scholarly journals Pemberdayaan Masyarakat “Kampung KB” Ditinjau dari Perspektif Ottawa Charter

2020 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 206
Author(s):  
Maulana Satria Aji ◽  
Gita Putra Heru Yudianto

Latar Belakang: Kampung Keluarga Berencana (KB) merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis keluarga dan komunitas. Kampung Keluarga Berencana merupakan program yang didasarkan pada Nawacita. kajian tentang program Kampung KB banyak dianalisis dari berbagai perspektif. Namun tidak banyak yang menganalisis dari perspektif Ottawa Charter, hal ini yang membedakan dengan penelitian lainnya . Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeskplorasi implementasi pemberdayaan masyarakat Program Kampung KB dari perspektif ottawa charter. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode studi kasus yang didukung dengan pengambilan data berupa wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Informan dalam pelaksanaan in-depth interview sebanyak 15 orang. Lokasi penelitian di Surabaya di RW 12 Sidotopo Kecamatan Semampir Surabaya. Hasil: Hasil analisis berdasarkan poin Ottawa charter, menunjukkan Kampung KB RW 12 belum optimal, seperti belum adanya kebijakan kesehatan tertulis. Komunikasi antara Puskesmas dan DP5A masih lemah sehingga terjadi penumpukan tugas, kurangya anggaran operasional, serta anggaran dana dari pemerintah yang belum tuntas. Uniknya, pengurus mampu menggalang dana swadaya untuk operasional Kampung KB. Pihak luar pun turut membantu masyarakat dalam hal bantuan pendidikan hingga pelatihan UMKM. Kampung KB membawa banyak perubahan di masyarakat, seperti gerakan bimbingan belajar pada remajanya hingga proyek bank sampah. Kesimpulan: Implementasi pemberdayaan masyarakat pada program kampung ditinjau dari perspektif ottawa charter belum memenuhi semua aspek dengan sempurna, terutama dalam hal kebijakan dan reorientasi health services.

Author(s):  
Ray March Syahadat

As a maritime ethnic, Butonese people migrated to some places. A rather large amount of them are in Province of Maluku, Indonesia. This study aims at investigating Butonese cultural landscape in their new migrant region. Is there any different? If this study also aims to know social interaction among ethnics and how it affects Butonese cultural landscape dynamics. This study took place in Negeri Kawa, western part of Seram Regency, Maluku Province, on November 2015. The method used in the study was a qualitative method with in depth interview by snowball and triangulation technique, observation participation, focus group discussion (FGD), and literature study. The result showed that there is a different between Butonese cultural landscape in Buton and Negeri Kawa. Stereotype, presumption, and prejudice to Butonese people also occur. However, it is not always negative because from those three things, the process of acculturation and adaptation as a form of respect and prevention of Butonese culture can occur in Negeri Kawa.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 112
Author(s):  
Rahmat Catur Wibowo ◽  
Kelik Hendro Basuki ◽  
Muh Sarkowi

Desa Sukamarga memiliki beberapa obyek wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi seperti keramikandan kawah nirwana. Semua obyek wisata tersebut berada di alam bebas yang sangat beresiko dan wajibmemperhatikan keselamatan pengunjung. Pengelolaan keselamatan wisata akan selalu terkait dengan upaya-upaya meminimalkan risiko dan kecelakaan. Tujuan dari pengabdian ini adalah: memetakan kondisi eksistingobyek geowisata keramikan dan kawah nirwana berbasis photo udara, mengedukasi masyarakat akan prinsip-prinsip pengelolaan keselamatan wisata, dan mengintegrasikan data geospasial dan nonspasial dari kelompokmasyarakat dalam pembuatan peta zonasi risiko. Kelompok masyarakat yang tergabung dalam KelompokSadar Wisata (Pokdarwis) Desa Sukamarga merupakan subjek utama dalam proses pemetaan partisipatif.Proses pemetaan melalui tahap Focus Group Discussion dan in-depth interview berkaitan dengan risikokeselamatan pengunjung. Sistem informasi geografis kemudian mentransformasikan hasil pemetaanpartisipatif dalam bentuk digital. Hasil dari penelitian ini adalah peta partisipatif zona risiko keselamatanpengunjung di obyek wisata keramikan dan kawah nirwana yang secara geologi berada di manifestasipanasbumi.


