JURNAL HUTAN LESTARI
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

269
(FIVE YEARS 269)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Tanjungpura University

2338-3127

2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 285
Author(s):  
Andreas Mihar ◽  
Evy Wardenaar ◽  
M Dirhamsyah

The people of Pandu Raya Village, Parindu Subdistrict, Sanggau Regency, still use non-timber forest products which are used as raw materials for webbing. The research aims to analyze the use and describe the making of woven from non-timber forest products by the people of Pandu Raya Village, Parindu District, Sanggau Regency. The research method was carried out by interview. Retrieval of data using purposive sampling techniques. The results found 11 types of non-timber forest products used, namely 8 species of uwi such as uwi omak (Calamus javanensis Blume), uwi joronang (Daemonorops melanochaetes Blume), uwi siguh (Calamus caesius Blume), uwi golapak (Daemonorops geniculata (Giff) Mart) , uwi lowa (Korthalasia echinometra Blume), uwi danan (Calamus trachycoleus Becc), uwi marao (Korthalsia rigida Blume) and uwi joroyat (Calamus manan Miq). 1 type of korupok (Pandanus tectorius). 1 type of sago (Metroxylon sago) and 1 type of poring lantae (Gigantochloa hasskarliana). The highest utilization value (UV) was uwi omak (Calamus javanensis Blume) with a utilization value (0.8488) while the lowest utilization value was uwi danan (Calamus trachycoleus Becc) with a utilization value (0.3488). Of the 11 types of non-timber forest products used include stems with a percentage (50%), fronds with a percentage (9%) and leaves with a percentage (41%). The resulting webbing is in the form of raga, jarai, so`ok, tomik, korosah, punjuk, juah, jampot, koranyak, simpae and bakol, omaa` korupok, sorok, bomap, omaa` sago, roat sago, copat, limpak and oyok podi.Keywords: Non-Timber Forest Products, Utilization, Wicker. Masyarakat Desa Pandu Raya, Kecamatan Parindu, Kabupaten Sanggau, masih memanfaatkan hasil hutan bukan kayu yang dijadikan bahan baku anyaman. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan dan mendeskripsikan pembuatan anyaman dari hasil hutan bukan kayu oleh masyarakat Desa Pandu Raya, Kecamatan Parindu, Kabupaten Sanggau. Metode penelitian dilakukan dengan wawancara. Pengambilan data menggunakan teknik Purposive sampling. Hasil penelitian ditemukan 11 jenis hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan yaitu 8 jenis uwi seperti uwi omak (Calamus javanensis Blume), uwi joronang (Daemonorops melanochaetes Blume), uwi siguh (Calamus caesius Blume), uwi golapak (Daemonorops geniculata (Giff) Mart), uwi lowa (Korthalasia echinometra Blume), uwi danan (Calamus trachycoleus Becc), uwi marao (Korthalsia rigida Blume) dan uwi joroyat (Calamus manan Miq). Korupok 1 jenis (Pandanus tectorius). Sago 1 jenis (Metroxylon sagu) dan poring lantae 1 jenis (Gigantochloa hasskarliana). Nilai pemanfaatan (UV) tertinggi yaitu uwi omak (Calamus javanensis Blume) dengan nilai pemanfaatan (0,8488) sedangkan nilai pemanfaatan terendah yaitu uwi danan (Calamus trachycoleus Becc) dengan nilai pemanfaatan (0,3488). Dari 11 jenis hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan meliputi batang dengan persentase (50%), pelepah dengan persentase (9%) dan daun dengan persentase (41%). Anyaman yang dihasilkan berupa raga, jarai, so`ok, tomik, korosah, pingat, juah, jampot, koranyak, simpae dan bakol, omaa` korupok, sorok, bomap, omaa` sago, roat sago, copat, limpak dan oyok podi.Kata Kunci: Anyaman, Hasil Hutan Bukan Kayu, Pemanfaatan


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 262
Author(s):  
Flek Subarata ◽  
M Dirhamsyah ◽  
M Sofwan Anwari

