Banjir merupakan salah satu bentuk bencana alam yang hingga saat ini masih belum dapat diselesaikan. Dampak banjir tidak hanya kerugian infrastruktur berupa jalan dan fasilitas umum akan tetapi kerugian materil menjadi bagian dari dampak yang merugikan bagi masyarakan. Padahal, bagi sebagian warga di Semarang dan Kabupaten Demak, banjir menjadi persoalan rutin pada musim penghujan. Daerah yang menjadi langganan banjir di Demak yaitu daerah Sayung, Karang Asem dan Mranggen. Banjir di daerah tersebut sulit diatasi bahkan semakin lama persoalan banjir tersebut semakin parah dan meluas. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan perkiraan debit puncak banjir melalui dua metode yang berbeda. Berdasarkan pada hasil maka mitigasi bencana juga dapat ditingkatkan. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode Nakayasu dan FSR Jawa Sumatera untuk mengukur debit puncak banjir dengan menggunakan rentang data curah hujan 10 tahun. Adapun hasil analisis menunjukkan bahwa debit banjir yang dianalisis dengan menggunakan metode Nakayasu menghasilkan debit banjir lebih besar daripada analisis debit banjir menggunakan FSR Jawa Sumatera. Hasil analisis dengan menggunakan metode Nakayasu diperoleh nilai terbesar untuk Sungai Penggaron 270,4 m3/detik. Sungai Dombo Sayung 296,4 m3/detik dan Sugai Dolok 332,2 m3/detik. Adapun, untuk Metode FSR Jawa Sumatera diperoleh nilai terbesar untuk Sungai Penggaron 112,7 m3/detik. Sungai Dombo Sayung 239,7 m3/detik dan Sugai Dolok 632,1 m3/detik.Kata kunci : debit banjir; dombo sayung; FSR Jawa Sumatera; nakayasu ABSTRACTFlooding is a form of natural disaster that has yet to be resolved. The impact of flooding is the loss of infrastructure in roads and public facilities, but a material loss is part of the community's detrimental impact. For some residents in Semarang and Demak Regency, flooding is a routine problem during the rainy season. Areas that are regularly flooded in Demak are Sayung, Karang Asem, and Mranggen. Floods in the area are challenging to overcome, even if flooding is getting worse and broader. Thus this study aims to determine the comparison of the estimated peak flood discharge through two different methods. Based on the results, disaster mitigation can also be improved. This study used Nakayasu and Java Sumatera FSR to measure the peak flood discharge using a ten-year rainfall data range. The analysis results show that the flood discharge analyzed using the Nakayasu method produces a more massive flood discharge than the flood discharge analysis using the Java Sumatra FSR. The analysis results using the Nakayasu method obtained the most significant value for the Penggaron River 270.4 m3/second. Sungai Dombo Sayung 296.4 m3/second and Sugai Dolok 332.2 m3/second. Meanwhile, for the Java Sumatra FSR Method, the most significant value was obtained for the Penggaron River 112.7 m3/second. Sungai Dombo Sayung 239.7 m3/second and Sugai Dolok 632.1 m3/second.