scholarly journals Pemanfaatan Khamir Antagonis untuk Memperpanjang Umur Simpan dan Mengendalikan Penyakit Antraknosa Buah Pepaya

2020 ◽  
Vol 48 (3) ◽  
pp. 300-306
Author(s):  
Mutiara Dwi Lestari ◽  
Ketty Suketi ◽  
Winarso Drajad Widodo ◽  
Suryo Wiyono

Pepaya adalah buah klimakterik yang memiliki umur simpan pendek dan potensi gangguan penyakit antraknosa pada saat tahap pascapanen yang disebabkan oleh patogen Colletotrichum gloeosporioides. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji keefektifan beberapa spesies khamir antagonis untuk memperpanjang umur simpan dan mengendalikan penyakit antraknosa pada pascapanen buah pepaya Callina. Penelitian ini dilaksanakan di kebun pepaya Desa Kanaga, Kabupaten Lebak, Banten pada November 2018 sampai Juli 2019 dan Laboratorium Pascapanen AGH, IPB pada bulan Maret sampai dengan Juli 2019. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan perlakuan lima jenis khamir yaitu Cryptococcus albidus Yp, Aureobasidium pullulans Dmg 30 DEP, Rhodotorula minuta Dmg 16 BEP, Candida tropicalis Lm 13 BE, dan Pseudozyma hubeiensis Dmg 18 BEP, dan sebagai pembanding perlakuan fungisida berbahan aktif azoksistrobin serta tanpa perlakuan sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan khamir Candida tropicalis, Aureobasidium pullulans, dan Cryptococcus albidus dapat memperpanjang umur simpan buah pepaya Callina masing-masing 12.6, 12.4, dan 12.2 hari, lebih lama dibandingkan kontrol yang hanya 7 hari, dan efektif mengendalikan penyakit antraknosa dengan tingkat penekanan secara berturut-turut 58.33%, 54.17%, dan 50.00%, selama penyimpanan. Penggunaan khamir antagonis tidak mempengaruhi mutu fisik dan kimia buah pepaya Callina. Kata kunci: buah klimakterik, Colletotrichum gloeosporioides, pascapanen

Agrikultura ◽  
2021 ◽  
Vol 32 (2) ◽  
pp. 190
Author(s):  
Sri Hartati ◽  
Suryo Wiyono ◽  
Sri Hendrastuti Hidayat ◽  
Meity Suradji Sinaga

Identifikasi khamir dapat dilakukan secara konvensional maupun molekuler. Identifikasi secara konvensional membutuhkan waktu yang lama dan interpretasi hasilnya seringkali bersifat subyektif. Sementara identifikasi khamir dengan metode molekuler dapat memberikan hasil yang lebih akurat dan cepat. Khamir yang berperan sebagai agens antagonis harus aman terhadap organisme nontarget agar dapat diaplikasikan di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi isolat-isolat khamir berpotensi antagonis dengan metode molekuler dan mengetahui kemampuan khamir dalam menghasilkan hemolisin sebagai salah satu indikator potensi resiko terhadap mamalia. Identifikasi dan pengujian kemampuan khamir dalam menghasilkan hemolisin dilakukan pada 15 isolat khamir berpotensi antagonis terhadap patogen antraknosa cabai (Colletotrichum acutatum). Identifikasi khamir dilakukan secara molekuler dengan PCR menggunakan primer ITS1 dan ITS4. Penyediaan khamir menggunakan mediaYeast Malt Extract Broth (YMB) dan Potato Dextrose Agar (PDA). Pengujian kemampuan khamir dalam menghasilkan hemolisin menggunakan media blood agar base (Oxoid CM55) ditambah darah domba 5%. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa isolat khamir dapat teramplifikasi dengan primer ITS1 dan ITS4 dengan ukuran  fragmen   produk   antara  500-800 pb. Hasil analisis sekuensing didapatkan 6 spesies khamir yaitu Candida tropicalis, Rhodotorula minuta, Aureobasidium pullulans, Pseudozyma hubeiensis, Pseudozyma aphidis, dan Pseudozyma shanxiensis. Uji kemampuan khamir dalam menghasilkan hemolisin menunjukkan bahwa seluruh khamir yang diuji tidak menghasilkan toksin hemolisin sehingga diduga isolat-isolat tersebut tidak patogenik terhadap manusia.


2017 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 47
Author(s):  
Sri Hartati ◽  
S Wiyono ◽  
S H Hidayat ◽  
M S Sinaga

