<p class="Default"><em>Fly ash </em>merupakan limbah pembakaran batu bara yang memiliki kandungan kimia berupa silika dan alumina mencapai 80%. Senyawa tersebut bereaksi dengan Ca(OH)<sub>2</sub> hasil proses hidrasi semen dan membentuk C<sub>3</sub>S<sub>2</sub>H<sub>3</sub> atau <em>tubermorite</em> yang dapat menambah kekuatan beton. Secara fisik <em>fly ash </em>memiliki bentuk yang hampir bulat semppurna sehingga memiliki <em>ball bearing effect </em>pada bidang gelincir adukan mortar atau semen. <em>Fly ash </em>sebagai subtituen semen sering digunakan dalam jumlah besar (>50%). Konsep tersebut dikenal dengan <em>High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC)</em>. Untuk mengatasi permasalahan terbentuknya rongga pada beton bertulang, konsep HVFAC dipadukan dengan <em>Self Compacting Concrete (SCC). </em>Penelitian ini mengkaji pengaruh persentase <em>fly ash</em> terhadap kuat tekan pada beton HVFA-SCC. Metode penelitian ini adalah eksperimen, dimana digunakan 3 variasi kadar <em>fly ash </em>pada beton HVFA-SCC yaitu 50%, 60%, 70% serta beton normal. Tiap variasi terdiri dari 3 sampel berukuran 75 mm x 150 mm. Pengujian beton segar HVFA-SCC dilakukan dengan 3 metode yaitu : <em>flow table test, L-box test, </em>dan <em>V-funnel test. </em>Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin bertambahnya kadar <em>fly ash </em>maka <em>workability </em>dari beton segar tersebut semakin baik. Pengujian beton keras dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan beton. Kuat tekan yang dihasilkan HVFA.28.50, HVFA.28.60, HVFA.28.70, dan NC.28 berturut turut adalah 49,86 MPa, 39,16 MPa, 23,71 MPa, dan 47,78 MPa. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin banyak penambahan kadar <em>fly ash </em>maka kuat tekan semakin menurun. Hal tersebut diakibatkan karena tidak hanya menurunnya bahan ikat utama beton tetapi juga <em>fly ash </em>belum bereaksi secara optimal pada usia 28 hari.</p>