Politika Jurnal Ilmu Politik
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

62
(FIVE YEARS 36)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Institute Of Research And Community Services Diponegoro University (Lppm Undip)

2502-776x, 2086-7344

2021 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 107-127
Author(s):  
Mokhamad Zainal Anwar ◽  
Yuyun Sunesti ◽  
Islah Gusmian

Artikel ini mendiskusikan pandangan anak muda muslim di Solo raya terhadap relasi Islam dan Pancasila pasca reformasi. Dengan memakai metode kualitatif, artikel ini menemukan bahwa ada keragaman pandangan anak muda muslim di Solo raya terhadap relasi Islam dan Pancasila mulai dari yang bersikap tegas, mengambang, hingga yang cenderung bersikap menolak. Studi ini menemukan bahwa ada anak muda muslim yang menganggap bahwa Islam merupakan sumber dan inspirasi utama terhadap proses perumusan Pancasila dan menjiwai sila-sila dalam Pancasila. Ada pula pandangan yang mengatakan bahwa Pancasila adalah ideologi yang didalamya terdapat berbagai ideologi mulai Islam, demokrasi hingga sosialisme. Selain dua pandangan tersebut, ada pula pandangan yang memahami bahwa tidak ada kewajiban bagi seorang muslim untuk mematuhi Pancasila. Artikel ini mengajukan argumentasi bahwa beragamnya pandangan anak muda muslim pasca reformasi terhadap Pancasila dan hubungannya dengan Islam dipengaruhi oleh keterlibatan dalam organisasi dan menurunnya perbincangan tentang tentang ideologi dan dasar negara. Artikel ini memperkaya kajian tentang anak muda dan ideologi negara pasca reformasi.


2021 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 46-67
Author(s):  
Muhammad Adnan

Kajian ini dikhususkan pada dimamika relasi Islam, Islamisme dan demokrasi di Surakarta. Kajian dilaksanakan dengan melakukan wawancara terhadap beberapa aktivis Islam dan aktivis Islam politik. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori sikap dan teori identitas untuk menjajagi sejauhmana sikap mereka terhadap praktik demokrasi, yaitu pemilihan kepala daerah dan pemilihan anggota legislatif. Seberapa kuat peran identitas ke-Islam-an mereka menyikapi pemilihan tersebut. Hasil kajian menunjukkan,  aktivis Islam non-politik terbagi  dalam dua kelompok. Satu kelompok dapat menerima demokrasi secara utuh tanpa dikaitkan dengan persoalan syariat, bahkan demokrasi  diangggap sudah sesuai dengan syariat. Sebaliknya, kelompok kedua  menerima demokrasi tetapi menekankan pentingnya memiliki pemimpin Islam. Kalaupun yang terpilih non Muslim, mereka bisa menerima tetapi dengan kondisi terpaksa. Sikap ini juga berlaku untuk pemilihan anggota legislatif. Kelompok Islam politik juga terbagi menjadi dua sikap yaitu kelompok Islamis-idealis dan Islamis-realis. Kelompok yang idealis total menolak praktik demokrasi termasuk pemimpin non-Islam. Kelompok realis, masih bisa menerima demokrasi tetapi haram memilih pemimpin non Islam. Praktik demokrasi di Surakarta untuk waktu yang tidak bisa ditentukan akan senantiasa dibayang-bayangi tiga fenomema. Pertama, dominasi sikap aktivis Islam yang menggunakan standar syariat menurut interpretasi mereka dalam memilih pemimpin politik. Kedua, dominasi sikap aktivis Islam politik yang lebih total dalam menggunakan standar syariat yaitu menetapkan keharaman dalam memilih pemimpin non Islam. Ketiga, sikap Islamis-idealis yang total menolak sistem demokrasi, meskipun pemimpin yang terpilih beragama Islam.


2021 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 11-24
Author(s):  
Ahmad Izudin

This article explains the traces of the post-reformation Islamic student movement. The movement is still considered as the power of civil society to conduct democratization, but its tendency does not lead to social transformation. Sidney Tarrow (1996) used a theory of collective behavior reference in social movements to discuss this issue. This article is based on a qualitative research method. The data were collected by using Focus Group Discussion, interview, documentation, and literature review. This study finds out that an orientation shifting of the Islamic student movement, which is interesting to reveal. The shifting indicates the tendency to change orientation accordingly to the national political change and fluctuations. In this situation, the Islamic student movement has experienced several social dynamics. A new movement model arises when they use social media as an alternate formto convey their social criticism like through the street demonstration to critize governance practices.


