Population structure of a newly recorded ( Halodule uninervis ) and native seagrass ( Halophila ovalis ) species from an intertidal creek ecosystem

2021 ◽  
Vol 26 (3) ◽  
Author(s):  
Amrit Kumar Mishra ◽  
Mukunda Kesari Khadanga ◽  
Shesdev Patro ◽  
Deepak Apte ◽  
Syed Hilal Farooq
Author(s):  
Amrit Kumar Mishra ◽  
Mukunda Kesari Khadanga ◽  
Shesdev Patro ◽  
Deepak Apte

The present study documented the presence of seagrass Halodule uninervis for the first time along with previously documented Halophila ovalis at Haripur creek. The population structure of both these seagrass species is assessed. The physico-chemical parameters were similar for both seagrass species except for the sediment grain size fractions. The sand content of H. ovalis patches was 1.2-fold higher than H. uninervis beds, whereas the silt content of H. uninervis beds was 2-fold higher than H. ovalis patches. The pH levels were lower than the standard oceanic pH of 8.2. Macroalgae like Ceramium sp. and Gracilaria verrucosa were growing on the leaves of H. uninervis due to high nitrate and phosphate levels of the creek waters. Leaf reddening was only observed in the leaves of H. ovalis. Under similar environmental conditions, H. ovalis (5004 ± 114.51 ind. m-2) had a 2-fold lower shoot density than that of the H. uninervis (11598 ± 187.52 ind. m-2). Both above- and below-ground biomass of H. ovalis (96.34 ± 10.18 and 197.5 ± 18.30 g DW m-2) was 2-fold lower than that of H. uninervis (198 ±7.45 and 456 ± 9.59 g DW m-2). H. uninervis leaves were 9-fold longer than that of H. ovalis, whereas H. ovalis leaves were 5-fold wider than H. uninervis. The leaf plastochrone interval is 2.3 days for H. ovalis and 9.6 days for H. uninervis. Consequently, the leaf growth rate of H. ovalis is 2-fold lower than that of H. uninervis. H. ovalis had 2.6-fold longer internodes than H. uninervis. The root length of H. uninervis was longer than H. ovalis. Consequently, the shorter root length of H. ovalis led to higher branching frequency than H. uninervis. The total C and N content were higher in the leaves of H. ovalis than H. uninervis.


2019 ◽  
Vol 3 ◽  
pp. 871
Author(s):  
Desita Anggraeni ◽  
M. Nurkholis Fauzi ◽  
Christian Novia Ngesti H.

Padang lamun merupakan habitat penting pesisir yang memiliki peran kunci dalam ekosistem pesisir. Kawasan ini merupakan area asuhan bagi ikan-ikan kecil, udang, persembunyian biota dari predatornya, pendaur zat hara, serta penyerap nutrien dari limpasan air laut yang dapat membantu menstabilkan sedimen dan kejernihan air. Kepulauan Tanimbar merupakan salah satu lokasi di Provinsi Maluku dengan potensi sebaran lamun yang cukup luas, namun informasi mengenai sebaran lamun di kawasan ini tidak terdata dengan baik. Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif untuk mengisi gap data di area yang luas dan sulit dijangkau, termasuk untuk memetakan sebaran lamun di Kepulauan Tanimbar. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan data dasar sebaran dan luas habitat lamun di pesisir Kepulauan Tanimbar. Metode yang digunakan adalah analisis citra penginderaan jauh Landsat 8, menerapkan penajaman citra untuk perairan dangkal menggunakan algoritma Lyzenga. Citra Landsat yang digunakan Landsat Surface Reflectance liputan path/row 106/65 dan 106/66 tahun perekaman 2017. Pengambilan data lapangan dilakukan pada tanggal 1-10 November 2017. Metode pengambilan data lamun dilakukan menggunakan metode seagrass watch . Hasil pengolahan citra menunjukkan lamun terdistribusi merata di seluruh pesisir Kepulauan Tanimbar dengan luas total 5.615,63 hektar dengan tutupan terpadat di sekitar Pulau Seira. Hasil survei lapangan menunjukkan tutupan lamun terpadat dijumpai di Formusan dengan tutupan lamun rata-rata 95%. Kondisi lamun paling baik berada di daerah Sabal, didukung kondisi air yang sangat jernih dengan substrat utama pasir. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, jenis lamun yang ditemukan antara lain: E n h alu s a c o r oid e s , T h ala s sia h e m p ric hii, C y m o d o c e a s e r r ula t a , C y m o d o c e a rotundata, Syringodi um isoetifolium, Halodule uninervis, Halophila ovalis, dan Halophila minor .