2018 ◽  
Vol 37 (2) ◽  
Author(s):  
Kadek Cahya Dewi ◽  
Putu Indah Ciptayani ◽  
Herman Dwi Surjono ◽  
Priyanto Priyanto

Abstract: Polytechnic has characteristic which prioritizes the application of practical aspects supported by appropriate theory. Blended learning can be applied in Polytechnic, but a scheme is needed to formulate the correct instructional model. The study objectives were to examine the type of instructional model on blended learning that suits with Polytechnic. The research was conducted by qualitative descriptive approach by Miles and Huberman through observation, in-depth interview, Focus Group Discussion and literature review. The research validity was done by transferability, confirmability, credibility and dependability test. It can be concluded that the instructional model is appropriately determined by the suitability of educational model, technique and method of learning, and also facilities and infrastructure readiness. The instructional model on Blended Learning in Polytechnic is the Rotation Instructional Model. The study had implications on the learning process in Polytechnic. The lecturers could use the schema to determine the suit instructional model for their courses.Keywords: Instructional Model, Blended Learning, Polytechnic, Vocational STUDI MODEL INSTRUKSIONAL PADA PEMBELAJARAN KOMBINASI DI POLITEKNIK Abstrak: Politeknik memiliki ciri khas pendidikan yang mengutamakan penerapan aspek-aspek praktis yang didukung oleh teori yang tepat. Blended learning dapat diterapkan di Politeknik, namun diperlukan sebuah skema untuk merumuskan instructional model yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengkaji jenis instructional model pada Blended Learning yang sesuai dengan karakteristik pendidikan Politeknik. Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman, teknik pengumpulan data observasi, wawancara, Focus Group Discussion dan kajian pustaka. Keabsahan data dengan uji transferability, confirmability, credibility dan dependability. Penelitian menyimpulkan bahwa instructional model yang tepat ditentukan dengan mempertimbangkan kesesuaian antara model pendidikan yang diselenggarakan, teknik dan metode pembelajaran mata kuliah, serta ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran. Sesuai dengan pertimbangan tersebut maka instructional model pada Blended Learning di Politeknik adalah Rotation Instructional Model. Implikasi penelitian terjadi pada proses pembelajaran di Politeknik. Para dosen dapat memanfaatkan instructional model skema untuk menentukan instructional model yang tepat untuk mata kuliah yang diampu.Kata Kunci: Instructional Model, Blended Learning, Politeknik, Vokasi


2018 ◽  
Vol 5 (6) ◽  
pp. 723
Author(s):  
Kadek Cahya Dewi ◽  
Putu Indah Ciptayani ◽  
I Wayan Rizky Wijaya

<p>Pendekatan Agile telah diperkenalkan sebagai upaya untuk membuat rekayasa perangkat lunak yang fleksibel dan efisien. Penelitian ini adalah penelitian studi kasus, dengan mengangkat kasus pengembangan sistem e-musrenbang Kelurahan Benoa Bali. Penelitian bertujuan untuk menerapkan manajemen proyek berbasis agile pada kasus tersebut. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah <em>in-depth interview</em>, observasi dan <em>focus group discussion</em>. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pengembangan proyek adalah 8 minggu. Proyek menggunakan kerangka kerja Scrum yang membagi proyek menjadi 4 sprint. Evaluasi sistem dilakukan melalui <em>focus group discussion</em> dengan pihak <em>product owner</em> dan pengguna sistem. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan agile dapat diterapkan dalam pengembangan e-musrenbang Kelurahan Benoa Bali. Pengguna sistem dapat menerima kehadiran e-musrenbang dan memanfaatkannya dalam proses pengajuan usulan perencanaan pembangunan di Kelurahan Benoa Bali.</p><p><strong><br /></strong></p><p><em><strong>Abstract</strong></em></p><p><em>Agile Approach has been introduced as an attempt to make software engineering flexible and efficient. The research was case study research, with case of e-musrenbang system development in Benoa Village Bali. The research objectives to implement agile project management in that case. Data collection methods used were in-depth interview, observation and focus group discussion. The results found that the project development time was 8 weeks. The project used a Scrum framework that divided the project into 4 sprints. System evaluation is done through focus group discussion with product owner and system users. It can be concluded that the agile approach can be applied in the development of e-Musrenbang in Benoa Village Bali. System users accepted e-musrenbang presence and utilized it in the process of submitting proposals for development planning in Benoa Village Bali.</em></p><p><strong><br /></strong></p>