West Kalimantan is one of the provinces in Indonesia which has various types of tribes. The variety of use of animals is an implication of the diversity of ethnicities, both in terms of the types of animals used, the form of utilization and how to use them. The purpose of this study was to record and examine the use of animal species used by the Kanayatn Dayak Community for treatment, traditional and mystical rituals in Gombang Village, Sengah Temila District, Landak Regency. The method used in this research is a survey method and interviews with selected respondents and direct observation in the field. This study obtained 11 selected respondents and obtained 28 species of animals consisting of 22 families that are used by the people of Gombang Village for Medicine, Traditional Rituals, and Mystics. On average, each family only consists of 1 species except for families Carvidae, Suidae, Gekkonidae, Elipidae, Accipitridae and Apidae which consist of 2 species each. Based on the class level, 7 classes of animals were used, namely Mammals, Reptiles, Aves, Amphibians, Insects, Pisces, and Molluscs. The parts of animals that are used include the whole body, meat, bile, fat, honey, bones, liver, eggs, head, blood, voice, horns, fangs, feathers, presence and venom/poison. Keywords: Dayak Kanayatn, Ethnozoology, Treatment, Traditional and Mystical RitualsAbstrakKalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki beragam jenis suku. Ragam pemanfaatan satwa merupakan implikasi dari beragamnya etnis, baik dalam hal jenis satwa yang dimanfaatkan, bentuk pemanfaatan maupun cara memanfaatkannya. Tujuan penelitian ini adalah mendata dan mengkaji pemanfaatan jenis-jenis hewan yang dimanfaatkan oleh Masyarakat Dayak Kanayatn untuk pengobatan, ritual adat dan mistis di Desa Gombang Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan wawancara terhadap responden terpilih serta pengamatan langsung di lapangan. Penelitian ini diperoleh 11 responden terpilih dan diperoleh 28 jenis satwa yang terdiri atas 22 famili yang dimanfaatkan masyarakat Desa Gombang untuk Pengobatan, Ritual Adat, dan Mistis. Rata-rata setiap famili hanya terdiri dari 1 spesies kecuali untuk famili Carvidae, Suidae, Gekkonidae, Elipidae, Accipitridae dan Apidae yang terdiri masing-masing 2 spesies. Berdasarkan tingkat kelas diperoleh 7 kelas satwa yang dimanfaatkan yaitu Mamalia, Reptil, Aves, Amfibi, Insecta, Pisces, dan Molusca. Bagian satwa yang dimanfaatkan meliputi seluruh badan, daging, empedu, lemak, madu, tulang, hati, telur, kepala, darah, suara, tanduk, taring, bulu, keberadaan dan bisa/racun.Kata kunci: Dayak Kanayatn, Etnozoologi, Pengobatan, Ritual Adat dan Mistis


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 271
Author(s):  
Trisna Wati ◽  
Dina Setyawati ◽  
Nurhaida Nurhaida

The purpose of this study is to analyze the effect of layer composition and the ratio of citric acid-sucrose as well as the interaction of both of them to the optimum quality of the particleboards. Particleboards were made in sizes 30 cm x 30 cm x 1 cm with a target density of 0.7 gr/cm3. Particleboards were prepared by hot pressing at temperature of 160 oC for 20 minutes with a pressure of 25 kg/cm2. Particleboards consists of 3 layers with a composition of layers, namely f/b70: c30, f/b60: c40, and f/b50: c50, with a surface layer (face, back) made form of sago stem bark and core layers made form of pulp sago.  Ratio of citric acid-sucrose in this study was varied from 0/100, 25/75, 75/25, and 100/0. Particleboards testing refers to standard JIS A 5908-2003 Type 8. The results showed that the layer composition had a significant effect on density, water absorption, internal bond (IB), and screw holding strenght. Meanwhile ratio of citrid acid-sucrose significantly affected the water content, water absorption, thickness development, MOE, MOR, internal bond (IB), and screw holding strenght. The interaction beetwen the composition layer factor and ratio of citrid acid-sucrose has a significant effect on water content, thickness development, MOE, MOR, and internal bond (IB). The best particleboards is in the treatment with the composition of the layer f/b70: c30 and the ratio of citric acid-sucrose 25/75 with a density value of 0.7675 gr/cm3, a moisture content of 7.5939%, modulus of rupture (MOR) 161.4350 kg/cm2, and the screw holding strength is 66.1930 kg/cm2.Keyword: citrid acid-sucrose, composition of layers, dregs and fibers of sago, particleboardsAbstrakTujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh komposisi lapisan dan perbandingan asam sitrat-sukrosa serta interaksi keduanya terhadap kualitas papan partikel yang optimum. Papan partkel dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan target kerapatan 0,7 gr/cm3. Papan partikel dikempa panas pada suhu 160 oC selama 20 menit dengan tekanan 25 kg/cm2. Papan partikel terdiri dari 3 lapisan dengan komposisi lapisan yaitu f/b70 : c30, f/b60 : c40, dan f/b50 : c50,  dengan lapisan permukaan (face, back) berupa serat kulit batang sagu dan lapisan inti (core) berupa ampas sagu. Rasio asam sitrat-sukrosa dalam penelitian ini bervariasi 0/100, 25/75, 75/25, dan 100/0. Pengujian papan partikel mengacu pada standar JIS A 5908-2003 Type 8. Hasil penelitian menunjukkan  faktor komposisi lapisan berpengaruh nyata terhadap kerapatan, daya serap air, keteguhan rekat internal (IB) dan kuat pegang sekrup.  Sedangkan faktor rasio perekat asam sitrat sukrosa berpengaruh nyata terhadap kadar air, daya serap air, pengembangan tebal, MOE, MOR, keteguhan rekat internal (IB), dan kuat pegang sekrup. Interaksi antara faktor komposisi lapisan dan rasio asam sitrat-sukrosa berpengaruh nyata terhadap daya serap air, pengembangan tebal, MOE, MOR, dan keteguhan rekat internal (IB). Papan partikel terbaik terdapat pada perlakuan dengan komposisi lapisan f/b70 : c30 dan perbandingan asam sitrat-sukrosa 25/75 dengan nilai kerapatan 0,7675 gr/cm3, kadar air 7,5939 %, keteguhan patah (MOR) 161,4350 kg/cm2, dan kuat pegang sekrup 66,1930 kg/cm2. Kata Kunci : ampas dan serat sagu, asam sitrat-sukrosa, komposisi lapisan, papan partikel