Karakterisasi morfologi khamir penting dilakukan sebagai pengenalan awal suatu isolat khamir. Sedangkan, pengamatan terhadap pemanfaatan sumber karbon digunakan untuk mengetahui sumber karbon yang dapat digunakankan oleh khamir untuk perbanyakan dan peningkatan kemampuannya sebagai agens biokontrol. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi morfologi dan mengetahui pemanfaatan sumber karbon oleh khamir antagonis patogen antraknosa pada cabai (Colletotrichum acutatum). Karakterisasi morfologi khamir dilakukan dengan mengamati secara makroskopis koloni enam spesies khamir dalam medium PDA. Karakterisasi morfologi juga dilakukan dengan mengamati mikroskopis sel khamir di bawah mikroskop cahaya photomicrograph multi eyepiece (Zeiss Axiocam). Pengamatan pemanfaatan sumber karbon oleh khamir dilakukan dengan menggunakan BIOLOGTM (MicrologTM System, Release 5.2). Karakteristik morfologi enam spesies khamir antagonis menunjukkan bahwa koloni khamir didominasi warna krem keputihan dengan permukaan kasar, kusam, dan tepi koloni tidak rata. Karakteristik sel secara mikroskopis menunjukkan bentuk sel didominasi oleh bentuk silinder, dengan ukuran bervariasi. Sebagian besar khamir bersifat dimorfik. Pengamatan pemanfaatan sumber karbon oleh khamir antagonis menunjukkan Aureobasidium pullulans, Pseudozyma hubeiensis, Pseudozyma aphidis dan Pseudozyma shanxiensis dapat memanfaatkan 20 sumber karbon yang sama yaitu Tween 80, Arbutin, D-Gluconic Acid, D-Glucuronic Acid, D-Ribose, Salicin, ɤ-AminoButyric Acid, Bromosuccinic Acid, Fumaric Acid, β-Hydroxy Butyric Acid, L-Lactic Acid, LMalic Acid, Succinamic Acid, Succinic Acid, Alaninamide, L-Alanine, L-Aspartic Acid, LGlutamic Acid, Putrecine, dan Quinic Acid. Sedangkan, dua spesies khamir yaitu Rhodotorula minuta dan Candida tropicalis dapat memanfaatkan dua sumber karbon yang sama yaitu D-Trehalose dan D-Galactose plus D-Xylose.


1971 ◽  
Vol 17 (9) ◽  
pp. 1248-1250 ◽  
Author(s):  
J. F. T. Spencer ◽  
L. Babiuk ◽  
R. A. A. Morrall

The numbers of yeasts of the soils of the Matador site of the International Biological Program, in southern Saskatchewan, varied from about 1400 to 10 000 cells/g soil in the surface layer and from 600 to 1800 cells/g in the subsurface layers. Most of the cultures isolated were Cryptococcus albidus and its variety diffluens, Cryptococcus laurentii, and Cryptococcus terreus. A few cultures of Cryptococcus dimennae, Rhodotorula minuta, Sporobolomyces pararoseus, and Sporobolomyces salmonicolor were also isolated. Most of the cultures isolated could use rutin and many of them used the other flavonoids tested. Many of them used phloroglucinol and a few used naphthalene.


2019 ◽  
Author(s):  
Enikő Horváth ◽  
Matthias Sipiczki ◽  
Hajnalka Csoma ◽  
Ida Miklos

Abstract Background Fungal sepsis is often caused by non-albicans Candida or other species. These disease-associated species have strong virulence and often show resistance to the commonly used antifungal treatments. Therefore, finding new inhibitory agents nowadays is increasingly urgent.Results Our screening revealed that although the pathogenic fungi were much more tolerant to yeast-produced bioactive agents than the non-disease-associated yeasts, growth of Kodamaea ohmeri and Candida tropicalis could be inhibited by Metschnikowia andauensis , while Cryptococcus albidus can be controlled by Pichia anomala and Candida tropicalis. The size of the inhibitory zone formed by yeasts was depended on media, pH and temperature. However, extensive studies were carried out, we failed to find inhibitory yeast against Pichia kudriavzevii, suggesting that it must have high natural resistance.Conclusions Certain yeast species can contribute to the future solutions of problems caused by fungal resistance and can be good candidates for finding new bioactive agents which inhibit growth of disease-associated fungi.


Author(s):  
A. Muntala ◽  
P. M. Norshie ◽  
K. G. Santo ◽  
C. K. S. Saba

A survey was conducted in twenty-five cashew (Anacardium occidentale) orchards in five communities in the Dormaa-Central Municipality of Bono Region of Ghana to assess the incidence and severity of anthracnose, gummosis and die-back diseases on cashew. Cashew diseased samples of leaves, stem, inflorescences, twigs, flowers, nuts and apples showing symptoms (e. g. small, water-soaked, circular or irregular yellow, dark or brown spots or lesions on leaves, fruits and flowers, sunken surface, especially on the apples, blight, gum exudates) were collected for isolation of presumptive causative organism. The pathogen was isolated after disinfecting the excised diseased pieces in 70% ethanol, plated on potato dextrose agar (PDA) and incubated at 28 oC for 3 to 7 days. The identity of the putative pathogen was morphologically and culturally confirmed as belonging to Colletotrichum gloeosporioides species complex using standard mycological identification protocols. The pathogen had varied conidia sizes of between 9-15 up to 20 μm in length and diameter of 3-6 μm. The conidia were straight and cylindrically shaped with rounded or obtuse ends. The septate mycelium was whitish-grey, velvety and cotton-like in appearance from the top. The results confirmed the presence of the pathogen in the orchards with incidence ranging from 6.9% and 14.0% for gummosis and averaged 22.9% for anthracnose infected orchards. The result of the pathogenicity test confirmed the isolates to be pathogenic on inoculated cashew seedlings and were consistently re-isolated, thereby establishing the pathogen as the true causal agent of the said diseases in cashew trees and thus completed the Koch’s postulate.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document