2020 ◽  
Vol 8 (33) ◽  
pp. 1-134
Author(s):  
Abimbola A Ayorinde ◽  
Iestyn Williams ◽  
Russell Mannion ◽  
Fujian Song ◽  
Magdalena Skrybant ◽  
...  

Background Bias in the publication and reporting of research findings (referred to as publication and related bias here) poses a major threat in evidence synthesis and evidence-based decision-making. Although this bias has been well documented in clinical research, little is known about its occurrence and magnitude in health services and delivery research. Objectives To obtain empirical evidence on publication and related bias in quantitative health services and delivery research; to examine current practice in detecting/mitigating this bias in health services and delivery research systematic reviews; and to explore stakeholders’ perception and experiences concerning such bias. Methods The project included five distinct but interrelated work packages. Work package 1 was a systematic review of empirical and methodological studies. Work package 2 involved a survey (meta-epidemiological study) of randomly selected systematic reviews of health services and delivery research topics (n = 200) to evaluate current practice in the assessment of publication and outcome reporting bias during evidence synthesis. Work package 3 included four case studies to explore the applicability of statistical methods for detecting such bias in health services and delivery research. In work package 4 we followed up four cohorts of health services and delivery research studies (total n = 300) to ascertain their publication status, and examined whether publication status was associated with statistical significance or perceived ‘positivity’ of study findings. Work package 5 involved key informant interviews with diverse health services and delivery research stakeholders (n = 24), and a focus group discussion with patient and service user representatives (n = 8). Results We identified only four studies that set out to investigate publication and related bias in health services and delivery research in work package 1. Three of these studies focused on health informatics research and one concerned health economics. All four studies reported evidence of the existence of this bias, but had methodological weaknesses. We also identified three health services and delivery research systematic reviews in which findings were compared between published and grey/unpublished literature. These reviews found that the quality and volume of evidence and effect estimates sometimes differed significantly between published and unpublished literature. Work package 2 showed low prevalence of considering/assessing publication (43%) and outcome reporting (17%) bias in health services and delivery research systematic reviews. The prevalence was lower among reviews of associations than among reviews of interventions. The case studies in work package 3 highlighted limitations in current methods for detecting these biases due to heterogeneity and potential confounders. Follow-up of health services and delivery research cohorts in work package 4 showed positive association between publication status and having statistically significant or positive findings. Diverse views concerning publication and related bias and insights into how features of health services and delivery research might influence its occurrence were uncovered through the interviews with health services and delivery research stakeholders and focus group discussion conducted in work package 5. Conclusions This study provided prima facie evidence on publication and related bias in quantitative health services and delivery research. This bias does appear to exist, but its prevalence and impact may vary depending on study characteristics, such as study design, and motivation for conducting the evaluation. Emphasis on methodological novelty and focus beyond summative assessments may mitigate/lessen the risk of such bias in health services and delivery research. Methodological and epistemological diversity in health services and delivery research and changing landscape in research publication need to be considered when interpreting the evidence. Collection of further empirical evidence and exploration of optimal health services and delivery research practice are required. Study registration This study is registered as PROSPERO CRD42016052333 and CRD42016052366. Funding This project was funded by the National Institute for Health Research (NIHR) Health Services and Delivery Research programme and will be published in full in Health Services and Delivery Research; Vol. 8, No. 33. See the NIHR Journals Library website for further project information.