2021 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 68-87
Author(s):  
Romel Masykuri ◽  
Mohammad Fajar Shodiq Ramadlan
Keyword(s):  

Politik pelabelan merefleksikan dan mengekspresikan polarisasi dan kontestasi di antara kelompok Islam dalam politik. Label politik menjadi instrumen dan strategi untuk membangun citra dan persepsi dalam kontestasi dan konstelasi politik di Indonesia. Artikel ini menjelaskan bagaimana kontestasi di antara kelompok Islam termanifestasi melalui label untuk merebut klaim dan legitimasi politik. Metode process-tracing dan analisis konten digunakan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan label di antara kelompok Islam. Selama 2014-2019, ada dua isu penting terkait politik pelabelan. Pertama, label berhubungan dengan konteks, hubungan kausalitas, dan tujuan atau konsekuensi dari pelabelan. Label merefleksikan pembingkaian tertentu dan pembeda antara kelompok. Kedua, segregasi dan polarisasi politik di antara kelompok-kelompok Islam selama 2014-2019 di Indonesia termanifestasi melalui konstruksi dan produksi berbagai label. Melalui label, sentimen agama dan perbedaan antar kelompok Islam menjadi instrumen untuk mobilisasi atau menggerus dukungan politik lawan dalam politik elektoral.


2021 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 25-45
Author(s):  
Yoachim Agus Tridiatno

The Muhammadiyah's stance that tends to keep distance from practical politics in line with the ideals of the founder are dynamic and crucial. The tense was very strong between those willing to be faithful to the mission and those wishing to indulge into practical politics. During this period, the elites maneuvered the political moves numerous times until its centennial years. These experiences act as lessons learned from other organizations in Indonesia. The research aims to determine the critical reflection on the political moves of Muhammadiyah from the Catholic perspective. It uses the Catholic Social Teachings as a reflective tool to determine alternative insights on Muhammadiyah.


2021 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 158-173
Author(s):  
Ernestus Lalong Teredi

Kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang diselenggarakan pada tahun 1999 merupakan momentum bangkitnya perjuangan masyarakat adat di Indonesia. Kebangkitan ini, disebabkan krisis dari berbagai kebijakan sebelumnya yang mengabaikan kehidupan masyarakat adat. Dari lanskap genealogi tersebut, tulisan ini memeriksa bagaimana dinamika dan strategi gerakan politik keterlibatan masyarakat adat di Indonesia. Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis wacana. Temuan dalam tulisan ini, politik keterlibatan AMAN hadir karena krisis kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat adat. Mengisi krisis kebijakan tersebut, maka terdapat tiga pola politik keterlibatan AMAN yang dilakukan secara kontinu selama ini. Pertama keterlibatan akar rumput dengan tujuan menghidupkan kritisisme dan mengidentifikasi persoalan dalam kehidupan masyarakat adat. Kedua, ikut mengadvokasi kebijakan publik, yang bertujuan untuk menghadirkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat. Ketiga, terlibat dalam pentas elektoral, dengan misi menghadirkan perwakilan yang paham persoalan dasar masyarakat adat. Dari keseluruhan temuan tersebut, benang merah yang dapat diambil yaitu pola gerakan politik keterlibatan AMAN berhasil membangun sikap kritis dan perlawanan dari komunitas masyarakat adat. Di sisi lain, gerakan politik keterlibatan AMAN mampu merumuskan kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat serta mengutus kader ke jajaran politik struktural.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 128-143
Author(s):  
Moch. Marsa Taufiqurrohman

Sejak dekade awal reformasi, sejumlah besar partai politik (parpol) telah didirikan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia di era pasca-Soeharto tidak dapat menghalangi munculnya fragmentasi politik. Dengan mempertimbangkan sistem multi-partai ideal Sartori, pemerintah yang efisien harus mengadopsi pluralisme moderat di parlemen. Alih-alih mampu mendorong pluralisme moderat, hasil pemilihan umum (Pemilu) Indonesia setelah reformasi justru menghasilkan pluralisme ekstrem dengan partai-partai pemenang minoritas yang mengakibatkan pemerintahan yang lemah. Meskipun tidak ada ketentuan konstitusional tentang ambang batas pemilihan ini, dalam praktiknya, ambang batas pemilihan dipandang sebagai alternatif untuk menyederhanakan sistem multi-partai yang kompleks. Di sisi lain, penentuan jumlah persentase ambang batas pemilihan dilakukan tanpa metode dan argumen yang memadai. Dari Pemilu ke Pemilu persentase ambang batas pemilihan selalu berbeda-beda. Selain itu, para pembuat kebijakan hanya berpendapat bahwa semakin tinggi ambang pemilihan proses politik dan pengambilan keputusan akan lebih sederhana dan lebih efisien, tanpa dapat menjelaskan secara terukur angka ideal untuk setiap pemilihan dalam keadaan apa pun. Akibatnya, sistem ini dapat mengabaikan aspirasi pemilih yang suaranya sudah hangus tanpa sempat dihitung untuk konversi kursi DPR.


