbabu adalah kawasan ekowisata unggulan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Oleh karena itu, penelitianN ini Bbertujuan:  (1) mengidentifikasikan potensi wisata pada kawasan ekowisata Sub 1 A (2) menyusun strategi pengembangan ekowisata di Kawasan Strategis Parwisata  Sub 1 A.  Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan analisis deskriptif dan SWOT, yang nantinya akan dihasilkan beberapa strategi dengan prioritas strategi diversifikasi dalam mengimplementasikan strategi tersebut. Penelitian menunjukkan hasil bahwa daya tarik wisata yang terdapat pada Kawasan Strategis Parwisata  B sub 1 a sangat beragam.


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 79
Author(s):  
Erni Mukti Rahayu

Pulau Menjanganmerupakan kawasan dalam Taman Nasional Bali Barat (TNBB) yang tergolong kawasan pelestarian alam yang memiliki vegetasi yang beragam, khususnya ekosistem darat dan ekosistem laut. Ekosistem darat terdiri hutan dataran rendah, savana, dan hutan pantai. Keberadaan vegetasi di Pulau Menjangansangat penting guna mendukung fungsi kawasan dalam pelestarian alam. Namun, data tentang vegetasi pada kawasan Pulau Menjanganmasih sangat terbatas. Oleh sebab itu perlu adanya penelitian tentang analisis vegetasi dimana nantinya dapat dimanfaatkan sebagai sumber data atau informasi pada kawasan Pulau MenjanganTNBB. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Jenis tumbuhan dan Indeks Nilai Penting, Indeks Keragaman jenis, Indeks Kekayaan Jenis, dan Indeks Kemerataan vegetasi hutan yang berada di kawasan Pulau MenjanganTaman Nasional Bali Barat. Metode pengambilan data menggunakan metode transek dengan IS 1%, petak ukur yang digunakan adala 2x2 meter untuk semai, 5x5 meter untuk pancang, 10x10 meter untuk tiang, dan 20x20 meter untuk pohon. Hasil Analisis Vegetasi Indeks Nilai Penting tingkat pohon didominasi oleh Acacia leucophloea (Roxb) Willd pada habitat hutan pantai yaitu sebesar 107.63%, habitat savana sebesar 172,33%, dan hutan dataran rendah sebesar 48,78%. Vegetasi tingkat tiang pada habitat hutan pantai Pemphis acidula Forst sebesar 94.85% sedangkan untuk savana Azadirachta indica A. Juss sebesar 106,49% dan hutan dataran rendah dengan INP sebesar 68,34% yaitu Schoutenia ovata Korth. Vegetasi tingkat pancang pada habitat hutan pantai yaitu Ceriops tagal (Pers) CBRob dengan INP sebesar 86.09%, sedangkan untuk savana INP tertinggi sebesar 105.75% pada Azadirachta indica A. Juss, dan hutan dataran rendah yaitu Rauvolfia serpentina (L) Benth dengan INP 35.95%. Vegetasi tingkat semai pada hutan pantai yaitu Caesalpinia bonduc (L) Roxb dengan INP yang didapat 30.04% dan savana terdapat pada Cleoma viscosa Linnaeus dengan INP 67.77%, sedangkan untuk hutan dataran rendah yaitu Rauvolfia serpentina (L) Benth 60.42%. INP tersebut menunjukkan bahwa keadaan vegetasi yang baik dan terdapat beberapa jenis pohon yang mendominasi hal ini karena keadaan hutan merupakan hutan alam sehingga pertumbuhannya ada yang bersifat dominan dan tertekan. Indeks keanekaragaman tumbuhan di Kawasan Pulau Menjangan, Taman Nasional Bali Barat tergolong dalam kategori sedang pada hutan dataran rendah dimana didapat hasil sebesar 2.65. Indeks kekayaan jenis didapat hasil 5,24 yang menandai bahwa kekayaan jenis tergolong tinggi pada hutan pantai. Indeks kemerataan jenis diperoleh hasil dalam kategori merata karena nilai indeks kemerataan spesies berada pada nilai 1.61.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 11
Author(s):  
Jamalia Boinau ◽  
Daud Sanda Layuk ◽  
Dian Puspaningrum

