Structure of a dideoxynucleoside active against the HIV (AIDS) virus

1993 ◽  
Vol 49 (6) ◽  
pp. 1095-1097 ◽  
Author(s):  
J. M. Gulbis ◽  
M. F. Mackay ◽  
G. Holan ◽  
S. M. Marcuccio
Keyword(s):  
Author(s):  
Jeffryco Pratama ◽  
Rudy Trisno

HIV / AIDS is the most dangerous virus in the world that can be transmitted. People infected with this disease are called ODHA. At present they are not only fighting against the disease but they are also fighting against the bad stigma in society. With this negative stigma, ODHA are easily depressed and many ODHA choose to end their lives. For this reason, a rehabilitation center is needed to improve the standard of living for ODHA and the place of education for the HIV virus so that the stigma gradually diminishes. From studying the theory of the development of hospital typologies and the HIV / AIDS virus obtained a design method such as a). The hospital is open to the public, b). Sunlight affects the patient's mental and physical development, c). The circulation pattern of the hospital is in the form of aisle, d). Patients and the public can be combined if the disease is not contagious. In conclusion, the existence of a passage that can be traversed by the public and a program that triggers interaction between building users is expected to reduce the stigma of society and become a therapy for ODHA. So that ODHA have a strong mental life and will live their lives like Non-ODHA. Abstrak HIV/ AIDS adalah virus yang paling berbahaya didunia yang dapat menular. Orang yang terinfeksi dengan penyakit ini disebut ODHA. Saat ini mereka tidak hanya berperang melawan penyakitnya namun mereka juga berperang melawan stigma buruk pada masyarakat. Dengan adanya stigma negatif tersebut membuat ODHA mudah mengalami depresi dan bahkan banyak dari ODHA memilih untuk mengakhiri hidupnya. Untuk itu diperlukannya suatu wadah rehabilitasi agar meningkatkan taraf hidup ODHA dan wadah pendidikan virus HIV agar stigma tersebut lambat laun berkurang. Dari mempelajari teori perkembangan tipologi rumah sakit dan virus HIV/ AIDS didapatkan suatu metode perancangan seperti a). Rumah sakit terbuka untuk publik, b). Cahaya matahari memengaruhi perkembangan secara mental dan jasmani pasien, c). Pola sirkulasi rumah sakit berbentuk lorong, d). Pasien dan publik dapat digabung jika penyakit tidak menular. Kesimpulannya dengan adanya passage yang dapat dilalui publik dan program yang memicu interaksi antar pengguna bangunan diharapkan stigma buruk pada masyarakat berkurang dan menjadi terapi bagi ODHA. Sehingga para ODHA memiliki mental hidup yang kuat dan akan menjalani hidupnya layaknya Non-ODHA.


Author(s):  
Mario T. García
Keyword(s):  

This chapter deals with Fr. Olivares being diagnosed with the HIV-AIDS virus in 1990. His illness prevented him for being as engaged in sanctuary and other public protests. He had to now fight for his life. The chapter examines his last years of life in retirement and his failing health. He died in 1993 and his funeral Mass was attended by thousands. This chapter concludes with a discussion of Fr. Olivares’ legacy.


1989 ◽  
Vol 8 (7) ◽  
pp. 1259-1269 ◽  
Author(s):  
George I. Birnbaum ◽  
Jerzy Giziewicz ◽  
Tai-Shun Lin ◽  
William H. Prusoff

1988 ◽  
Vol 151 (1) ◽  
pp. 608-614 ◽  
Author(s):  
George I. Birnbaum ◽  
Tai-Shun Lin ◽  
William H. Prusoff

2018 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 16
Author(s):  
Hembadoon Iyortyer Oguanobi

Health literacy is an important tool for HIV/AIDS education.  It provides a space for students to use local literacy tools such as films, literature, and arts to explore ways of managing the HIV/AIDS virus in communities ravaged by the disease. HIV/AIDS affects the lives of millions of people in many African countries and requires a robust strategy by educators to tackle the epidemic and create safe spaces for students in schools and communities where young people face stigma and discrimination for having the virus, or living with people who have the virus. In this paper, the author discusses how students in some African countries respond to locally manufactured HIV literacy educational tools produced by members of the community. The author makes the case that it is important for schools to incorporate locally manufactured HIV/AIDS health literacy instruction into the curriculum; this would allow young people to engage with health literacies that are resonant of their embodied experiences. Keywords: Africa, discrimination, health literacies, HIV/AIDS, school programs


2020 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 99
Author(s):  
Moch Subhan Zakaria

<p>The harm reduction program is a program that aims to assist inmates who use syringes (IDU's) in overcoming dependence on narcotics medically and to prevent the adverse effects caused by narcotics abuse. Where in general the use of heroin is done by injecting using a syringe alternately, or known as "For Wet" This can cause a new problem that is greater that the outbreak of the HIV/AIDS virus. Most prisoners use injecting narcotics before entering prison and have been infected with the HIV virus, so the risk of transmitting HIV/AIDS to other prisoners is very high. The tendency of the number of relapses (reuse) by prisoners who are in the period of coaching is quite high despite the efforts of strict supervision in the security sector, but in fact in several prisons/detention there is narcotics smuggling in various modes. For this reason, the Indonesian Ministry of Law and Human Rights through the Directorate General of Corrections organizes the P4GN program (Prevention of Eradication of Narcotics Abuse and Circulation) in prisons and detention environments by promoting the principle of "Total Abstinence" meaning that no use of any type of narcotics during coaching in prisons and prisons. But for the type of metadone, which is a type II narcotics can be tolerated because it is used for the purpose of treatment/healing of narcotics dependence and is also a government program implemented by the Ministry of Health as the leading sector.</p>