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 83-86
Author(s):  
Suci Puspita Sari

Status mengenai kondisi ekosistem lamun di perairan Bangka Selatan diperlukan untuk menentukan terjadinya indikasi kerusakan lamun sebagai akibat dari aktifitas penambangan timah di wilayah pesisir. Kondisi kesehatan lamun dianalisis melalui kerapatan dan tutupan lamun sehingga dapat diketahui kondisinya.  Metode yang digunakan untuk memantau kondisi lamun pada penelitian ini adalah pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG), menggunakan algoritma Depth Invariant Index (DII). Distribusi lamun berdasarkan hasil pengolahan data citra Landsat tahun 2017 menunjukkan bahwa padang lamun di perairan Bangka Selatan seluas 4066,7 Ha. Spesies yang ditemukan dari 7 titik sampling, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, dan Cymodocea rotundata. Kondisi padang lamunnya secara umum termasuk dalam kategori “Miskin”.  


1997 ◽  
Vol 67 (1) ◽  
pp. 71-77 ◽  
Author(s):  
H.H. de Iongh ◽  
B. Bierhuizen ◽  
B. van Orden

A small population of dugongs was discovered in coastal waters of the Lease islands in eastern Indonesia. Studies on behaviour and feeding ecology revealed information on the interaction with seagrass meadows, modes of surfacing and submergence times and behaviour in the presence of scuba divers. Regular concentrated feeding was observed in a grazing sward at a subtidal monospecific Halophila ovalis meadow, confirming earlier observations of regular recropping by dugongs of grazing swards, covered by monospecific Halodule uninervis, inside an intertidal multi-species meadow.


2018 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 38
Author(s):  
Stevani Rawung ◽  
Ferdinand F Tilaar ◽  
Ari B Rondonuwu

This study was conducted in Marine Field Station of Faculty of Fisheries and Science of Sam Ratulangi University, Sub-district of East Likupang, North Minahasa. This study aims to identified the seagrasses in the water of Marine Field Station. The benefits of this study are for the database of seagrasses ecosystem management and comparative for other studies. The Observation and data collection was using random survey technic by analyzed the areas to collecting all the seagrass species found. Furthermore, the seagrass samples were categorised into each species. The result showed the amount of seagrass species in Marine Field Station are 8 species from 6 genera and 2 families: Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,  Halophila ovalis, dan Halophila minor.Keyword: Inventory, Seagrass, Marine Field Station ABSTRAKPenelitian dilakukan di perairan Marine Field Station Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Kecamatan Likupang Timur Kabupatan Minahasa  Utara. Tujuan penelitian  untuk mengidentifikasi lamun yang ada di Perairan Marine Field station. Manfaat penelitian dapat menjadi data pengelolaan ekosistem padang lamun dan dapat menjadi perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Pengamatan dan pengambilan sampel menggunakan teknik survei jelajah, yaitu dengan menjelajahi wilayah pengamatan sambil mencari semua spesies lamun. Lamun yang diambil adalah semua jenis yang ditemui. Selanjutnya, sampel lamun dikelompokan berdasarkan spesies. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah spesies lamun pada lokasi penelitian di Perairan Marine Field Station adalah 8 spesies dari 6 genera dan 2 famili yaitu, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,  Halophila ovalis, dan Halophila minor. Kata kunci: Inventarisasi, Lamun, Marine Field Station


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 24
Author(s):  
Risandi D Sitaba ◽  
Carolus P Paruntu ◽  
Billy Theodorus Wagey