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 246
Author(s):  
Dwi Anggreini ◽  
Eva Tavita ◽  
Lolyta Sisillia

ETNOBOTANI UPACARA ADAT PAMOLE BEO OLEH SUKU DAYAK TAMAMBALOH DI DESA BANUA UJUNG KECAMATAN EMBALOH HULU KABUPATEN KAPUAS HULU  (Etnobotany  Traditional Ceremonies  Pamole Beo  By The Dayak Tamambaloh Tribe Of Banua Ujung Village, Kapuas Hulu District)Abstract This study aims to obtain data on plant species for the traditional pamole beo ritual ceremony by the Dayak Tamambaloh tribe in Banua Ujung Village, Embaloh Hulu District, Kapuas Hulu Regency. The research used a survey method. The technique of determining respondents using snowball sampling. The results showed that the plants used by the Dayak Tamambaloh Tribe were 20 species from 12 families. The highest use of habitus was trees with 9 species (45%). The most widely used part of the plant is the stem (40%). The highest utilization of plants, based on status in nature, is natural plants in the forest (75%.). Plants that have the highest UV are Schizostazchyum Sp, Arenga pinnata Merr, Oryza sativa Var. glutinosa and Cotylelobium elanoxylon (1). The highest Informant Consensus Factor (ICF) was the ritual of malao daun takalong (0.94). Bekende with the highest FIV value was Arecaceae, Dipterocarpaceae, Poaceae, with a value of 100%.Keywords:, Ethnobotany, Dayak Tamambaloh, Pamole BeoAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data jenis tumbuhan untuk upacara ritual adat pamole beo oleh suku Dayak Tamambaloh di Desa Banua Ujung, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu. Metode yang digunakan adalah metode survey. Teknik menentukan responden menggunakan snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tumbuhan yang dimanfaatkan Suku Dayak Tamambaloh sebanyak 20 spesies dari 12 famili. Penggunaan Habitus tertinggi adalah pohon sebanyak 9 jenis (45%). Pemanfaatan tumbuhan tertinggi, berdasarkan status di alam adalah tumbuhan alami di hutan (75%.) Bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan adalah batang (40%). Tumbuhan dengan nilai (UV) tertinggi adalah Schizostachyum sp, Arenga pinnata Merr, Oriza sativa Var. glutinosa dan Cotylelobium melanoxylon (1). Informants Concensus Factor (ICF) tertinggi adalah ritual adat malao daun takalong yaitu (0,94). Analisis Famili Importance Value (FIV) tertinggi adalah Arecaceae, Dipterocarpaceae, dan Poaceae, dengan nilai sebanyak (100%).Kata kunci: Etnobotani, Dayak Tamambaloh, Pamole Beo


