scholarly journals FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN OLEH PERAWAT SEBELUM PEMBERIAN OBAT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD TAMIANG LAYANG

2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 67-75
Author(s):  
Septi Machelia Champaca Nursery ◽  
Lucia Andi Chrismilasari ◽  
Mariani Mariani

Latar Belakang : Keselamatan pasien (Patient Safety) merupakan usaha yang dilakukan untuk menurunkan angka Kejadian Tidak Diharapkan. Rumah Sakit harus membangun sistem yang menjamin bahwa pelayanan yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat.  Keamanan Pasien di rumah sakit dimulai dengan mengidentifikasi pasien dengan benar. Kesalahan dalam identifikasi pasien diawal pelayanan akan berdampak pada kesalahan pelayanan pada tahap selanjutnya, salah satunya adalah kesalahan dalam pemberian obat. Pelaksanaan identifikasi pasien dengan benar dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya pengetahuan, sikap dan budaya keselamatan. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor - faktor yang mempengaruhi pelaksanaan identifikasi pasien oleh perawat sebelum pemberian obat. Metode: Jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif, desain penelitian cross sectional, dengan jumlah sampel 43 orang perawat pelaksana, teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling dan cluster sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dengan 17 item kuesioner pengetahuan, 12 item kuesioner sikap, 39 item kuesioner budaya keselamatan dan lembar observasi 8 item pernyataan, analisis data menggunakan analisa bivariat dengan uji Spearman Rank. Hasil : Hasil analisis bivariat faktor yang mempengaruhi pelaksanaan identifikasi pasien sebelum pemberian obat didapatka hasil, Correlation Coefficient (r) dan signifikansi (p)  =  (r) = 0,211 (p) = 0,174 (pengetahuan dan identifikasi pasien), (r) = 0,139 (p) = 0,372 (sikap dan identifikasi pasien), (r) = 0,483 (p) = 0,001 (budaya keselamatan dan identifikasi pasien). Kesimpulan : Faktor budaya keselamatan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien oleh perawat di instalasi rawat inap RSUD Tamiang Layang, sedangkan faktor pengetahuan dan sikap tidak mempunyai pengaruh yang signifikan.  Kata Kunci : Identifikasi pasien, kesalahan pemberian obat, pengetahuan, sikap, budaya keselamatan.

2019 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 67-74
Author(s):  
Mufarika Mufarika

AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV yang termasuk famili retroviridae. Kualitas hidup ODHA menjadi sangat rentan mengalami penurunan akibat masalah baik fisik, psikologis, maupun sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan peran kelompok dukungan sebaya dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Jenis penelitian yang digunakan  yaitu analitik  dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 61 responden. Pengambilan sampel menggunakan Simple random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Data dianalisis menggunakan uji statistik Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruhnya  mendapatkan peran kelompok dukungan sebaya kurang yaitu 46 (75%) ODHA. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value (0,000) < ? (0,05), artinya ada hubungan peran kelompok dukungan sebaya dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Poli VCT RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan. Kata Kunci: Kualitas Hidup, Peran Kelompok Dukungan Sebaya, AIDS


2018 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 1-6
Author(s):  
Astik Umiyah ◽  
Shovi Lukitasari

Golden age or golden period is the term for children aged 0-5 years. At this time almost all have time used to play because playing is fun activity and inherent needs for every children. Before appeared gadget as new game alternative media for children, children have been know about traditional games, but appeared gadget, children more often used gadget to play new games in gadget. This has a negative impact on the optimization of children. This research aims was to understand the influence of the frequency of gadgets use on social development and independence children aged 3 to 5 years. The research design was used cross sectional. Population in this study amount 175 children, with sample amount 63 children were taken used simple random sampling . From the data that has been tested using spearman rank obtained the ? value = 0.48 > 0,05, then H0 is received . So that there isn’n influence of frequence of gadgets use on social development and independence in children aged 3 to 5 years. Keywords : Golden Age , Gadgets, Development. ABSTRAK Golden age atau periode emas merupakan istilah bagi anak berusia 0-5 tahun. Pada masa ini hampir seluruh waktu yang dimiliki digunakan untuk bermain, karena bermain merupakan suatu aktivitas menyenangkan serta kebutuhan yang sudah melekat pada setiap anak. Permainan tradisional lebih dulu dikenal sebelum adanya gadget, yang sekarang gadget menjadi permainan alternative pada era saat ini. Keberadaan gadget, menjadikan ketertarikan anak menikmati sensasi permainan baru di dalam gadget. Hal ini menghambat optimalisasi anak. Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh penggunaan frekuensi gadget terhadap perkembangan sosial dan kemandirian pada anak usia 3-5 tahun. Penelitian ini menggunakan desain cross secsional. Populasi sebanyak 175 anak, dengan sampel sebanyak 63 anak dengan tehnik menggunakan simple random sampling. Data setelah diuji menggunakan spearman rank diperoleh nilai ? value = 0.48 > 0,05 maka H0 diterima, sehinnga tidak terdapat pengaruh penggunaan frekuensi gadget terhadap perkembangan sosial dan kemandirian pada anak usia 3-5 tahun. Kata kunci      : Golden Age, Gadget, Perkembangan.