2018 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
Author(s):  
Anggun Dabella Ningrum

Abstrak Pusat Layanan Terpadu Anak Penyandang Disabilitas (PLTAPD) adalah Model PLTAPD diwujudkan bertujuan memberikan pelayanan sosial yang terarah, terintegrasi dan berkelanjutan bagi Anak Penyandang Disabilitas (APD) dan keluarga, serta masyarakat atau Lembaga Rujukan APD dalam penanganan APD. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji model pelayanan aksesibilitas bagi anak penyandang disabilitas melalui pusat layanan terpadu. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan desain penelitian tindakan (design action research). Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview), observasi partisipatif (participant observation), studi dokumentasi, dan Focus Group Discussion (FGD). Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan yaitu dengan uji kepercayaan (credibility), uji keteralihan (transferability), uji ketergantungan (dependability), dan uji kepastian (confirmability). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model PLTAPD sangat diperlukan oleh APD dan keluarga. PLTAPD didirikan untuk memberikan kemudahan bagi APD, sehingga pelayanan sosial yang dibutuhkan APD (pendidikan, kesehatan, terapi, sarana prasarana serta pengembangan potensi dan bakat) secara komprehensif, terpadu, terintegrasi, dan berkelanjutan dapat dijangkau. Model Pelayanan Aksesibilitas bagi APD melalui PLTAPD di Kota Pangkalpinang merupakan bentuk kepedulian dari Pemerintah Daerah Kota Pangkalpinang terhadap pemenuhan hak dan kepedulian terhadap APD.Kata kunci: aksesibilitas bagi APD, Pelayanan bagi APD, Pusat Layanan Terpadu


Populasi ◽  
2016 ◽  
Vol 17 (1) ◽  
Author(s):  
Agus Joko Pitoyo

This study is aimed to investigate the mechanism of abroad apprenticeship labour program, including income rate, to understand the process of transferring knowledge, and to portray its implementation to regional development. There are at least three aspects will be discussed, firstly, to understand the process of apprenticeship overseas; secondly, to evaluate their income and economic activities after returning home; and thirdly, to evaluate how the local government involves in empowering ex-apprentice labour overseas. The research employed several methods for getting data such as structured interview by using questionnaire, focus group discussion, in-depth interview, tracking, and observation. This study indicated that (I) Apprenticeship process mechanism is not fully transparent yet; (2) Their income are relatively high, however, looking at their job they are still absorbed in 3D jobs (dirty, dangerous, difficult); (3) Several arising problems set the volunteer in low bidding position, and (4) process of transferring knowledge they got from overseas is vague.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 16-25
Author(s):  
Selly Apriani Lestari ◽  
Chriswardani Suryawati ◽  
J Sugiarto

Salah satu indeks terpenting dari kualitas pelayanan kesehatan adalah kepuasan pasien. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah waktu tunggu pelayanan. Manajemen lean adalah metode yang dapat meningkatkan proses pelayanan menjadi lebih efektif dan efisien sehingga dapat mempersingkat waktu tunggu. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi waste yang terjadi dalam pelayanan rawat jalan. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan melalui observasi langsung, in-depth interview, dan Focus Group DIscussion. Penelitian menunjukkan bahwa total rata-rata waktu tunggu untuk pasien rawat jalan di klinik penyakit dalam adalah 199 menit untuk pasien umum dan 408,4 menit untuk pasien JKN. Aktivitas terpanjang dalam rawat jalan adalah menunggu di loket pendaftaran dengan nilai rata-rata 27,5 menit untuk pasien umum dan 147,2 menit untuk pasien JKN.  Kedua menunggu aktivitas dokter dengan nilai rata-rata 83,3 menit untuk pasien umum dan 132,6 menit untuk pasien JKN dan yang ketiga menunggu obat di apotek 41,7 menit untuk pasien umum dan 72,9 menit untuk pasien JKN. Waste yang ditemukan saat penelitian yaitu defect, overproduction, transportation, waiting, inventory, motion, overprocessing, and non-utilized talent. Penelitian ini membuktikan penerapan prinsip, alat, dan metode lean dapat mengidentifikasi dan mengeliminasi waste di pelayanan rawat jalan, sehingga menurunkan waktu tunggu dan meningkatkan kualitas pelayanan