Author(s):  
Yoan Barbara Runtunuwu

Sehat adalah keadaan sejahtera seutuhnya baik secara fisis, jiwa maupun sosial, bukan hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Remaja merupakan kelompok masyarakat yang hampir selalu diasumsikan dalam keadaan sehat. Padahal banyak remaja yang meninggal sebelum waktunya akibat kecelakaan, percobaan bunuh diri, kekerasan, kehamilan yang mengalami komplikasi dan penyakit lainnya yang sebenarnya bisa dicegah atau diobati. Banyak juga penyakit serius akibat perilaku yang dimulai sejak masa remaja contohnya merokok, penyakit menular seksual, penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), Human Immunodeficiency Virus – Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV-AIDS), kurang gizi, dan kurang berolahraga. Semua ini, yang akan mencetuskan penyakit atau kematian pada usia muda. HIV yang merupakan singkatan dari Human Immunodefiency Virus adalah Virus Penyebab AIDS. Virus ini menyerang dan merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga tidak bisa bertahan terhadap penyakit-penyakit yang menyerang tubuh manusia. Ibu-ibu dan Remaja Putri merupakan kaum yang lemah dan memiliki HAM sebagai kelompok yang rentan dan wajib dilindungi oleh Negara dan Hukum. Reproduksi yang hanya ada pada kaum hawa merupakan Hak Asasi selain dijaga juga dilindungi. Aspek hukum dan HAM merupakan dua komponen yang sangat penting dan ikut berpengaruh terhadap berhasil tidaknya program penanggulangan yang dilaksanakan. Telah diketahui bahwa salah satu sifat utama dari fenomena HIV & AIDS terletak pada keunikan dalam penularan dan pencegahannya. Berbeda dengan beberapa penyakit menular lainnya yang penularannya dibantu serta dipengaruhi oleh alam sekitar, pada HIV & AIDS justeru penularan dan pencegahannya berhubungan dengan dan atau tergantung pada perilaku manusia. Diharapkan penegtahuan dan pemahaman terhadap bahaya HIV-AIDS dapat terwujud dan mereka sadar akan pentingnya kesehatan bagi tubuh kita, sehingga pada akhirnya dapat tercapai Indonesia bebas HIV-AIDS.Kata Kunci: HIV-AIDS, Ibu-ibu dan Remaja Putri, Hak Asasi Manusia


2019 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
Author(s):  
Yustiana Olfah ◽  
Ni Ketut Mendri ◽  
Bondan Palestin

Latar Belakang : AIDS bukan penyakit, karena AIDS tidak menular. Yang menular adalah HIV yaitu virus yang menyebabkan tubuh mencapai masa AIDS. Virus ini terdapat dalam larutan darah, cairan sperma dan cairan vagina sehingga dapat menular melalui kontak darah/cairan tersebut bersumber dari Ditjen PP dan PL Kemenkes RI yang dilaporkan pada bulan September 2014 secara kumulatif HIV dan AIDS terhitung mulai 1 April 1987 sampai dengan 30 September 2014 total HIV 150.296 dan AIDS 55.799.Pemeriksaan laboratorium HIV/AIDS belum merupakan pemeriksaan rutin sebagai bagian dari persiapan operasi sehingga tentu dengan makin tingginya kejadian HIV/AIDS kalau tidak di deteksi akan sangat membahayakan bagi tim operasi yang kemungkinan besar mengalami paparan langsung dengan cairan tubuh pasien  walaupun telah dilindungi dengan pemakaian alat pelindung diri/APD. Sehingga untuk keamanan penata/perawat anastesi sangat diperlukan cara yang dapat membantu mengkaji resiko HIV/AIDS pada pasien untuk meningkatkan kehati-hatian dalam mencegah penularan dan pelaksanaan patient safety. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan wawancara pada lima penata anestesi belum ada alat/ instrument selain dengan pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu petugas kesehatan khususnya penata anestesi agar mampu mengkaji pasien beresiko atau tidak  terinfeksi HIV/AIDS, Dengan assesment resiko cara ini diharapkan persiapan operasi akan lebih hati hati dan optimal.Tujuan Penelitian  : Mengetahui  pengaruh  penggunaan Assesment Resiko terhadap Upaya Penata/Perawat Anestesi  dalam Pelaksanaan Patient Safety ;Universal Precautions di RSUD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).Metode Penelitian : Jenis penelitian Quasi eksperiment dengan rancangan Pre test Post test Design. Sampel penelitian dilakukan secara total sampling.  Rancangan ini tanpa kelompok pembanding (kontrol) dengan pertimbangan terbatasnya jumlah penata/perawat anastesi yang ada di RSUD Provinsi DIY, pengisian kuesioner dilakukan dua kali. Pertama untuk mengetahui kemampuan penata/perawat anestesi dalam deteksi resiko HIV/AIDS pasien pada saat kunjungan pra nestesi serta upaya pelaksanaan patien safety;universal precautions  sebelum diberikan Assesment Resiko dan kedua sesudah diberikan pelatihan menggunakan Assesment Resiko. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dengan kriteria penata/perawat anestesi yang aktif dan bekerja di kamar operasi.  Data hasil pemeriksaan dianalisis secara diskriptif  dan secara analitik dengan bantuan komputer menggunakan uji T test dengan  taraf signifikan 0,05.Hasil Penelitian: Uji statistik bernilai 0,000 terdapat pengaruh penggunaan assesment resiko terhadap upaya penata/perawat anestesi dalam pelaksanaan patient safety; universal precautions di RSU Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document