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 148-162
Author(s):  
Teguh Yuwono ◽  
Laila Kholid Alfirdaus ◽  
Dzunuwanus Ghulam Manar

Tidak ada yang meragukan bahwa IT (Information and Technology) adalah kunci dalam menyambut perubahan 4.0 yang dipandang telah mendisrupsi banyak hal. Namun demikian, tidak banyak unit-unit pemerintahan yang secara cepat beradaptasi dengan situasi baru. Di tengah respon yang cukup kalang-kabut oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, Banyuwangi relatif mampu melakukan penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan baru yang berlandaskan Internet-of-Thing (IoT). Tentu saja, Banyuwangi tidak sedang menuju untuk menjadi seperti Silicon Valley, Amerika Serikat, yang telah lama dikenal sebagai episentrum bisnis-bisnis IT global. Banyuwangi masih sebatas gesit dalam memanfaatkan keterbukaan akses dan informasi untuk masuk ke dalam alur bisnis berbasis IT yang semakin ekspansif. Dampak dari kecepatan penyesuaian diri tersebut telah berhasil mengubah banyak hal menjadi lebih baik di masyarakat, baik secara ekonomi, pelayanan publik, maupun pendidikan. Hasil penelitian penulisselama tahun 2019 menunjukkan bahwa inovasi IT oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menjadi jantung bagi perubahan banyak aspek kehidupan di sana. Inovasi ini kemudian merangsang lahirnya inovasi baru di banyak hal lainnya


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 163-182
Author(s):  
Arfan Ashari Saputra ◽  
Ridho Al-Hamdi

Tulisan ini mengkaji motif politikdalam kasuskelahiran dan pembentukan Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi). Kemunculannya dinilai oleh tiga motif politik: motif insentif material, insentif solidaritas, dan insentif idealisme.Sementara pembentukan diukur oleh struktur kesempatan politik, mobilisasi, dan framing. Secara metodologis, ini adalah penelitian kualitatif dengan menerapkan dua teknik pengumpulan data, yakni wawancara mendalam dan dokumenter. Temuan penulis menunjukkan bahwa di antara tiga motif, insentif solidaritas dapat dibuktikan sebagai faktor penentu yang mempengaruhi munculnya Garbi. Sementara itu, framing adalah struktur yang mendominasi satu dengan lainnya. Ini menunjukkan bahwa Garbi bukan hanya gerakan elit karena kekuatan solidaritas yang murni berasal dari pengikutGarbi di akar rumput. Dengan memanfaatkan strategi framing, formasi Garbi bisa mendominasi persepsi publik. 


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 219-238
Author(s):  
Saiful Mujani ◽  
Deni Irvani

Sebuah kebijakan publik akan efektif jika publik mendukungnya. Hal yang sama berlaku dalam konteks wabah  Covid-19. Sejauh ini belum ada studi tentang kebijakan pemerintah Indonesia, khususnya terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan kepatuhan warga terhadapnya. Tulisan ini mengisi kekosongan tersebut dengan bertumpu pada hasil penelitian opini publik nasional tentang sikap dan perilaku publik terkait PSBB dan protokol kesehatan. Hasilnya adalah perilaku dan sikap pada kebijakan tersebut berhubungan dengan latar belakang perilaku politik, kepercayaan pada kemampuan pemerintah menangani Covid-19, status pekerjaan, pendapatan, pendidikan, agama, dan gender. PSBB tidak akan efektif karena jumlah warga yang harus bekerja di luar rumah sangat banyak. Sebaliknya, memberikan subsidi pada warga agar tidak bekerja selama pandemi tetapi tidak jelas kapan akan berakhir, tentu bukan kebijakan yang realistis. Untuk itu, kebijakan mengubah PSBB dengan kembali membolehkan warga bekerja seperti sebelum masa Covid-19 dan disertai protokol kesehatan yang ketat adalah solusi yang lebih realistis. Sosialisasi mendesaknya protokol kesehatan harus dilakukan lewat berbagai kelompok masyarakat dan lewat tokoh-tokoh berpengaruh karena mereka cenderung lebih didengar.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document