ABSTRACT
West Kalimantan, majorly in density populated city-Pontianak- had not accurate statistic review about dementia and Alzheimer’s’s. Huge nursing care attention to elderly was put on physically as degenerative process, while emotional and memory either cognitive function were not clearly assessed. The purpose of this study was to compare the effectiveness of Mini-Cog and MMSE as valid instrument identifying and finding cognitive impairment in elderly which were leading to risk of dementia as part of nursing assessment.
This was a cross-sectional study with 108 literate elderly of both genders at the outpatient clinics and shelters of Geriatricts and nursing homes in city of Pontianak dan district of Kubu Raya, West Kalimantan. Sensitivity and specificity of vital measurements the Mini-Cog were compared with those of the Mini- Mental State Exam (MMSE). Some factors-age, education, ethnicity, sleep duration- were tested to find its correlation to cognitive impairment.
Results. All who met criteria for probable dementia based on informant interviews and with no revealed history of cognitive decline were included. Mini-Cog had the highest sensitivity and correctly classfied the greatest percentage (60,2 %) of subjects in state positive cognitive impairment. Moreover, MMSE had 53,7 % sensitivity to recognized “probable’ and “definite” cognitive impairment. The MMSE score was 21,88±11,309 which was in higher risk. Administration time for the Mini-Cog was 3 minutes while MMSE had 7 minutes.
Conclusions. The Mini-Cog instrument is the easier way and more effective in revealing the risk of dementia with minimal language interpretation requirement and less training to administer than MMSE. Elderly in upper 60 ages is higher risk group to undergo cognitive impairment-range from mild to moderate even severe.
KEY WORDS: dementia, cognitive impairment, nursing assessment, MMSE, clock draw test.
ABSTRAK
Kalimantan Barat, khususnya Pontianak belum memiliki data akurat tentang Demensia dan Alzheimer’s. Atensi mayor dalam proses keperawatan dan pelayanan kesehatan pada lansia rata-rata diletakkan pada aspek fisik yang terlihat, sementara aspek psikologis, emosi dan memori tidak terkaji dengan baik. Skrining status mental jarang dilakukan, tidak ada implikasi, dan tidak ada data kejadian Demensia resmi melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas Mini-Cog dan Mini Mental State Examination (MMSE) sebagai instrument valid dalam pengkajian keperawatan guna mengidentifikasi dan menemukan kerusakan kognitif lansia yang dapat mengakibatkan risiko demensia. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan 108 partisipan lansia tidak buta huruf pada klinik rawat jalan dan panti lansia di Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Beberapa faktor seperti umur, pendidikan, etnis, dan durasi tidur diuji untuk menemukan korelasinya terhadap kerusakan kognitif. Parekrutan partisipan dilakukan berdasarkan wawancara kepada informan dan tidak ada riwayat didiagnosis penurunan fungsi kognitif sebelumnya.
Berdasarkan temuan didapatkan bahwa Mini-Cog dengan tepat mengklasifikan persentase terbesar kerusakan kognitif yaitu 60,2 % state positif dan sebanyak 53,7 % mengalami state gangguan kognitif baik probable maupun definite menurut skoring Mini Mental State Examination (MMSE). Rerata nilai kognitif partisipan berdasar skoring MMSE adalah 21,88±11,309 yang berarti berada pada level risiko tinggi mengalami gangguan fungsi kognitif. Instrumen Mini-Cog sama efektif mengukur kemampuan kognitif lansia dalam 3 menit sedangkan MMSE efektif dalam waktu 7 menit. Instrumen Mini-Cog merupakan instrument yang lebih mudah bagi perawat dalam membantu menemukan risiko demensia tanpa terhalang oleh substanti Bahasa maupun etnis. Lansia pada usia lebih dari 60 tahun merupakan kelompok yang lebih tinggi mengalami kerusakan kognitif ringan hingga sangat berat yang berisiko pada kejadian demensia.
KATA KUNCI: demensia, kerusakan kognitif, pengkajian keperawatan, MMSE, tes menggambar jam.