2019 ◽  
Vol 21 (4) ◽  
Author(s):  
Hario Megatsari ◽  
Agung Dwi Laksono ◽  
Ilham Akhsanu Ridlo ◽  
Mohammad Yoto ◽  
Arsya Nur Azizah

Access to health services is often seen only from the provider perspective, while from the community side as a user is less noticed. Improving the quality of health services access requires a complete perspective on two diff erent sides. This research is designed descriptively qualitative. Data were collected by Focus Group Discussion (FGD), in-depth interview and observation. The research was conducted in Malang Regency in June-August 2018. The study results showed health services access generally the community believes that there are still perceived defi ciencies. Especially on the aspect of physical access, due to poor facilities and infrastructure. In addition, social access was also considered inadequate, because there were still health workers who served with less friendly. This study concludes that people still feel access to physical and social aspects is still diffi cult. It should be recommended to the local government for eff orts to improve physical access, and the Health Offi ce to disseminate health information about the rights of patients to the community. Abstrak Akses pelayanan kesehatan seringkali dilihat hanya dari perspektif pemberi pelayanan saja, sementara akses dari sisi masyarakat sebagai pengguna kurang terperhatikan. Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dari sisi akses memerlukan perspektif yang lengkap dari dua sisi yang berbeda. Penelitian ini didesain secara deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam dan pengamatan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Malang pada bulan Juni–Agustus 2018. Hasil penelitian menunjukkan aksesibilitas pelayanan kesehatan yang ada, secara umum masyarakat berpendapat bahwa masih ada kekurangan yang dirasakan. Terutama pada aspek akses secara fisik, dikarenakan sarana dan prasarana yang kurang baik. Selain itu akses secara sosial juga dirasa kurang, karena masih ada tenaga kesehatan yang melayani dengan kurang ramah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa masyarakat masih merasa akses dari aspek fisik dan sosial masih sulit. Perlu direkomendasikan pada pemerintah daerah setempat untuk upayaperbaikan akses secara fi sik, dan Dinkes untuk mendiseminasikan informasi kesehatan mengenai hak pasien kepada masyarakat.


2014 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 140
Author(s):  
Nida Gustikawati ◽  
Luh Putu Lila Wulandari ◽  
Dyah Pradnyaparamita Duarsa

Latar belakang dan tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam faktor pendukung dan penghambat penggunaan alat kontrasepsi implant di Wilayah Puskesmas I Denpasar Utara.Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dengan focus group discussion (FGD) dan in-depth interview. FGD dilakukan pada informan kunci yaitu 10 akseptor implant dan 10 akseptor alat kontrasepsi lain. Wawancara mendalam dilakukan pada 11 informan lain yaitu bidan puskesmas, bidan praktek swasta, penyuluh KB, mertua dan suami dari informan kunci.Hasil: Persepsi dan sikap akseptor implant tergolong baik, tetapi persepsi dan sikap akseptor alat kontrasepsi lain kurang baik. Pengalaman akseptor implant bervariasi tentang efek samping dari penggunaan implant, namun hal ini tidak dianggap penghambat. Faktor pendukung yang dikemukakan oleh informan adalah ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas pelayanan serta dukungan suami. Fasilitas dan sarana bukan menjadi faktor penghambat baik bagi pengguna maupun bukan pengguna sedangkan faktor penghambatnya adalah masih adanya keinginan untuk mempunyai anak, kurangnya tenaga kesehatan yang terampil dalam pemasangan alat kontrasepsi implant, dan kurangnya promosi tentang alat kontrasepsi implant.Simpulan: Faktor pendukung penggunaan implant yaitu: ketersediaan dan  keterjangkauan fasilitas pelayanan serta dukungan suami. Faktor penghambatnya adalah adanya keinginan untuk mempunyai anak, pelatihan tenaga kesehatan yang kurang memadai, dan kurangnya promosi tentang implant di masyarakat.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document