ABSTRAK Burung merupakan salah satu jenis satwa yang sangat terpengaruh keberadaannya akibat alih guna lahan hutan, terutama pada lahan-lahan monokultur seperti perkebunan kakao. Hilangnya pohon hutan dan tumbuhan semak, hilang pula tempat bersarang, berlindung dan mencari  makan bagi berbagai jenis burung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung di berbagai tipe habitat yaitu kakao campuran, kakao tanpa naungan dan kakao tepi hutan. Penelitian ini menggunakan motedo titik hitung (point count). Pengamatan dilakukan pada pukul 06.00-09.00 WITA pagi hari dan 15.00-18.00 WITA pada sore hari. Semua burung yang tertlihat dan terdengar pada radius 200 m dihitung dan dicatat jenisnya. Hasil penelitian ini menunjukan keanekargaman jenis burung  pada seluruh areal masuk dalam kategori sedang yaitu H’= -2,60 dan kelimpahan 100.000 ind per ha dengan jumlah jenis sebanyak 67 dari 33 famili. Tidak ada perbedaan kemelimpahan antar tiga tipe habitat karena kesamaan vegetasi pada seluruh areal yang menjadi sumber pakan bagi beragai jenis burung dan juga jenis burung yang umum ditemukan. Indeks kesamaan jenis secara keseluruhan tidak mencapai 50% yang berarti indeks kesamaan jenis relatif rendah. Tidak ada perbedaan respon terhadap tiga tipe habitat yang berbeda, disebabkan karena tipa tipe habitat yang memiliki stuktur penyusun hutan dan vegetasi yang berbeda-beda.Kata Kunci: Burung, Habitat, Keanekaragaman.    ABSTRACKBird is one of animals which very influence their existence cause by the use of forest, especially on monoculture land such as cacao garden. Theloss of forest trees, bush, and nesting place, protection and food supply of many types of bird. This research aims at investigating the diversity and abundance bird in many habitat types such as cacao mixture, cacao without shade cacao and forest edge cacao. This research used point count method. The observation was conduct at 06.00-09.00 WITA Morning and 15.00-18.00 in the afternoon. Every bird which seen and heard on radius 200 m is counted and listed in every types. The findings reveals that the diversity of bird on type three is include in Medium category which is H’= -2,60 and abundance 100.000 ind/ha with total of type are 67 from 33 family. there is no difference of abundance between three types of habitat, because the similar vegetation i\on all area which become source of many types aof birds and general bird. index of type similarity  is not reach 50% which means index of relatively low species similarity. There is no difference response toward three types of different types of habitat, caused by types of habitat which has structure different forest compilers.Keywords: Birds, Habitat, Diversity.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Ani Fitriyani ◽  
Melya Riniarti ◽  
Duryat Duryat

ABSTRAK Hutan Desa Sukaraja merupakan hutan lindung yang dimanfaatkan oleh masyarakat melalui pengelolaan dengan sistem agroforestri dan pemungutan hasil hutan bukan kayu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai jenis dan jumlah HHBK dari tanaman MPTs serta menduga potensi HHBK dari tanaman MPTs pada masa yang akan datang berdasarkan ketersediaannya di masa kini. Data dikumpulkan melalui analisis vegetasi pada 29 plot contoh yang diambil berdasarkan metode SRS (Simple Random Sampling). Untuk memprediksi penambahan jumlah MPTs 1 sampai 4 tahun yang akan datang dilakukan pengamatan pohon pada fase tiang dan pancang. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 11 jenis tanaman MPTs yang dimanfaatkan hasil hutan bukan kayunya oleh masyarakat Desa Sukaraja yaitu durian, cengkeh, pala, petai, alpukat, kemiri, mangga, nangka, jengkol, melinjo dan duku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hingga beberapa tahun yang akan datang pohon cengkeh dan durian masih menjadi MPTs yang paling banyak dimanfaatkan dan ditanam oleh masyarakat. Sedangkan mangga dan kemiri merupakan HHBK yang produksinya akan stagnan atau bahkan mengalami penurunan dalam kurun waktu 1-4 tahun yang akan datang. Kata Kunci : HHBK, MPTs, Hutan Desa, KHP Rajabasa  ABSTRACT Sukaraja Village Forest is a protected forest that is utilized by the community through agroforestry system and collection of non-timber forest products to improved community welfare. This study aimed to obtain data on the types and numbers of NTFPs from MPTs and to estimate the potential of NTFPs from MPTs in the future based on their availability in the present. Data was collected through vegetation analysis with 29 sample plots taken based on the SRS (Simple Random Sampling) method. To predict the increase of amount of MPTs in 1-4 years, observed of trees in the pole and sapling phases. The results showed that there were 11 types of MPTs that were utilized by non-timber forest products by the people of Sukaraja Village, that were Durio Zibethinus, Eugenis aromaticum, Phitecellobium lobatum, Parkia spesiosa, myristica fragnans, Artocarpus heterophyllus, Lansium domesticum, Persea americana, Alueuritas moluccanus, Gnetum gnemon and Mangifera indica. The results showed that for the next few years Eugenia aromaticum and Durio zibethinus trees were still the most widely used and planted by the community. While production of Mangifera indica and Alleurites moluccanus were the NTFPs that will be stagnate or even decline in the next 1-4 years. Keywords : NTFPs, MPTs, Village Forest, KPH Rajabasa