2021 ◽  
pp. 657-670
Author(s):  
Suci Noor Hayati ◽  
Siti Yuliani Rusnandar

Patient safety is important and can be facilitated by improving the work climate for nurses. This study aims to describe the work climate of nurses and its impact on the application of patient safety at Sartika Asih Hospital, Bandung. The design of this study was descriptive with a cross-sectional approach. The population of this research is 84 nurses, and a simple random sampling technique was used to select 69 people. Data collection used the NWork Climate questionnaire by Suyanto with 36 statements. The univariate analysis used indicates that 56.5% respondents felt the work climate was not good, while 43.5%) felt it was good. According to Muadi (2019) work climate is a tool of environmental characteristics. Perceived directly by employees and assumed to have the main power in influencing employee behavior, the work climate is partially created visthe collaboration between the nurse and manager. The working climate of nurses in the hospital is still not good, so the hospital needs to make policies to improve this, including the scheduling of regular meetings and plans to increase the knowledge of nurses.   Keywords: working climate; patient safety; nurse


2019 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
Author(s):  
Yusup Robiansyah ◽  
Marxis Udaya ◽  
Iva Milia Hani Rahmawati

Kebiasaan merokok menjadi salah satu permasalahan yang dialami remaja. Kapan saja dan dimana saja kita sering menjumpai remaja yang merokok. Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan persepsi visual gambar kesehatan pada kemasan rokok dengan perilaku merokok remaja di SMK Dwija Bhakti 1 Jombang Kelas X Program Keahlian Teknik Komputer dan Jaringan. Desain penelitian analitik survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa SMK Dwija Bhakti 1 Jombang kelas X program keahlian Teknik Komputer dan Jaringan yang merokok dengan jumlah 34 siswa dan jumlah sampel sebanyak 31 siswa yang diambil menggunakan teknik simple random sampling. Variabel independen persepsi visual dan variabel dependen perilaku merokok remaja. Pengumpulan data dengan penyebaran kuesioner, pengolahan data editing, coding, scoring dan tabulating, analisa data dengan uji statistik spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 31 responden sebagian besar memiliki persepsi yang negatif sebanyak 18 siswa (58,1%) dan sebagian besar responden memiliki perilaku merokok ringan sebanyak 21 siswa (67,7%). Nilai p = 0,03 < α 0,05 yang berarti H1 diterima. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu ada hubungan persepsi visual gambar kesehatan pada kemasan rokok dengan perilaku merokok remaja


EMBRIO ◽  
2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 66-78
Author(s):  
Dwi Ertiana

Kehamilan usia < 20 tahun dan > 35 tahun dengan paritas grandemulti dapat menyebabkan terjadinya BBLR. Usia dan paritas bukanlah penyebab utama dari BBLR, namun BBLR dipengaruhi oleh banyak faktor. Ibu yang berparitas tinggi dapat mengalami gangguan pada organ reproduksi khususnya pada alat kandungannya serta adanya gangguan pada pembuluh darahnya. Maka dari itu hendaknya seseorang merencanakan kehamilan pada usia reproduksi sehat yaitu usia 20 - 35 tahun untuk mengurangi kemungkinan terjadinya masalah-masalah pada saat kehamilan. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan usia dan paritas ibu dengan insidence dan derajat BBLR di RSUD Kabupaten Kediri. Desain penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional, menggunakan data rekam medik. Populasi 2399 dengan menggunakan teknik simple random sampling dan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi. Diperoleh sampel sebanyak 96, sampel diperoleh dengan perhitungan menggunakan rumus besar sampel Nursalam. Uji statistik spearman rank dengan nilai ἀ 0,05. Hasilnya usia berisiko yaitu 31,3%, paritas berisiko yaitu 50%, sedangkan derajat BBLR yaitu 20,8%. Hasil analisis penelitian antara usia dengan insidence dan derajat BBLR (p value = 0,000 < 0,05) r =0,440), paritas dengan insidence dan derajat BBLR (p value = 0,020 < 0,05) r =0,236. Usia < 20 tahun dapat menyebabkan BBLR dikarenakan ibu hamil usia < 20 tahun rahim dan panggulnya sering kali pertumbuhanya belum maksimal. Sedangkan yang berusia > 35 tahun ada perubahan jaringan organ reproduksi dan kelenturan jalan lahir. Paritas dapat menyebabkan terjadinya BBLR dikarena paritas yang tinggi mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah uterus sehingga mengganggu aliran nutrisi ke janin yang menyebabkan terjadinya BBLR.


