scholarly journals Differences size of Channa striata broodstock and the number of eggs produced in natural spawning

2021 ◽  
Vol 718 (1) ◽  
pp. 012046
Author(s):  
M H Maulana ◽  
R D Wicaksono ◽  
Suciyono
2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 99
Author(s):  
Wahyulia Cahyanti ◽  
Adang Saputra ◽  
Anang Hari Kristanto

Sejumlah penelitian terhadap ikan gabus (Channa striata Blkr) telah dilakukan mulai dari pembenihan dan pembesaran, namun masih belum banyak informasi ilmiah terkait performa reproduksi dan larva yang dihasilkan baik dari pemijahan alami maupun pemijahan semi-alami (induksi hormonal). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan teknik pemijahan yang tepat untuk ikan gabus. Dalam penelitian ini digunakan induk jantan dan betina dengan tingkat kematangan gonad (TKG) yang seragam (yaitu pada TKG-IV). Penelitian memakai empat perlakuan stimulasi hormon, yaitu A (kontrol, tanpa stimulasi hormon), B (induk jantan dan betina distimulasi hormon), C (induk betina distimulasi hormon), D (induk jantan distimulasi hormon). Hormon yang digunakan untuk menginduksi induk betina dan jantan adalah LHRHa + anti dopamin. Masing-masing perlakuan menggunakan tiga pasang induk. Parameter performa reproduksi yang diamati meliputi fekunditas, diameter telur, lama waktu menetas, dan volume kuning telur. Untuk performa larva dilakukan pengamatan laju penyerapan kuning telur, pertumbuhan panjang dan bobot larva, laju pertumbuhan spesifik, dan sintasan. Dari penelitian diperoleh bahwa ikan perlakuan-A dan B mampu berovulasi hingga menetas, perlakuan-C berhasil ovulasi namun gagal menetas, sedangkan perlakuan-D tidak mampu ovulasi. Fekunditas dan derajat penetasan hasil pemijahan alami paling tinggi (1.832 ± 13 butir dan 97,20 ± 2,49%). Namun, waktu ovulasi dan waktu menetas pemijahan alami (159,50 ± 0,50 jam dan 3.210,00 ± 5,00 menit) lebih lama dibanding pemijahan buatan (26,00 ± 2,00 jam dan 2.370.00 ± 15,00 menit). Abnormalitas terjadi pada perlakuan-B (1,30 ± 0,42%), sedangkan larva hasil perlakuan-A tidak ada yang abnormal. Berdasarkan hasil penelitian ini selain pemijahan alami, ikan gabus dapat dipijahkan secara buatan melalui stimulasi hormon pada induk jantan dan betina.Various studies on snakehead fish (Channa striata Blkr) have been carried out from breeding, nursery, to grow-out. Nevertheless, information regarding reproductive performance and produced larvae either from natural spawning or semi-natural (hormonal induction) spawning are still limited in the literature. This study aimed to determine the appropriate spawning technique for snakehead fish. In this study, the fish males and females were used with a uniform gonad maturity level. The study used four hormone stimulation treatments, namely: A (control, without hormone stimulation), B (male and female parents were hormone-stimulated), C (hormone-stimulated female parent), D (hormone-stimulated male parent). The hormone used to induce female and male broodstock was LHRHa + anti-dopamine. Each treatment used three pairs of parents. Parameters of reproductive performance observed included fecundity, egg diameter, hatching time, and egg yolk volume. For larval performance, observations were made of the rate of egg yolk absorption, growth in length and weight of larvae, specific growth rate, and survival. The research found that fish in treatment-A and B were able to ovulate, and the produced eggs could hatch. Fish in treatment-C managed to ovulate but failed to hatch, while treatment-D could not ovulate. The fecundity and hatching rates of the natural spawning were the highest (1,832 ± 13 grains and 97.20 ± 2.49%). However, the time of ovulation and hatching time for natural spawning (159.50 ± 0.50 hours and 3,210.00 ± 5.00 minutes) were longer than those of artificial spawners (26.00 ± 2.00 hours and 2,370.00 ± 15.00 minutes). Abnormalities occurred in treatment-B (1.30 ± 0.42%), while the larvae from treatment-A were normal. Based on the results of this study, in addition to natural spawning, snakehead fish can be spawned artificially through hormonal stimulation of male and female broodstock.