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 31
Author(s):  
Murni Djabar ◽  
Nurnaningsih Utiarahman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha berdasarkan aspek finansial dan tingkat sensivitas usaha budidaya ulat sutera. Data berupa arus kas tunai dianalisis menggunakan kriteria kelayakan investasi, yaitu  Net  Present  Value  (NPV), Internal  Rate  or  Return  (IRR),  Gross  Benefit-Cost  Ratio  (gross  B/C),  dan Payback Period. Hasil dari penelitian ini NPV  pada  skala  usaha  I menghasilkan  nilai  sebesar  Rp  78,342,373  dan  nilai NPV pada skala usaha II menghasilkan  nilai  sebesar  Rp  432,249,449. Sedangkan nilai NPV pada skala usaha II sebesar Rp984,209,943. Berdasarkan kriteria kelayakan NPV, budidaya ulat sutera skala usaha I, II dan II layak dilaksanakan karena nilai NPV > 0. Nilai IRR pada skala usaha I, II dan III masing-masing 19.73%, 23.74%dan 26.95% lebih tinggi dari tingkat diskonto 12.50%. Dengan demikian, usaha ini dianggap layak berdasarkan kriteria IRR. Skala usaha I, II dan III memiliki nilai gross B/C1.11, 1.14 dan 1.16. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya ulat sutera layak dilakukan karena nilai Gross B/C> 1. Nilai Pay back Period (PBP) skala usaha I adalah 4.8 tahun, skala usaha II adalah 4.0 tahun dan skala usaha III adalah 3.54 tahun. Ketiga skala usaha dikatakan layak karena waktu pengembalian modal kurang dari umur proyek 25 tahun.Penurunan harga jual  kokon sebesar 10% lebih  berpengaruh  pada kondisi usaha daripada peningkatan biaya operasional sebesar 10%. Usaha yang dijalankan hanya skala usaha III layak dijalankan pada penurunan harga jual kokon sebesar 10%. Dan pada peningkatan biaya operasional 10%, skala usaha  II dan III layak dijalankan.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 23
Author(s):  
Budi Mulyana ◽  
Ris Hadi Purwanto