2019 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 15
Author(s):  
Cucu Herawati

Latar Belakang: Kecacatan yang dialami oleh penderita kusta menyebabkan berbagai dampak diantaranya dampak sosial, psikologis, dan ekonomi. Dampak sosial yang dialami penderita yaitu terisolasi dari pergaulan karena adanya stigma dan dsikriminasi, masalah psikologis menimbulkan stres, cemas dan depresi, serta dampak ekonomi dapat meningkatkan kemiskinan karena kurangnya produktifitas penderita. Maka diperlukan upaya pencegahan supaya tidak mengalami cacat diantaranya dengan perawatan diri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pendidikan, pendapatan, tipe kusta, dan perawatan diri terhadap cacat tingkat II kusta. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain Cross Sectional. Total populasi 43 penderita dengan jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 35 responden. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik cluster sampling, untuk menentukan mana saja yang termasuk sampel dari tiap Puskesmas menggunakan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan telaah dokumen. Hasil: Didapatkan tidak ada hubungan antara tipe kusta (p=0.234) dengan cacat tingkat II dan terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan (p=0.042), pendapatan (p=0.009), dan perawatan diri (0.001) dengan cacat tingkat II di Kabupaten Cirebon Tahun 2019. Nilai OR perawatan diri sebesar 11.73 maka perawatan diri yang kurang mempunyai risiko 12 kali terjadinya cacat tingkat II dibandingkan dengan yang melakukan perawatan diri baik. Kesimpulan: Perlunya peningkatan peran aktif penderita untuk mencari informasi tentang penyakit kusta dan meningkatkan perilaku kebiasaan perawatan diri yang rutin untuk mencegah terjadinya cacat.


2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 10
Author(s):  
Dini Setiarsih ◽  
Izzah Syariyanti

Lansia mengalami proses penuaan yang mengakibatkan penurunan fungsi tubuh salah satunya fungsi kognitif. Harga diri dan interaksi sosial merupakan faktor yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan harga diri dan interaksi sosial dengan fungsi kognitif pada lansia Di RW 05 Kelurahan Kraton Kecamatan Bangkalan. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah lansia berusia 60 tahun ke atas dan besar sampel sebanyak 36 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Variabel independen adalah harga diri dan interaksi sosial sedangkan variabel dependen adalah fungsi kognitif. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Berdasarkan uji statistik spearman rank didapatkan p=0.000 (<0.05), berarti ada hubungan yang bermakna antara harga diri dengan fungsi kognitif. Dan didapatkan p=0.004 (<0.05), berarti ada hubungan yang bermakna antara interaksi sosial dengan fungsi kognitif. Terdapat hubungan positif dengan tingkat korelasi kuat antara harga diri dengan fungsi kognitif pada lansia. Artinya semakin baik nilai harga diri maka fungsi kognitif akan semakin utuh. Sementara itu interaksi sosial dengan fungsi kognitif menunjukkan hubungan positif namun tingkat korelasinya sedang. Artinya semakin baik nilai interaksi sosial maka fungsi kognitif akan semakinutuh.


2013 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 7-16
Author(s):  
Dwi Ertiana ◽  
Febriani Dyah Sari

Latar belakang: Bayi mengalami beberapa gangguan salah satunya diaper rash. Agar bayi tidak mengalami hal tersebut maka perlu diperhatikan penggunaan diaper pada bayi. Diaper sekali pakai atau diaper modern telah menyebabkan peningkatan kesehatan kulit dengan penurunan frekuensi dan keparahan diaper rash. Tujuan: Mengetahui hubungan lama pemakaian diaper dengan kejadian diaper rash pada bayi usia 9-12 bulan. Metode: Jenis penelitian adalah observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan teknik simple random sampling. Responden adalah bayi berusia 9-12 bulan di Posyandu Canggu Badas Kediri pada tanggal 17 April sampai 15 Mei 2018 sebanyak sebanyak 47 responden. pengambilan data menggunakan lembar observasi dan lembar ceklist. Data dianalisis menggunakan uji spearman rank. Hasil: Sebanyak 24 responden (51,1%) mengalami diaper rash dan 15 responden (31,9%) tidak mengalami diaper rash, nilai korelasi spearman sebesar 0,512 dengan p-value sebesar 0,023 (< 0,05). Responden mengalami diaper rash disebabkan lama pemakaian diaper lebih dari tiga jam dengan frekuensi BAK paling banyak 6-8 kali sehari. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara lama pemakaian diaper dengan kejadian diaper rash pada bayi usia 9-12 bulan. Responden hendaknya melakukan pergantian popok pada bayinya paling tidak 3 jam sekali agar tidak terjadi diaper rash.


