Analisa Kesepakatan ASEAN Open Skies Terhadap Lalu Lintas Penumpang dan Pesawat di Asia Tenggara

WARTA ARDHIA ◽  
2020 ◽  
Vol 46 (1) ◽  
pp. 18
Author(s):  
Benny Lala Sembiring

Sektor transportasi udara merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung kegiatan perekonomian di suatu negara. untuk mencapai hal tersebut negara-negara yang tergabung di dalam ASEAN (Association of South East Asian Nation) sepakat untuk menjalankan kebijakan liberalisasi transportasi udara atau lebih dikenal dengan ASEAN Single Aviation Market (ASAM) atau ASEAN Open Skies. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah meliberalisasi akses pasar dengan mengendurkan hambatan kebebasan transportasi udara (freedom of air) yang ke-3, ke-4 dan ke-5 antar negara-negara anggota ASEAN. Studi ini secara spesifik bertujuan untuk menghitung akibat dari kesepakatan ASEAN Single Aviation Market terhadap volume penumpang internasional dan maskapai penerbangan (low-cost carrier/LCC dan full-service carrier/FSC). Studi ini menggunakan data lalu lintas penumpang dan pesawat yang diperoleh dari OAG (official airline guide) yaitu data lalu lintas udara dengan rute kedatangan dan keberangkatan 30 bandara utama internasional di Asia Timur dan Asia Tenggara, pada periode waktu tahun 2010, 2015 dan 2017). Metode penelitian yang digunakan pada studi ini menggunakan DID (Difference in Differences) fixed effects, dengan jumlah observasi sebanyak 232,437 OD city pair (Origin-destination city pair). Hasil dari studi menunjukkan bahwa kesepakatan ASEAN Open Skies berdampak positif terhadap lalu lintas penumpang dan pesawat, yaitu total penumpang internasional, penumpang LCC, maskapai LCC, dan maskapai FSC pada rute antar-kota di Asia Tenggara, baik rute kedatangan maupun keberangkatan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur yang terkait dengan industri penerbangan khususnya tentang liberalisasi transportasi udara.

2019 ◽  
Vol 41 (3) ◽  
pp. 16-19
Author(s):  
Yoshiyuki Kikuchi

Abstract East Asia occupies a substantial position in IUPAC today. The incumbent president for 2018-2019, Qi-Feng Zhou, is from China/Beijing, and three out of ten elected members of the Bureau are from East Asia: Mei-Hung Chiu from China/Taipei, Kew-Ho Lee from Korea, and Ken Sakai from Japan. This region is thus well-represented in the IUPAC leadership. However, this is not how this now global institution looked in the past. Its first president from East Asia was Saburo Nagakura (b. 1920) from Japan who assumed this office from 1981-1982, more than 60 years after the IUPAC was established in 1919. He was followed by Jung-Il Jing from Korea (2008-2009), Kazuyuki Tatsumi (2012-2013) from Japan, and Zhou. In terms of national adhering organizations (NAOs), Japan was the first East Asian nation admitted to IUPAC in 1921, but we had to wait until the late 1970s for all other national chemical communities in East Asia to be officially admitted to the IUPAC: The Chemical Society Located in Taipei in 1959, the Korean Chemical Society in 1963, and the Chinese Chemical Society in 1979. East Asia’s position in the IUPAC is the outcome of a rather long historical process.


2017 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
Author(s):  
Husnaina Husnaina

Industri penerbangan saat ini menuntut perusahaan agar dapat bersaing secara global. Dan tuntutan akan persaingan di dalam industri penerbangan membuat beberapa perusahaan menerapkan strategi “Low Cost”. Istilah Penerbangan “low cost” atau sering disebut LCC (low cost carrier). LCC sering juga disebut sebagai Budget Airlines atau no frills flight atau juga Discounter Carrier. LCC merupakan model penerbangan yang unik dengan strategi penurunan operating cost. Kata kunci: Strategi biaya rendah, LCC, Industri Penerbangan


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document