This research was conducted in the waters of Tarabitan Peninsula, West Likupang North Minahasa using quadants transect method. The purpose of this study was to determine the community structure of seagrass found in that waters as initial information for sustainable management seagrass ecosystem . Field observation was conducted to identify the seagrass species, number of individuals/shoots, percent cover for each type of seagrass in those plotting quadrants. The result of this study documented 6 types of seagrass namely, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis and Halodule uninervis. The species composition and distribution of seagrass were varied and was dominated by Thalassia hemprichii was the most dominant seagrass species with a relative density of 55.55%, a relative frequency of 33.67%, 39.92% relative cover, an important value index of 129.03%, a diversity index of 1.30 belonging to this condition, moderate, the uniformity index of 0.72 is classified as high and the dominance index of 0.2 is classified as low. Based on Minister of Environment Decree Republic Indonesia No. 200 of 2004 concerning the status of seagrass beds, the condition of the seagrass beds in the waters of Tarabitan Village is classified as rich / healthy with a cover value of ≥ 60. Keywords : Seagrass Community, Species Composition,  distribution, Tarabitan Peninsula           Penelitian ini dilakukan di perairan Semenanjung Tarabitan Likupang Barat Minahasa Utara dengan menggunakan metode transek kuadran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas lamun yang terdapat di perairan tersebut sebagai informasi awal untuk pengelolaan lamun secara berkelanjutan. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi jenis lamun, jumlah individu/tegakan, persentase tutupan tiap jenis lamun pada tiap kuadran. Hasil penelitian ini mendokumentasikan 6 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis dan Halodule uninervis. Komposisi jenis dan sebaran lamun bervariasi dan didominasi oleh jenis lamun Thalassia hemprichii merupakan jenis lamun yang paling dominan dengan kerapatan relatif 55,55%, frekuensi relatif 33,67%, tutupan relatif 39,92%, indeks nilai penting 129,03%, indeks keanekaragaman 1,30 tergolong dalam kondisi sedang, indeks keseragaman 0,72 tergolong tinggi dan indeks dominansi 0,2 tergolong rendah. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004, kondisi padang lamun di perairan Desa Tarabitan tergolong kaya / sehat dengan nilai tutupan ≥ 60.Kata Kunci: Komunitas Lamun, Komposisi Jenis, Distribusi, Semenanjung Tarabitan


2019 ◽  
Author(s):  
A.K. Mishra ◽  
N.S. Sumantha ◽  
A. Deepak

AbstractAnthropogenic disturbance due to deployment of boat anchors and loss of seagrass ecosystem is not well understood in India. So, we used Govind Nagar beach of Havelock Island of Andaman and Nicobar Islands (ANI)to assess the impacts of boat anchors from traditional fishing and recreational activities on the seagrass Halophila ovalis population structure. H. ovalis density, biomass, morphometrics, canopy height and percentage cover were estimated from two stations of Govind Nagar beach i.e., one highly impacted from boat anchors (Station1) and a sheltered station (Station 2). A clear evidence in reduction of shoot density of H. ovalis was observed at station 1, exception was similar apex densities between both stations. H. ovalis morphometrics, such as number of leaves per shoot, leaf length, width and horizontal rhizome length were observed with significant lower values at station 1 compared to the sheltered station 2. Reduction in seagrass morphometrics also resulted in the loss of seagrass canopy height and percentage cover. A clear evidence of loss of seagrass population structure under the influence of physical disturbances caused by boat anchors were observed. We report for the first time the impacts of boat anchors on seagrass ecosystems of India and our results pitch for wider studies across India. The impact of boat anchors is small-scale, but in long-term loss of seagrass ecosystem services will have dire consequences on fish habitat and carbon storage. Therefore, proper management and conservation measures should be taken to prevent the loss of important dugong grass habitats of ANI.HighlightsPhysical disturbances caused by boat anchors decreased the shoot density of H. ovalis by 1.2-fold.1 to 2-fold reduction in canopy height and the morphological features of individual plants were observed due to damage caused by boat anchorsHabitat disturbance reduced 1.6-fold percentage cover of H. ovalis at Havelock Island of Andaman and Nicobar Islands, India


2019 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 27-38
Author(s):  
Nur Ikhsan ◽  
Neviaty Putri Zamani ◽  
Dedi Soedharma

Lamun merupakan tumbuhan laut yang memiliki peran yang tidak kalah penting dengan ekosistem pesisir lainnya seperti terumbu karang dan mangrove baik dari segi fisik, ekologi, dan ekonomi. Indonesia memiliki 12 jenis lamun dari 58 jenis lamun di dunia. Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki jumlah jenis yang sama karena perbedaan kondisi lingkungan atau tekanan antropogenik, sehingga perlu ada kajian keragaman jenis lamun di wilayah perairan Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi struktur komunitas lamun dan keterkaitan antara kerapatan lamun dan parameter lingkungan di perairan Pulau Wanci, Sulawesi Tenggara. Stasiun pengamatan berada pada daerah padang lamun yang dibagi menjadi 4 stasiun. Metode sampling yang digunakan mengacu pada McKenzie et al. (2001) menggunakan transek kuadrat 50 cm x 50 cm. Selanjutnya menghitung jumlah tegakan lamun dan mencatat jenis lamun yang ditemukan pada tiap transek kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 7 jenis lamun di perairan Pulau Wanci yaitu Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, Enhalus acroides, Thalasodendron ciliatum, dan Syringodium isoetifolium dengan kerapatan tertinggi didominasi oleh T. hemprichii, H. uninervis, dan C. rotundata dengan pola sebaran keseluruhan adalah mengelompok. Terdapat keterkaitan antara kerapatan lamun dengan parameter lingkungan, substrat berpasir memiliki korelasi positif yang tinggi terhadap kerapatan lamun sedangkan substrat liat, kecepatan arus, salinitas, dan suhu memiliki korelasi negatif yang rendah sampai tinggi terhadap kerapatan lamun di perairan Pulau Wanci.