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 234
Author(s):  
Fitri Wulandari ◽  
Gusti Eva Tavita ◽  
Siti Latifah

Nepenthes is a type of liana plant (vines) that can grow and develop in the tropical rain forest area. Nepenthes' appearance is very exotic because at of the leaf sheet pockets, appear with different colors and sizes. The unique characteristic that makes this plants different from others. The ability to catch insects that are used as nutrients to help their growth and development, marked by the formation of pockets at the tips of their leaves. The purpose of this research is to identify the species and sites of Nepenthes growth. Obtaining Nepenthes data found in the buffer forests of Sepan sub-village, Lanjak Deras Village, Batang Lupar District, Kapuas Hulu Regency. This study used a field survey method, with multiple plot technique. 45 observational plots were made with a size of 2 x 2 meters each. Six Nepenthes species were found, namely N. ampullaria, N. bicalcarata, N. gracilis, N. mirabilis, N. rafflesiana, N. reinwardtiana. The most common type found in the study site in the Buffor Forest Sepan sub-village, Lanjak Deras Village, is the type of Nepenthes gracilis with a total of 829 individuals. The fewest species found were Nepenthes bicalcarata with 17 individuals. Five from the six types of Nepenthes spp found at the research location were in the IUCN Red List, namely N. ampullaria, N. gracilis, N. mirabilis, N. rafflesiana and N. reinwardtiana included in conservation status, Least Concern (LC) or low risk (IUCN Red List, 2016)Keywords : Identification, Nepenthes, Lanjak Deras sub-village.AbstrakNepenthes merupakan jenis tanaman liana (sulur) yang dapat tumbuh dan berkembang di kawasan hutan hujan tropis. Penampilan Nepenthes sangat eksotik karena pada kantong-kantong lembaran daun, muncul dengan warna dan ukuran yang berbeda. Ciri khas yang membuat tanaman ini berbeda dari yang lain. Kemampuan menangkap serangga yang digunakan sebagai nutrisi untuk membantu pertumbuhan dan perkembangannya, ditandai dengan terbentuknya kantong-kantong pada ujung daunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies dan tempat tumbuhnya Nepenthes. Memperoleh data Nepenthes yang ditemukan di hutan penyangga Dusun Sepan, Desa Lanjak Deras, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu. Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan, dengan teknik multiple plot. Dibuat 45 petak pengamatan dengan ukuran masing-masing 2 x 2 meter. Enam spesies Nepenthes yang ditemukan yaitu N. ampullaria, N. bicalcarata, N. gracilis, N. mirabilis, N. rafflesiana, N. reinwardtiana. Jenis yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian di Dusun Sepan Hutan Kerbau, Desa Lanjak Deras, adalah jenis Nepenthes gracilis dengan jumlah total 829 individu. Jenis yang paling sedikit ditemukan adalah Nepenthes bicalcarata dengan jumlah 17 individu. Lima dari enam jenis Nepenthes spp yang ditemukan di lokasi penelitian berada dalam Daftar Merah IUCN, yaitu N. ampullaria, N. gracilis, N. mirabilis, N. rafflesiana dan N. reinwardtiana termasuk dalam status konservasi, Least Concern (LC) atau berisiko rendah (Daftar Merah IUCN, 2016)Kata kunci : Identifikasi, Nepenthes, Dusun Lanjak Deras.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 207
Author(s):  
Asmawati Wurya Sari ◽  
M Dirhamsyah ◽  
Yuliati Indrayani