ABSTRAKHutan tanaman kayu putih dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dan jasa lingkungan. Namun kajian tentang peran tanaman kayu putih dalam menghasilkan jasa lingkungan berupa penyimpanan karbon belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi simpanan karbon pada ranting-daun kayu putih yang siap pangkas. Alat yang digunakan adalah timbangan digital, kompas, dan parang. Bahan penelitian adalah tegakan kayu putih yang berumur 23-43 di KPH Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petak 31 KPH Yogyakarta didominasi oleh tegakan kayu putih berumur 23 tahun (52%) dengan potensi simpanan karbon pada ranting-daun kayu putih sebesar 545,6 gr/pohon. Tegakan kayu putih yang memiliki produktivitas terbesar adalah tegakan umur 33 tahun dimana simpanan karbonnya sebesar 807,7 gr/pohon dengan kerapatan tegakan 2.325 pohon/ha. Total simpanan karbon pada ranting-daun kayu putih untuk tegakan berumur 23, 27, 31, 33, 40, 41, dan 43 tahun secara berturut-turut adalah 36,50 ton, 1,58 ton, 10,70 ton, 2,83 ton, 3,61 ton, dan 5,90 ton. Dengan demikian, potensi total simpanan karbon pada ranting-daun kayu putih di petak 31 mencapai 65,04 ton.Kata kunci: hasil hutan bukan kayu, biomasa, jasa lingkungan, karbon, kayu putihABSTRACTCajuput plantation can be utilized for economic and environmental services purposes. However, studies on the role of cajuput plants to produce environmental services, especially as carbon storage have not been carried out. This study aim is determining the potential of carbon storage in leave-twigs of cajuput that are ready to be harvested. The research equipment are digital scales, compass, and knife. The research material is cajuput stand at 23-43 years at KPH Yogyakarta. The results showed that at compartment 31 of KPH Yogyakarta were dominated by stand on age 23 years (52%) which the carbon storage was 545,6 gr/tree. Cajuput stand that produces the higher carbon storage was the stand in which the age is 33 years. The carbon storage at age 23 years is 807,7 gr/tree and the stand density is 2.325 trees/ha. The total leave-twigs’ carbon storage at age of 23, 27, 31, 33, 40, 41, 43 were 36,5 tons, 1,58 tons, 10,70 tons, 2,83 tons, 3,61 tons, and 5,90 tons respectively. Thus, the potential of total carbon storage in cajuput’s leave-twigs at compartment 31 is 65,04 tons.Keywords: non-timber forest products, biomass, environmental services, carbon, cajuput


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 45
Author(s):  
Susni Herwanti

ABSTRAKPembayaran jasa lingkungan (PJL) merupakan salah satu skema pemberian insentif dalam upaya mencegah kerusakan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Semaka di Kawasan Hutan Lindung Register 19. Kerusakan hulu DAS ini menyebabkan pasokan air yang dimanfaatkan oleh pengguna air di daerah hilir terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesediaan masyarakat menerima (willingness to accept/WTA) atas pembayaran jasa lingkungan air. Data dianalisis secara kuantitatif terhadap 30 orang sampel responden masyarakat sekitar Hutan Lindung Register 39. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Hasil penelitian  menunjukkan bahwa semua responden bersedia dibayar atas upaya konservasi DAS melalui penanaman dan pemeliharaan pohon dalam kawasan hutan yaitu rata-rata Rp14.000 per pohon. Hal ini didasarkan oleh pengorbanan yang dikeluarkan responden dari segi waktu, biaya dan tenaga dalam upaya konservasi tersebut. Penerapan PJL ini perlu dukungan Pemerintah dalam hal ini Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Kotaagung Utara selaku pengelola di tingkat tapak agar memfasilitasi terselenggaranya mekanisme PJL hulu-hilir di sekitar kawasan hutan lindung sebagai salah satu solusi perbaikan hulu DAS Way Semaka.  Kata kunci: pembayaran jasa lingkungan; DAS Way Semaka; Willingness to Accept; hutan lindung ABSTRACTPayment of environmental services (PES) is one of the mechanisms considered to be able to solve the hydrological problem in Way Semaka Watershed (DAS) which is one of the watersheds used by the downstream community for daily necessities and agricultural business. Currently, Way Semaka Watershed condition is physically damaged one of them because the protected forest area surrounding the watershed is damaged. Whereas protected forests play a very important role in regulating the water system, prevent erosion, produce oxygen and so on. This study aims to analyze the willingness to accept community (WTA) around protected forest area register 39 upstream through PES mechanism in order to restore downstream watershed condition. Samples were taken as many as 30 community respondents around the forest register 39 at random. Data were analyzed qualitatively and quantitatively. The results showed that all respondents were willing to be paid for planting and maintaining trees in forest areas. The estimated average WTA value is Rp 14,000 per tree. According to the respondents, the willingness to accept this community must take into account the time, cost and energy in planting and maintaining the tree, especially the topography condition of the forest area is relatively flat. Therefore, the government in this case Protection Forest Management Unit (KPHL) Kotaagung Utara need to support the implementation of mechanisms PES in the area around the Way Semaka Watershed in order to solve the problem of hydrology and the welfare of the community around the protected forest by acting as facilitator to the downstream user community.Keywords: Payment of environmental services; protected forest area; Way Semaka Watershed; Willingness to Accept    


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document