ABSTRACTBig cities with valley or basin topography such as Bandung, generally have problems with air pollution due to the inversion layer and photochemical smog formations. The inversion conditions cause photochemical smog settling so that the air looks dark on the surface. This study was conducted to analyze the character of inversion events in Bandung due to vertical temperature changes. The inversion layer is obtained from the TAPM (The Air Pollution Model) model and in situ measurement of vertical temperatures by flying a temperature sensor to get the temperature profile. The TAPM running model is carried out in July and December following the dry and rainy seasons. In situ temperature observations are carried out in September 2018 using a drone according to the dry season and data corresponding to the rainy season using data from previous research with a radiosonde balloon. The running model results show that the inversion layer in the rainy season is stronger and more persistent than in the dry season. The inversion layer at night until morning occurs at the surface level, then the inversion layer rises, and finally, the inversion layer breaks up around 10:00 in July and around 12:00 in December. Validation with in situ measurements shows similarity in the pattern. The inversion event correlates with the subsidence and dilution of smog and photochemical smog pollutants from the edge of the Bandung Basin area.Keywords: basin, urban, photochemical smog, inversionABSTRAKKota besar dengan topografi berbentuk lembah atau cekungan seperti Bandung, umumnya memiliki masalah dengan polusi udara karena adanya pembentukkan lapisan inversi dan smog fotokimia. Kondisi inversi menyebabkan terjadinya pengendapan smog fotokimia, sehingga udara terlihat gelap pada permukaan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis karakter kejadian inversi di Cekungan Bandung akibat dari perubahan temperatur vertikal. Lapisan inversi diperoleh dari model TAPM (Model Polusi Udara) dan pengukuran in situ temperatur vertikal dengan menerbangkan sensor suhu untuk mendapatkan profil suhu. Running model TAPM dilakukan pada bulan Juli dan bulan Desember berkesesuaian dengan musim kemarau dan hujan, sedangkan pengamatan temperatur in situ dilakukan pada bulan September 2018 dengan menggunakan wahana drone yang berkesesuaian dengan musim kemarau, serta untuk data yang berkesesuaian dengan musim hujan menggunakan data hasil penelitian sebelumnya dengan wahana balon radiosonde. Hasil running model menunjukkan, lapisan inversi pada musim hujan lebih kuat dan lebih persisten dari pada musim kemarau. Lapisan inversi pada malam sampai pagi hari terjadi pada level permukaan, kemudian lapisan inversi ini naik dan akhirnya lapisan inversi pecah sekitar pukul 10:00 pada bulan Juli dan sekitar pukul 12:00 pada bulan Desember. Validasi dengan pengukuran in situ menunjukkan kemiripan pola. Kejadian inversi berkorelasi dengan pengendapan dan pengenceran polutan smog dan smog fotokimia dari pinggir Cekungan Bandung. Kata kunci: cekungan, urban, smog fotokimia, inversi