This research aimed to analyze the physical and mechanical properties of particleboard based on the composition of raw materials and adhesive content as well as their interaction with the optimum quality of particle boards that meet JIS A 5908-2003 standards. The particleboard was made with a size of 30 cm x 30 cm x 1 cm with a target density of 0.7 g/cm³.  The pressing was done at a temperature of 140°C for 8 minutes with a pressure of 25 kg/cm². The composition ratio of betel nut peel waste and sawdust varied, namely 60% betel nut peel waste: 40% sawdust, 50% betel nut peel waste: 50% sawdust, and 40% betel nut peel waste: sawdust 60%. The adhesive used was Urea Formaldehyde with a concentration of 12%, 14%, and 16%. The results showed that all test values met the JIS A 5908: 2003 standard except the MOE test. The optimum value of particle board of betel nut peel and sawdust was with a composition ratio of 50% betel nut peel waste: 50% sawdust, 16% adhesive content, with a density value of 0.6876 g/cm³, a moisture content of 9,4530%, water absorption 34,5306%, thickness expansion 8,2508%, MOE 12432,6243 kg/cm², MOR 205,8462 kg/cm², adhesive firmness 2,2530 kg/cm², screw holding strength 81,6861 kg/cm².Keywords: adhesive content, betel nut peel waste, material composition, mechanical properties, particleboard, physical.Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat fisik dan mekanik papan partikel berdasarkan komposisi bahan baku dan kadar perekat serta interaksi keduanya terhadap kualitas papan partikel yang optimum serta memenuhi standar JIS A 5908-2003. Papan partikel dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan target kerapatan 0,7 g/cm³. Pengepresan  pada suhu 140°C selama 8 menit dengan tekanan 25 kg/cm². Perbandingan komposisi kulit buah pinang dan serbuk kayu gergaji bervariasi yaitu kulit buah pinang 60% : serbuk kayu gergaji 40%, kulit buah pinang 50% : serbuk kayu gergaji 50% dan kulit buah pinang 40% : serbuk kayu gergaji 60%. Perekat yang digunakan adalah Urea Formaldehida dengan konsentrasi 12%, 14% dan 16%. Hasil penelitian menunjukkan semua nilai uji memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 kecuali uji MOE. Nilai papan partikel kulit buah pinang dan serbuk kayu gergaji optimum dengan perbandingan komposisi kulit buah pinang 50% : serbuk kayu gergaji 50%, kadar perekat 16%, dengan nilai densitas 0,6876 g/cm³, kadar air 9,4530%, daya serap air 34,5306%, pengembangan tebal 8,2508%, MOE 12432,6243 kg/cm², MOR 205,8462 kg/cm², Keteguhan rekat 2,2530 kg/cm², kekuatan menahan sekrup 81,6861 kg/cm².Kata kunci : papan partikel, kadar perekat, kulit buah pinang, komposisi bahan, sifat fisik dan mekanik.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 222
Author(s):  
Ibar Anugrah ◽  
M Sofwan Anwari ◽  
Ahmad Yani

Humans utilize various biological resources to fulfill their daily needs, such as food, medicines, traditional ritual, mystical, regional arts, and hunting. Dayak Benyadu, located in Untang Village, Banyuke Hulu District, Landak Regency, is a Dayak tribe with cultural values inherited from their ancestors by generation. One of the cultures that still run until now is animals as medicine, traditional ritual, and mystical. This research aims to obtain data on animal species used as medicine, traditional ritual, and mystic, the animal body parts used, how to process, and how to use them. The method used in this research is the survey method, the selection of respondents conducted by snowball sampling techniques, and data collection used the questionnaire. Fourteen respondents obtained this research, eight animal species from 8 families used as a medicine, three species from 3 families used as traditional ritual, and three species from 3 families used as mystical by Dayak Benyadu community. The animal body parts used for treatment are flesh, spines, bile, legs, and blood. Variation of processing animals was scraped, dried, broken, roasted, boiled, and cooked. How to use the animal's body parts are drunk and eaten. The parts used for traditional rituals are the whole body and blood. The parts that are used for mystical values are the voice and the whole body.Keywords: Dayak Benyadu, Traditional ritual, Untang Village.AbstrakPemanfaatan berbagai sumber daya alam hayati dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.  Pemanfaatan yang digunakan yaitu sebagai makanan, obat-obatan, ritual adat, mistis, kesenian daerah, dan berburu. Suku Dayak Benyadu, yang terletak di Desa Untang, Kecamatan Banyuke Hulu, Kabupaten Landak, adalah Suku Dayak yang masih menjalankan nilai-nilai budaya yang diwariskan dari leluhur mereka secara turun-temurun. Salah satu budaya yang masih berjalan hingga sekarang adalah memanfaatkan satwa sebagai obat, ritual adat dan mistis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data jenis satwa yang digunakan sebagai obat, ritual adat dan mistis, bagian-bagian yang digunakan, cara pengolahan dan cara penggunaannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan teknik snowball sampling dan pengumpulan data menggunakan kuisioner. Penelitian ini diperoleh 14 responden terpilih dan diperoleh 8 jenis satwa dari 8 famili yang digunakan sebagai obat, 3 jenis satwa dari 3 famili yang digunakan sebagai ritual adat dan 3 jenis satwa dari 3 famili yang digunakan  untuk mistis oleh masyarakat Dayak Benyadu. Bagian tubuh yang digunakan untuk pengobatan adalah daging, duri, empedu, kaki, dan darah. Cara pengolahan satwa tersebut bervariasi, ada yang dikikis, dikeringkan, dipecah, dibakar, direbus, dan dimasak. Cara menggunakan bagian tubuh satwa tersebut diminum dan dimakan. Bagian yang digunakan untuk ritual adat adalah  seluruh badan dan darah. Bagian yang dimanfaatkan untuk nilai mistis adalah suara dan seluruh badan.  Kata Kunci: Dayak Benyadu, Desa Untang, Ritual Adat.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 199
Author(s):  
Adizar Razzaq Ichsani ◽  
Burhanuddin Burhanuddin ◽  
Siti Latifah