Jurnal Airaha ◽  
2020 ◽  
Vol 9 (02) ◽  
pp. 161-163
Author(s):  
Handayani Handayani ◽  
M. ALi Ulat ◽  
Amir M Suruwaky ◽  
Mustasim Mustasim ◽  
Abdul Gofir

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis dan komposis lamun, penutupan lamun,  kerapatan jenis lamun, dan sebaran lamun di Perairan Pulau Soop Kota Sorong-Papua Barat. Metode penelitian adalah eksploratif, yang mana pengambilan data keragaman jenis, komposisi dan kerapatan dilakukan menggunakan transek garis. Pengambilan data dengan Transek garis yang dilakukan pada setiap stasiun dengan cara posisi tegak lurus dengan garis pantai sepanjang  setiap 10 m. Setiap transek garis dilakukan pencatatan data pada setiap 10 m tersebut, yang dimulai dari tepi pantai sampai tubir atau kedalaman tertentu. Data primer meliputi jenis lamun, tipe substrat, kerapatan, dan estimasi tutupan serta titik koordinat luasan dan titik pengambilan sampel. Kemudian data di analisis dan dibuatkan dalam bentuk peta dengan menggunakan software Arc-gis 10.6. Berdasarkan hasil penelitian di Perairan Pulau Soop terdapat 7 jenis lamun yaitu yaitu jenis Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprici, Cymodocea serrulate, Thalassodendron ciliatum, Halophila ovalis, Enhalus acoroides dan Halodule uninervis. Penutupan lamun tertinggi di stasiun penelitian sebelah Utara perairan pulau Soop sebesar 51,58%, sedangkan penutupan lamun tertinggi di stasiun penelitian sebelah Selatan pulau Soop sebesar sebesar 38.35%. Luas sebaran lamun di sebelah utara dan selatan Perairan Pulau Soop sekitar 2.665.00 m2.


2017 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 74 ◽  
Author(s):  
Retno Hartati ◽  
Ibnu Pratikto ◽  
Tria Nidya Pratiwi

Isu blue carbon telah menjadi perhatian dunia, melalui konsep UNEP 2009 yang telah memasukan vegetasi padang lamun sebagai penyerap karbon di lautan. Penyerapan karbon yang disimpan melalui sedimen dan jaringan pada lamun dalam bentuk biomassa. Penelitian yang dilakukan di Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Sintok, Karimunjawa bertujuan untuk melihat tingkat kerapatan, tutupan  dan penyerapan karbon yang tersimpan dalam biomassa jaringan lamun (akar, rhizoma dan daun). Kerapatan serta tutupan lamun diukur dengan melakukan sampling lapangan menggunakan metode transek kuadrat 1m x 1m, identifikasi jenis lamun melihat panduan dari buku seagrasswatch. Hubungan kerapatan, biomassa dilakukan untuk melihat nilai kandungan karbon pada lamun. Sampling kerapatan, tutupan lamun dan nilai biomassa dilakukan pada semua titik, sedangkan untuk analisa karbon pada metode pengabuan dilakukan pada titik 50 m yang kemudian dikonversikan dengan nilai biomassa pada titik lainnya. Hasil pada penelitian ini ditemukan 8 jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor, dan Halophila decipiens. Cymodocea rotundata mendominasi dikedua lokasi dengan kerapatan mencapai 1030 ind/m2. Nilai biomassa dibawah substrat (554,54 gbk/m2) lebih besar dibandingkan nilai biomassa diatas substrat (342,72 gbk/m2) diikuti nilai kandungan karbon dibawah substrat (193,31 gC/m2) yang lebih besar dibandingkan nilai kandungan karbon diatas substrat (119,99 gC/m2). Total kandungan karbon pada lokasi Pulau Menjangan Kecil adalah 32,18 ton karbon/ha dan Pulau Sintok adalah 4,18 ton karbon/ha.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document