2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 52-61
Author(s):  
Intiyaswati Intiyaswati

Pendahuluan : Faktor penyebab meningkatnya angka kematian ibu 11% karena infeksi. Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari adanya komplikasi persalinan yaitu ketuban pecah dini. Penyebab KPD di antaranya infeksi, servik inkompeten, tekanan intrauterine yang meninggi, trauma, kelainan letak dan multipara. Dampak dari KPD adalah adalah infeksi maternal dan neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali pusat dan deformitas janin. Di RS William Booth Surabaya tahun 2021 kejadian KPD sebesar 17,73. Tujuan dari penelitian yaitu diketahuinya hubungan antara kehamilan letak sungsang dengan kejadian ketuban pecah dini di ruang bersalin RS William Booth Surabaya Tahun 2021. Metode: Penelitian dilaksanakan di RS William Boothpada bulan Agustus 2021  dengan desain penelitian analitik dan pendekatan cross sectional, variabel independen adalah kehamilan letak sungsang, variabel dependen kejadian KPD. Populasi penelitian adalah semua ibu bersalin pada tahun 2021 sejumlah 947 dan besar sampel 281 orang. Teknik sampel yang digunakan yaitu simple random sampling. Hasil: Hasil penelitian dibuat dalam bentuk tabel frekuensi, tabulasi silang dan dianalisis menggunakan uji Spearman Rank dengan α = 0,05. Hasil penelitian 65,5% responden tidak mengalami letak sungsang dan 64,1% tidak KPD. Hasil uji Spearman Rank didapatkan bahwa P Value 0,000 dimana p value <  α sehingga H0  ditolak dan H1 diterima  maka ada hubungan antara kehamilan letak sungsang dengan kejadian KPD. Diskusi: Peran nakes yaitu mendeteksi kelainan letak sungsang sedini mungkin sangat penting dan diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik pada ibu hamil dan bersalin sehingga tidak terjadi komplikasi


2018 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
Author(s):  
Dwi Hendra Pratiwi ◽  
Mona Saparwati

Motivasi dibutuhkan perawat guna memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan   keperawatan   yang   komprehensif.   Motivasi   eksternal   terdiri   dari konpensasi finansial dan non finansial. Salah satu motivasi perawat dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi adalah mendapatkan pengakuan kenaikan jenjang pendidikan. Pengakuan jenjang pendidikan merupakan bentuk kompensasi non finansial yang diharapkan juga akan meningkatkan kompensasi finansial perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kompensasi non finansial dengan motivasi perawat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di RSK Ngesti Waluyo. Desain penelitian ini deskriptif korelasional dengan pendekatan cross-sectional dengan jumlah sampel 116 perawat diambil dengan metode simple random sampling.   Instrumen   penelitian   dengan   menggunakan   kuesioner.   Analisis Univariat menggunakan uji statistik deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi  variabel  kompensasi  non  finansial  dan  variabel  motivasi.  Analisis bivariat  menggunakan  uji  korelasi  Spearmans.  Gambaran  kompensasi  non finansial sebagian besar dalam kategori cukup baik yaitu 72 orang (62,1%). Gambaran motivasi pendidikan sebagian besar dalam kategori rendah yaitu 59 orang (50,9%), hasil uji statistik korelasi spearman yaitu   p value adalah 0,000 dan  Correlation  Coefficient  (koefisien korelasi)  sebesar 0,338.  Ada hubungan kompensasi non finansial dengan motivasi perawat melanjutkan pendidikan di RSK Ngesti Waluyo. Manajemen RSK Ngesti Waluyo Parakan Temanggung hendaknya memperhatikan faktor kompensasi non finansial, yaitu dengan memperbaiki kondisi kerja dan menerapkan kebijakan yang lebih baik terutama dalam hal pendidikan bagi perawat agar motivasi kerja yang dimiliki oleh perawat semakin tinggi dan tentu akan meningkatkan kinerja perawat di Rumah Sakit.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document