Kaliandra (Calliandra callothyrsus) is a plant that includes of  Fabaceae family. Kaliandra has  200 species in a medium-sized tree with compounded flowers. benefits of Kaliandra can produce fast and qualified raw materials energy, especially for pellet production. Producing Energy is for commercial requirements about 4600 kcal per kg of dry wood and 7200 kcal per kg of charcoal. This research purpose is to get the best media in Kaliandra growth. The method of research has been used by Completely Randomized Design (CRD). The research consisted of 6 treatments of planting media (M0, M1, M2, M3, M4, M5).  Those treatments have been 5th replicated therefore become 30 experimental units. These results showed best media is M5 (peat soil: Chicken Manure = 3:1). M5 is the best plant growth media.Keywords: Calliandra growth at peat media AbstrakKaliandra (Caliandra callothyrsus) merupakan tanaman anggota family Fabaceae. Kaliandra memiliki anggota sekitar 200 jenis wujudnya berupa pohon berukuran sedang dengan bunga tersusun majemuk. Manfaat dari Kaliandra dapat menghasilkan bahan baku energi secara cepat dan berkualitas terutama untuk  produksi pelet. Energi dihasilkan untuk syarat komersial sekitar 4600 kkal per kg kayu kering dan 7200 kkal panas per kg arang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media terbaik dalam pertumbuhan Kaliandra. Metode yang digunakan adalah eksperimen dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan terdiri dari 6 perlakuan media tanam (M0, M1, M2, M3, M4, M5). Penelitian ini menggunakan 5 kali ulangan sehingga terdapat 30 unit percobaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa media terbaik adalah M5(Tanah gambut: Pupuk kandang ayam = 3:1). Media M5 merupakan media dengan pertumbuhan tanaman terbaik.Kata kunci: Pertumbuhan kaliandra pada media gambut


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 188
Author(s):  
Oky Wahyu Saputra ◽  
Sarma Siahaan ◽  
Tri Widiastuti

 Assessment of natural tourist attraction objects is a systematic and balanced process or activity to collect information about everything that is unique and has high attractiveness value for tourists who come to a certain place and area. This study aims to obtain the value of tourism objects in Nyanggai Village, South Pinoh District, Melawi Regency, West Kalimantan Province, especially for natural tourism of Entoba Waterfall. The method used in this study is a survey method with interview techniques and the tool used in data collection is a questionnaire. The results of the calculation of each assessment criteria based on the 2003 ODTWA PHKA development standard, the assessment of each criterion obtained an average value of 269.14. Entoba waterfall area gets a bad score (C) which means the Entoba waterfall area is not potential to be developed as a natural tourist spot. The local government is expected to optimally assist and facilitate the community in planning the development and management of the natural attractions of Entoba Waterfall as well as increasing access to locations and other facilities intensively to the existence of Entoba Waterfall, both formally and informally.Keywords: Entoba Waterfall, Nyanggai Village, Potential Natural Tourism Objects.AbstrakPenilaian obyek daya tarik wisata alam adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan seimbang untuk mengumpulkan informasi tentang segala sesuatu yang unik dan bernilai daya tarik tinggi bagi wisatawan yang datang ke suatu tempat dan daerah tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai obyek wisata di Desa Nyanggai Kecamatan Pinoh Selatan Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat khususnya untuk wisata alam Air Terjun Entoba. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan teknik wawancara dan alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner. Hasil perhitungan setiap kriteria penilaian berdasarkan standar pengembangan ODTWA PHKA 2003, penilaian setiap kriteria diperoleh nilai rata-rata sebesar 269,14. Kawasan air terjun Entoba mendapat nilai buruk (C) yang berarti kawasan air terjun Entoba tidak potensial untuk dikembangkan sebagai tempat wisata alam. Pemerintah daerah diharapkan secara optimal membantu dan memfasilitasi masyarakat dalam merencanakan pengembangan dan pengelolaan objek wisata alam Air Terjun Entoba serta meningkatkan akses lokasi dan fasilitas lainnya secara intensif terhadap keberadaan Air Terjun Entoba, baik formal maupun informal.Kata Kunci : Air Terjun Entoba, Desa Nyanggai, Potensi Obyek Wisata Alam.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 173
Author(s):  
Rachmad Rachmad ◽  
Hari Prayogo ◽  
M Sofwan Anwari