2017 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 9 ◽  
Author(s):  
Muhammad Hunaina Fariduddin Ath-thar ◽  
Rudhy Gustiano ◽  
Irin Iriana Kusmini ◽  
Vitas Atmadi Prakoso ◽  
Fera Permata Putri

Ikan gabus (Channa striata) merupakan ikan lokal air tawar potensial untuk pengembangan budidaya di Indonesia. Sebagian besar produksi ikan gabus berasal dari tangkapan di alam yang menyebabkan menurunnya populasi ikan gabus. Domestikasi merupakan salah satu solusi dari masalah ini. Dewasa ini, ikan gabus telah dapat dipijahkan baik secara alami maupun buatan. Namun demikian produksi benih yang dihasilkan masih bergantung pada kondisi lingkungan. Tujuan penelitian adalah mendapatkan dosis oodev yang optimal untuk pematangan gonad ikan gabus, pemijahan alami, dan analisis performa pertumbuhan keturunan pertama. Jumlah larva yang dihasilkan dari pemijahan alami ikan gabus pada lingkungan ex situ adalah 1.250-5.000 ekor per induk. Berdasarkan pertambahan diameter dan fase kematangan telur, induksi hormon dengan dosis 1,5 mL/kg menunjukkan hasil terbaik dibandingkan perlakuan lain (perlakuan dosis 0,5 dan 1 mL/kg). Benih ikan gabus hasil pemijahan alami di luar habitat menunjukkan populasi Bogor memberikan performa pertumbuhan mutlak bobot (1,7 ± 0,06 g); laju pertumbuhan spesifik (2,6% ± 0,10%); dan sintasan (86,43% ± 1,32%) lebih baik dibandingkan benih ikan gabus populasi Palembang.Striped snakehead (Channa striata) is a market potential of local fish in Indonesia. Up to now (to date), the majority of production comes from natural catches. This condition, if continues, can lead to the decline in natural stock. Domestication offers a promising solution to help solve this problem. So far, natural spawning for seed production has been done succcesfully. However, continuity of fish supply is still very much dependent on environmental factors. The present study aimed to investigate the optimal hormone dosage for inducing gonad maturation, natural spawning and to analyze growth performance of fry resulted from natural spawning. Striped snakehead broodstock from Palembang and Bogor were induced with three dosages of oodev (consisted of Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin and Aromatase Inhibitor) treatment for gonad maturation (0.5 mL/kg; 1 mL/kg and 1.5 mL/kg) with three replications. The reproductive parameters as oocyte diameter and development were measured. Striped snakehead were spawned naturally with male and female ratio of 1:1. Growth performance of seed were analyzed for 40 days of rearing. The result showed that oodev enabled to speed up gonad maturation process. Broodstock induced with 1.5 mL/kg oodev showed the biggest egg diameter and was significantly different from other treatments (P<0.05). Fry count resulted from natural spawning ranged from 1,250 to 5,000/broodstock. The broodstock from Bogor produced higher total weight gain (1.7±0.06 g) and better specific growth rate (2.6%±0.10%) than that of Palembang as well as survival rate (86.43%±1.32%).


2018 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 25-32
Author(s):  
Muslim .