This research is motivated by the high cases of illegal trade of protected wildlife in West Kalimantan Province. Animal trade tends to be endangered and included in the endangered list. Actions of animal trade that still occur in West Kalimantan Province indicate the low level of law enforcement and weak supervision by related parties in combating cases of protected animal trade. The purpose of this study is to examine the factors causing the occurrence of illegal trade crimes against protected animals in the West Kalimantan region, and analyze the performance of stakeholders in law enforcement against the illegal trade of protected animals in the West Kalimantan region based on their role and authority. This study uses a survey method that is guided by a questionnaire. The selection of respondents by purposive sampling, data analysis using policy analysis then the data is descriptive with tabulation. The results of the study show that in the period of 2016-2019 there were 49 cases of illegal wildlife trade in West Kalimantan Province, the traded animals are species belonging to protected animals and classified in the Appendix I. category. The dominant protected species traded in the 2016-2019 period originated from anteater species (Manis javanica), Orang-utan (Pongo pygmaeus), and Turtle (Chelonia sp.). The dominant factor in the illegal trade of protected animals in the province of West Kalimantan in the 2016-2019 period was economic factors, followed by motives for the collection of rare goods and consumption. The performance of stakeholders in law enforcement against protected animals in the West Kalimantan region has succeeded in handling criminal cases against protected animals, all of which ended with the execution of the defendant.Keywords: law enforcement performance, protected animals, illegal trading, stakeholders.AbstrakPenelitian ini dilatarbelakangi tingginya kasus perdagangan illegal satwa dilindungi di Provinsi Kalimantan Barat. Perdagangan satwa yang dilakukan cenderung pada spesies-spesies langka dan termasuk dalam daftar terancam punah. Aksi perdagangan satwa yang masih terjadi di Provinsi Kalimantan Barat mengindikasikan masih rendahnya penegakan hukum dan lemahnya pengawasan oleh pihak terkait dalam memberantas kasus perdagangan satwa yang dilindungi. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji faktor penyebab terjadinya kejahatan perdagangan illegal terhadap satwa yang dilindungi, serta menganalisis kinerja pemangku kepentingan dalam penegakan hukum terhadap perdagangan illegal satwa yang dilindungi di wilayah Kalimantan Barat berdasarkan peran dan kewenangan. Penelitian ini menggunakan metode survey yang dipandu dengan kuesioner. Pemilihan responden dengan purposive sampling, analisis data menggunakan analisis kebijakan kemudian data dideskriptif dengan tabulasi. Hasil penelitian menunjukan kurun waktu 2016-2019 terdapat 49 kasus perdagangan satwa illegal di Provinsi Kalimantan Barat, satwa yang diperdagangkan merupakan jenis satwa yang termasuk ke dalam satwa dilindungi dan tergolong dalam kateogri Appindiks I. Satwa dilindungi dominan yang diperdagangkan pada periode 2016-2019 berasal dari spesies trenggiling (Manis javanica), Orang utan (Pongo pygmeus), dan Penyu (Chelonia sp.). Faktor dominan perdagangan illegal satwa dilindungi di Provinsi Kalimantan Barat dalam periode 2016-2019 adalah faktor ekonomi kemudian diikuti motif koleksi barang langka dan konsumsi. Kinerja pemangku kepentingan dalam penegakan hukum terhadap satwa yang dilindungi di wilayah Kalimantan Barat, telah berhasil menangani kasus pidana terhadap satwa dilindungi yang kesemuanya berahir dengan eksekusi kepada terdakwa.Kata kunci: kinerja penegakan hukum, perdagangan illegal, satwa dilindungi, pemangku kepentingan.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document