ABSTRACTSpawning is early life cycle of fishes and breeding program process. Wild of snakehead fish (Channa striata) can spawning in the open water as fish habits. At aquaculture environmental the fish can spawning too. Spawning of snakehead fish by artificial spawning used hormone. This study want to know differently of natural spawning and artificial spawning. The result of study latency periode of artificial spawning 23-24 hours (one day), and natural spawning range 3-5 days, fecundity of artificial spawning  is 2.847-6.668 eggs, natural spawning is 1.557-6.112 eggs, percentage of eggs fertilized artificial spawning is 98,78-99,75%,, natural spawning is 98,33-99,54%. The conclusion of this study is latency periode artificial spawning faster than natural spawning, fecundity and percentage of ferlized egg not significant between artificial and natural spawning.   Keywords : Snakehead fish, Natural spawning, Artificial spawning


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 10
Author(s):  
Muhammad Noor Yasin ◽  
Firlianty . ◽  
Anang Najamudin
Keyword(s):  
Omega 3 ◽  
Omega 6 ◽  

Eccado adalah produk olahan yang dibuat dari daging atau udang yang dicincang dengan penambahan tepung dan bumbu-bumbu. Pada umumnya Eccado diolah dari daging ayam, untuk menggantikan eccado ayam maka dicari sumber alternatif baru salah satunya digunakan ikan Gabus karena memiliki daging yang banyak, tebal dan putih. Potensi eccado ikan Gabus ini sangat tinggi baik aspek ekonomi juga kandungan gizinya karena mengandung omega 3 dan omega 6. Ikan Gabus bisa dimanfaatkan dengan cara langsung mengolahnya menjadi beberapa jenis makanan atau mengawetkannya melalui proses penggaraman dan pengeringan. Masih belum banyaknya diversifikasi bentuk pengolahan ikan hasil usaha budidaya khususnya ikan Gabus menjadi makanan olahan lain juga disebabkan karena masih minimnya informasi tentang teknologi pengolahan hasil perikanan. Permasalahan yang dihadapi mitra adalah : 1) Selama ini mitra belum mengetahui variasi tentang Teknologi Hasil Perikanan karena terbatasnya pengetahuan dan informasi yang diterima serta keterampilan yang dimiliki. 2) Mitra juga belum pernah mendapatkan pelatihan dan demonstrasi tentang pembuatan eccado dari ikan air tawar dalam hal ini ikan jenis ikan family Channidae Menurut SNI 7756 : 2013 dapat didefinisikan Eccado ikan merupakan produk olahan hasil perikanan dengan menggunakan lumatan daging ikan/udang dan atau surimi minimum 30%, tepung dan bahan-bahan lainnya, dibentuk dan dibungkus dengan kulit pangsit. Sedangkan Eccado merupakan salah satu jenis olahan fish jelly produk dengan menggunakan kulit kembang tahu yang berfungsi memberikan rasa yang khas.Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Pahandut Seberang l) Pendampingan teknologi diversifikasi pengolahan daging ikan menjadi eccado. 2) Promosi kegiatan Pahandut seberang sebagai lokasi wisata kuliner dengan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas kuliner dari ikan dan ekonomi masyarakat di sekitarnya.


2018 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 219-226
Author(s):  
Sri Rizqi Annisa ◽  
Dewi Larasati ◽  
Endang Bekti K

The aim of this study was to determine the characterization of shredded mureel fish with kluwih substitution on water content, protein content, fiber content and organoleptic (preference for crispness and taste). This study uses a simple Randomized Complete Design (RCD) with the substitution treatment of kluwih and mureel fish, with the following ratio: S1 (240g: 60g), S2 (210g: 90g), S3 (180g: 120g), S4 (150g: 150g), S5 (120g: 180g). Data were analyzed statistically by analysis of variance and if there was a significant effect, further testing was done with BNJ at the level of 5%. The results showed that kluwih substitution in the manufacture of mureel fish shredded had an average: water content of 8.33-10.62%, protein :16.83-22.00%, fiber : 6.79-6.99%, score crispness 2-6.12, taste score 2.6-6.6. Based on the results of the analysis of the variety of kluwih substitutes and mureel fish have a significant effect on water content, protein content and crisp organoleptic test, taste on mureel fish fillet, and no significant effect on fiber content. The best kluwih substitution in S3 treatment with 120 grams of substitute kluwih and 180 grams of mureel fish.


2019 ◽  
Vol Tập 55, Số 2 ◽  
pp. 88
Author(s):  
Trần Thị Phương Lan ◽  
Trần Thị Thanh Hiền ◽  
Lam Mỹ Lan
Keyword(s):  

Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document